prolog

332 26 0
                                    


"AAAAAA GA MAUUUU, GA MAUUUU,
!!" teriakan keras itu begitu mengganggu pendengaran halvi, ciko kakaknya berteriak keras. Ciko merasa tak rela jika adiknya menikah dua hari lagi.

"Jangan teriak!!! Sakit nih telinga." Murka halvi, kelakuan ciko yang sedang tantrum ini lebih baik diikat dan dimasukan ke dalam kandang.

Halvi mempunyai tiga orang kakak, dan semuanya itu laki laki!! Sekarang mereka bertiga tengah kesal, bukan karena didahului menikah, tapi karena akan ditinggalkan adik kesayangannya.

"Adek, beneran mau pisah rumah? Ga mau tinggal disini aja abis nikah, kan biar rame." Hazio mencoba bernegosiasi, si sulung itu lebih memilih fokus pada pekerjaannya dari pada memikirkan pasangan hidup.

Halvi memutar bola matanya malas. "Berhenti panggil aku adek! Aku dua hari lagi udah mau nikah, abang juga nikah dong!! Takut jadi bujang lapuk," ledek halvi pada sang abang. "Dan udah aku bilang setelah nikah, ya aku mau hidup berdua sama calon aku, kalian boleh sekali kali mampir atau main kerumah gapapa, tapi jangan tiap hari. Merepotkan!!!"

"Iya udah buat rumah disamping rumah kamu aja," usulan ciko itu malah mendapat geplakan maut dari sang adik.

"Awas aja sampe beneran ngelakuin itu, gue gesperin lo!!" Halvi sudah hilang kesabaran, dan langsung menyentak ciko menjauh darinya.

Ciko menggerutu kesal. "Liat bang liat, halvi ngomong-nya kasar banget, hukum aja bang suruh dikamar tiga hari." Adunya pada kakak sulungnya.

"Eh monyet kalo tiga hari, ya ga jadi nikah!!" sahut halvi kembali dengan wajah' garang.

Hazio menghela nafas lelah. "Rasanya abang masih ga rela kamu dua hari mau nikah, beneran nikah ya dua hari lagi?"

"Baru aja lulus kemarin kemarin, langsung mau nikahin anak orang aja." Caka yang sedari tadi diam kini ikut berbicara. Caka adalah kakak kedua halvi, atau juga kembaran dari Ciko.

Halvi mulai bangkit dari duduknya. "Orang orang kenapa si, orang adiknya mau nikah ditahan tahan terus. Lagian aku bukan anak kecil lagi."

"Kok pergi," ucapan serampak itu halvi hiraukan. Ia lebih memilih untuk menghampiri sang papah yang sedang duduk di teras menyesap secangkir kopi.

"Pah! Liat tuh anak anak papah!" Halvi mengadu. Brian yang tengah melihat tab nya menoleh ke arah putra bungsunya.

"Adek juga anak papa, kenapa?" Brian mulai meletakan tab nya, ia fokus pada apa yang ingin anaknya sampaikan.

Lagi lagi halvi hanya menghela nafas lelah. "Ah! Ga papah, ga abang sama aja. Masa panggil aku adek lagi, dua hari lagi aku nikah lohhh!"

"Ya kalo nikah emang kenapa? Salah apa papah panggil kamu adek?"

"Iya salah masa udah jadi suami orang dipanggil adek, ga keren tau."

"Papah tetep bakal panggil kamu adek, walaupun nanti kamu udah punya anak sekalipun." Halvi tak menjawab, ia kesal karena sama saja tidak didalam tidak diluar semuanya masih memanggilnya dengan sebutan adek.

"Adek,.... sebenernya papa masih ga rela kamu nikah, papa belum ngasih kamu kasih sayang yang cukup, banyak hal yang seharusnya papa kasih ke kamu. Sampai kapan pun kamu tetep jadi kebanggaan papa, putra bungsu papa. Kalo ada apa apa nanti jangan sungkan buat bilang ke papa ya?" Suara terdengar nyaman di telinga halvi.

Hawa terasa begitu mengharukan, halvi ingat betul apa yang sudah terjadi selama ini dihidup nya. "Maaf ya pah, maafin halvi, atas keputusan yang halvi buat. Maafin keputusan halvi yang milih buat tinggal jauh dari kalian," tuturnya pelan. "Bagaimana pun halvi juga butuh waktu, terkadang hati halvi sakit kalo sering didekat kalian, halvi ga bohong pah, walaupun itu udah terjadi, halvi masih ga terbiasa."

Ayah dan anak itu cukup larut dalam pembicaraan dalam yang melibatkan masa lalu. "Tapi makasih ya udah mau berubah demi halvi, udah sayang ke halvi pah, halvi punya jalan sendiri yang mau halvi ambil kedepannya." Bian mengulum senyum tipis. "Kalo dikata udah berdamai sama semuanya, jawabannya udah pah. Halvi udah berdamai dengan semua, halvi juga ga mungkin selalu bergantung sama kalian kan? Jadi lepasin halvi ya, dua hari lagi halvi nikah, papah sama abang boleh sesekali main kerumah halvi nanti."

"Kamu udah kaya anak perawan ya minta dilepasin segala, padahal cuma mau nikah. Kamu jadi laki laki yang kuat ya? terlepas dari apa yang terjadi di masa lalu."

"ADEKKKKKKK, GA BOLEHHH NIKAH!!!!" teriakan dari dalam itu membuat halvi menutup telinganya erat erat. Sedangkan Brian terkekeh geli, mendengar teriakan ciko yang masih tidak rela jika adiknya menikah.

"Liat Abang kamu yang satu itu, ga bisa diem!"

"Emang sinting dia, udah hilang kewarasan."

....

Seorang pria sedang duduk menatap sebuah laptop didepannya dengan serius, ditemani oleh beberapa berkas yang cukup berserakan ada dimana mana. Hingga sebuah dering telfon mulai cukup menggangu fokusnya.

Tangannya terulur untuk mengangkat telfon tersebut. "Hallo?" jawabnya saat sudah mengangkat panggilan telfon.

"Pulang mas, si kembar berantem lagi, aku pusing banget ngeliat mereka." Suara lelah itu, terdengar begitu jelas.

"Kenapa lagi si? Aku masih kerja, masih ada beberapa yang perlu aku tanganin," jawabnya. Pria itu memijit pelipisnya pelan. Hari hari ia sering kali mendapatkan telfon jika anak kembarnya itu berkelahi, entah dirumah atau disekolah.

"Emang ga bisa pulang sebentar? Kerjaan kamu lebih penting dari pada anak kamu sendiri hah?"

Pria itu sedikit mengendurkan dasinya yang cukup membuat lehernya tercekik. "Iya ini aku pulang tunggu sebentar ya? Aku siap siap pulang sekarang."

Sosok pria yang tadi berkutat kini mulai membereskan meja nya untuk beranjak untuk pulang, sosok itu adalah Harry halvino. Sosok kepala keluarga yang sudah menjadi ayah dua anak.

Halvino sekarang lebih kerap di panggil vino, panggilan halvi hanya untuk orang yang memiliki hubungan cukup dalam seperti keluarganya dan para sahabatnya.

Vino mulai keluar dari ruangan kerjanya. "Gerry tolong undur semua jadwal saya hari ini ya, hari ini saya mau pulang," ujarnya pada sekertaris nya.


Vino mulai berjalan di koridor kantornya. "Yah bisa ga si ga usah ngatur hidup aku? Ayah aja jarang ada waktu buat aku? Kenapa sering nuntut gini si? Ga adil!!"


"Keputusan aku udah bulat, aku ga mau ikut apa keputusan ayah lagi! Aku ga bisa bahagia kalo terus ngikutin kemauan ayah!!"

Ucapan putra kembarnya itu membuat kepalanya cukup pening. "Padahal ayah cuma mau yang terbaik buat kalian." Gumamnya pelan.

.
.
.
.
.
.
Update setiap Senin dan Kamis‼️

Ayooo guys vote dan komennn
Jangan lupa flw jugaa ya 😸





perihal keluarga halvino Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang