Episode 3

1 2 0
                                    

Setibanya di rumah, aku segera berganti baju, dan menyiapkan beberapa cemilan untuk bermain nanti. Akan sangat disayangkan jika tidak membawa cemilan untuk bermain. Aku terdiam saat mencari kunci Markra. Aku lupa terakhir kali melihatnya, seingatku kunci itu selalu ku letakan di bawah bantal tidurku, namun kali ini benda itu raib. Aku mengaduh dalam hati. Kuputuskan mencarinya di dalam rumah. Sesekali bertanya ibu mungkin saja dia tahu.

   “Bu, lihat kunci Markra tidak? Aku tidak tahu kunci itu di mana sekarang”

   “Bukankah kamu yang menyimpannya Juli?” Bukannya memberi jawaban Ibu justru bertanya balik.

   “Ya, tapi aku tidak tahu sekarang benda itu di mana.” Aku menggaruk rambutku yang tidak gatal. Ini semakin menyebalkan jika Ibu saja tidak tahu apalagi aku.

   Setelah berkeliling mencari kunci, rasa lelah mulai menghampiri. Aku memutuskan rebahan lantai kamarku. Rasa panas di tubuhku mulai berganti menjadi dingin. Aku menatap ke arah bawah kasur.

   Hei, ada sesuatu yang tidak asing di sana. Aku segera mendekatinya, ternyata sesuai perkiraan ku. Kunci Markra ada di sana selama ini. Sepertinya aku tidak sengaja menjatuhkannya disaat sedang membereskan tempat tidur.

   Aku mengepalkan tangan. Berseru senang.

   “Baguslah. Mari kita lihat apakah di bawah sana masih ada yang menarik”

   Aku menatap kembali kolong tempat tidurku. Tidak ada apa-apa lagi selain jaring laba-laba. Baiklah mari kita lihat yang lainnya. Bola mataku menatap fokus ke sekeliling. Aku menemukan hal menarik lagi, di bawah lemari bajuku. Ada sesuatu di sana, namun itu terlalu gelap untuk dilihat dengan baik. Rasa penasaranku mulai aktif. Tanpa berlama-lama aku mengambil senter mini yang diletakan di atas meja. Seketika wajah menjadi cerah, aku segera mengambil benda itu dari bawah lemari.

   Setelah satu menit berlalu aku berhasil mengeluarkan benda itu dari sana. wajahku tertekuk saat mengetahui benda ini. Tidak salah lagi, benda ini sebuah kartu yang menyimpan berbagai Game di dalamnya. Play Games. Tapi ini milik siapa? Apakah kartu ini milik Ayah?

   Terdengar suara panggilan namaku dari luar. Ternyata sahabatku sudah tiba. Baiklah akan ku simpan pertanyaanku itu untuk nanti-nanti. Waktunya berkumpul. Aku melangkah keluar rumah. Langkah kakiku seketika terhenti. Benar juga cemilan dan kuncinya masih tertinggal di dalam kamar.

   Aku segera balik kanan, berjalan cepat ke dalam kamar.

   “Ternyata kalian sudah datang, maaf membuat kalian menunggu” aku bicara saat berada di ambang pintu depan.

   “No problem.” Zai tersenyum ramah di atas motor miliknya.

   Aku berlarian kecil menuju Markra dan segera membuka pintu. Rencana kali ini sesuai dengan harapan. Luis membawa empat remot PG, dia baru saja membeli dua remot kemarin. Ibnu membawa PG-nya. Sementara Zai membawa Tv. Yeah, itu memang Tv sungguhan. Zai meminjam Tv itu dari Ayahnya, karena berhubungan sudah tidak pernah dipakai lagi. Tentunya masih berfungsi.

   Pintu segera terbuka. Luis masuk lebih dulu disusul Ibnu. Aku membantu Zai mengangkat Tv itu ke dalam Markra. Membutuhkan lima belas menit untuk memasang semuanya. Mereka bertiga berkerja dengan baik. Aku hanya menonton, karena memang tidak tahu cara memasang game ini.

   “Astaga. Aku melupakan sesuatu” Ibnu berseru. mengusap wajah.

   “Ada apa?” Zai bertanya.

   “Aku lupa membawa kartu memori gamenya. Aku akan pulang dan mengambilnya. Zai aku pinjam motormu.” Ibnu menjelaskan cepat.

   “Tunggu sebentar.” Aku mengangkat tangan, mencoba untuk menghentikan Ibnu yang akan pergi.

Sang Bayangan MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang