"Bagaimana jika aku benar-benar jatuh hati pada sosokmu?"
- Kanin Zainnida Renata -
***
Ruang kelas X IPA-2 dan mata pelajaran biologi. Dua jam pelajaran sebelum bel istirahat berbunyi itu entah mengapa membuat Kanin terasa suntuk. Kedua matanya erat menatap ke arah tembok di depan kelas, di mana sebuah pantulan cahaya dari proyektor memperlihatkan sebuah materi yang saat ini tengah diterangkan oleh Pak Aryo, guru mata pelajaran biologi. Meski begitu, pikiran Kanin tak bisa sepenuhnya terfokuskan pada materi yang tengah dijelaskan tersebut.
Untuk sesaat, Kanin menolehkan kepalanya ke luar melalui jendela kelas. Demi mengusir rasa suntuknya, gadis itu terus menatap ke luar sana, menatap setiap orang yang berlalu di depan ruang kelasnya. Hingga kedua matanya menatap sepasang mata milik seseorang yang kini tengah berdiri di depan ruang kelas. Siapa itu? Kanin tak mengetahuinya dengan jelas karena pantulan sinar dari proyektor di depan sana memantul ke luar sana. Lekat, begitulah Kanin menatap kedua pasang mata yang kini juga menatap ke arahnya. Siapa orang itu? Mengapa dia tak ingin mengalihkan pandangannya dari Kanin barang sedetik pun?
"Kanin!"
Abel berbisik pelan, mengalihkan atensi Kanin ke arahnya. Kanin menatap temannya itu dengan salah satu alis yang terangkat ke atas, bertanya tanpa suara.
"Gila, lihat ke luar, Kak Agam gantang banget."
Tak langsung menanggapi kalimat yang Abel ucapkan dengan setengah berbisik padanya, Kanin justru terlihat mengerutkan keningnya dengan heran. Kak Agam? Ia tak salah dengar, bukan? Butuh waktu lima detik hingga Kanin benar-benar mencerna apa yang Abel katakan padanya. Lantas tanpa ingin membuang waktu lebih banyak lagi, gadis itu segera menolehkan kembali kepalanya ke arah koridor kelasnya melalui jendela.
Benar, Abel tak berbohong. Itu memang Agam, seseorang yang sebelumnya berdiri di depan ruang kelasnya itu kini berlalu bersama dengan seorang teman dengan tinggi yang hampir sama dengannya. Tunggu, lantas, apakah seseorang yang berkontak mata dengannya tadi adalah Agam?
Kedua mata Kanin tak lepas sedetikpun dari punggung lebar milik laki-laki itu saat ini. Dari sisi belakang, Kanin bisa melihat dan membayangkan seberapa kokohnya kedua bahu lebar yang cowok itu miliki. Tubuh jangkungnya yang berbadan tegap dan rambut lurus lebat yang terlihat indah meski ditatap dari sisi belakang itu? Bukankah terlihat begitu keren? Memikirkan hal yang berkelebat dalam pikirannya secara tiba-tiba, Kanin terlihat tak sadar bahwa kedua ujung bibirnya tertarik ke atas saat ini bersamaan dengan perasaan aneh menyerupai kebahagiaan yang menyelimuti dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Lengkara
Teen FictionMenyapa luka dalam hampa, memperkokoh langkah yang mulai goyah menjadi jejak langkah, beranjak mengais memori yang kian memburam. Dalam suatu episode per episode yang mulai hirap ditelan masa, sebuah pertanyaan yang telah lama menggelantung di memor...