"Responnya tipis, tapi efeknya begitu hebat."
- Kanin Zinnaida Renata -
***
Kedua mata Kanin terlihat menyapu ruangan. Menatap sebuah tatanan meja dan kursi yang tampak asing. Ia belum pernah datang ke tempat ini sebelumnya. Sebuah warung kecil dengan beberapa meja dan kursi tertata dengan rapi. Tempat ini terbilang tidak cukup strategis, terpelosok cukup jauh dari pemukiman kota. Namun meski begitu, bukan berarti tempat ini sepi oleh pengunjung.
Kata Gallen yang sering datang kemari, dahulu warung ini bahkan hanya memiliki satu ruang dengan tiga pasang meja di setiap sudutnya. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak orang mengenal tempat ini dan semakin ramai pula pengunjungnya hingga pemilik warung ini memutuskan untuk membangun lantai dua. Namun dari sekian banyaknya pengunjung, mayoritas dari mereka adalah anak-anak SMP dan SMA. Kanin tidak menyangkalnya, karena ia sendiri bisa melihat orang-orang berseragam sekolah lebih banyak di tempat ini dibanding orang dewasa.
"Di lantai dua ya, Mak, seperti biasa," ujar Gallen pada pemilik warung yang tengah melayani pelanggannya. Namanya Bu Ijah, namun orang-orang akrab memanggilnya dengan panggilan 'Mak Ijah'.
"Berarti lo sering banget ke sini, Gal?" tanya Abel saat mereka telah duduk di salah satu kursi di lantai dua. Duduk berhadapan dengan Gallen.
"Iya, hampir setiap hari," balas Gallen yang sontak membuat kedua mata Abel membulat sempurna.
"Wow! Sesering itu, apa nggak bosen?" tanya Abel lagi, sedikit kagum.
Gallen menggeleng pelan. "Banyak yang nongkrong di warung ini. Nanti sore agak maleman, bakal rame biasanya," terangnya yang kemudian membuat Abel mengangguk-anggukkan kepalanya. Cowok itu lantas membuka ponsel miliknya, entah apa yang ia lakukan dengan ponsel miliknya itu.
Lain halnya, Kanin masih terlihat memperhatikan sekitar ia duduk saat ini. Ia duduk tepat di sebelah jendela. Menoleh ke luar sana, ia akan melihat pemandangan pemukiman yang terbilang cukup padat. Namun ada satu hal yang membuat Kanin merasa nyaman duduk di tempatnya saat ini. Langit.
Benar, Langit. Dengan duduk tepat di sebelah jendela, Kanin bisa melihat dengan jelas luasnya langit biru yang mulai berubah oranye di atas sana. Waktu bergeser sedikit, maka ia bisa melihat langit yang oranye itu berubah menjadi gelap. Gelap, dan bertabur cahaya sang gemintang.
"Jadi, kita mau bahas mulai dari mana?"
Kanin tidak berbohong jika ia ingin segera membahas tentang kerja kelompok mereka. Itulah mengapa ia bersama Abel dan Gallen berada di tempat ini sekarang. Apa lagi jika tidak untuk mengerjakan tugas kelompok?
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Lengkara
Teen FictionMenyapa luka dalam hampa, memperkokoh langkah yang mulai goyah menjadi jejak langkah, beranjak mengais memori yang kian memburam. Dalam suatu episode per episode yang mulai hirap ditelan masa, sebuah pertanyaan yang telah lama menggelantung di memor...