08 : Robbery

167 23 4
                                    

Siang hari yang sunyi di kamarnya, Pangzi perlahan mengendap dan berjalan masuk ke kamar Wu Xie. Dia berusaha membuat langkahnya tidak terdengar, dan memang sahabatnya itu tidak berniat mendengar atau mengantisipasi kedatangannya yang tidak sopan. Dibukanya pintu kamar perlahan-lahan hanya untuk melihat Wu Xie berdiri di depan jendela dan memunggunginya.

Pangzi merayap masuk.

"Mau apa kau?" tiba-tiba Wu Xie bertanya tanpa menoleh padanya.

Pangzi mendengus samar, duduk di tepi ranjang, mengawasi gerak gerik aneh sahabatnya. Tatapannya kosong dan lurus ke satu titik melewati ranting dan dedaunan di luar jendela.

"Ingin memastikan apa yang sedang kau lakukan," ia menyahut acuh tak acuh seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. "Dan bagaimana tentang rumput biru? Apa kau memiliki rencana kapan akan mendaki lagi?"

Diingatkan akan tanggung jawab yang belum sempat terpikirkan lagi, Wu Xie memejamkan mata, menghirup udara dengan malas. Rasanya ia ingin menyingkirkan pikiran tentang rumput sialan itu karena ia merasa memiliki tugas lain yang lebih penting.

"Aku masih bingung," jawabnya jujur. "Lagi pula kakiku belum sepenuhnya pulih."

"Kau masih tidak pandai berbohong, sangat sesuai dengan tampangmu yang naif itu," sahut Pangzi ringan, disambut oleh seringai sahabatnya.

"Sebenarnya kau datang untuk mengawasiku, bukan?" selidik Wu Xie.

Pangzi mengangkat bahu. "Itu tidak benar. Aku hanya khawatir padamu. Dan ya, kakimu sudah membaik, bukan? Jadi jangan katakan bahwa kau tidak ingin mencarinya lagi. Kondisi paman keduamu tidak sedang baik-baik saja. Tapi sepertinya kau juga memiliki masalah yang tak bisa kau katakan pada siapa pun."

Wu Xie memutar tubuh, bersandar di jendela dan melipat kedua lengan. Ditatapnya pemuda lain yang duduk di tepi ranjang, meneliti kesungguhan dalam ekspresinya.

"Omong kosong apa yang dikatakan Paman Li padamu?"

Pangzi mencibir tipis, lalu menggeleng. "Tidak ada. Hanya kecemasan klasik dari seorang pelayan tua paranoid. Dia khawatir kau diganggu roh jahat yang menghantui rumah sebelah."

"Dan kau percaya itu?"

"Entahlah. Itu terlalu absurd dan menggelikan. Aku tahu rumah itu tidak berpenghuni. Tapi roh jahat? Aku tidak yakin."

"Pria tua itu berlebihan," gumam Wu Xie lelah.

"Tapi tentang tidur berjalanmu itu, aku yakin Paman Li tidak mengada-ada. Dia sungguh-sungguh mencemaskanmu. Katakan padaku apa yang tak bisa kau katakan pada orang lain." Kata-kata Pangzi terdengar meyakinkan hingga Wu Xie sedikit terpengaruh. Dia bertanya-tanya apakah Pangzi orang yang tepat untuk diajak berbagi, dan apakah dia akan menjadi orang yang pertama percaya pada ceritanya. Bagaimana dia akan mengetahuinya kalau ia tidak bercerita.

"Sebelumnya, aku ingin bertanya satu hal padamu." Dia memulai dengan sangat hati-hati.

"Tentang apa?"

"Kau percaya adanya roh, hantu, sihir dan dunia alternatif?"

Wajah Pangzi menunjukkan ekspresi keterkejutan yang kosong. Setahunya Wu Xie seorang yang mencintai petualangan, juga sangat mementingkan fakta dan kebenaran, bicara tentang hantu dan dunia alternatif terdengar seperti lelucon.

"Dunia alternatif seperti perjalanan luar angkasa? Dan kehidupan di planet lain?"

"Tidak. Ini lebih seperti ada banyak dunia yang berbeda."

"Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan. Seperti apa?"

"Yah, misalnya ada dunia di mana kau tidak datang ke Wu Manor hari ini dan kau tidak pernah bertemu denganku."

In The Light of The Moon (Pingxie) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang