Bagian 5

212 38 6
                                    

"Lo suka banget matcha, ya?"

Raja benar-benar dibuat kaget dengan semua jajanan yang dibeli Nayla. Bukan apa-apa, semua cemilan dan minuman yang ia ambil itu rasanya matcha semua.

Aneh, padahal rasanya kayak rumput.

Begitu pikir Raja.

Namun, melihat gadis itu mengangguk antusias, tentu saja hatinya dibuat bergetar tidak karuan.

Duh, kapan sih dia enggak tremor kalau di dekat Nayla?

Kemarin-kemarin berharap banget bisa di dekatkan, sudah dekat deg-degan terus.

Kan serba salah.

"Maaf, ya. Padahal lo yang ngajak belanja. Tapi yang belanja banyak malah gue. Habisnya gue emang dari kemarin-kemarin ada niat ke supermarket buat isi lemari cemilan gue. Kebetulan sekarang lo ngajak, yaudah deh sekalian." Nayla nyengir.

Gadis ini ... kenapa dia menggemaskan sekali?

Kalau saja dia sudah menjadi miliknya, Raja yakin dia tidak akan segan-segan untuk memeluknya setiap saat ketika dia merasa gemas dengan gadis itu.

"Besok berangkat pakai apa?" tanya Raja.

Mereka berjalan menyusuri rak kembali dengan troli yang didorong oleh Raja.

"Pakai motor. Dibonceng sama Arini," jawab Nayla.

"Motor Arini?"

Nayla mengangguk.

"Pulangnya, sama siapa?"

"Bareng Arini lagi," jawab Nayla.

Raja mengangguk paham. Padahal dia ingin sekali mengajak Nayla pulang bersamanya. Itung-itung menahan gadis itu agar terus menontonnya sampai sore.

Kan, biar dia semangat pas turnamen. Hehe.

"Anak sekolah yang nonton banyak ya?"

"Kata Anggita sih banyak."

Anggita adalah ketua OSIS di sekolah mereka. Kebetulan, dia sekelas dengan Nayla.

Baru menjabat beberapa bulan juga. Karena anak kelas 3 kan akan segera sibuk dengan ujian.

"Enak ya satu kelas sama Ketos. Bisa tahu informasi apapun, apalagi kalau ada razia."

Nayla tertawa pelan. "Kenapa? Naksir sama Anggita? Mau gue salamin?"

"Lebih naksir sama lo, Nay," jawab Raja.

Nayla tertawa. Matanya yang sudah sipit jelas saja makin sipit.

Raja sadar kok apa yang dia ucapkan. Namun, dia tidak berekspektasi jika Nayla malah tertawa sekeras ini.

"Jangan bercanda, Raja. Lucu banget, deh kalau bercanda." Nayla memilih berjalan mendahului Raja sembari melihat-lihat rak supermarket.

Tanpa Raja ketahui, wajah Nayla rasanya benar-benar panas sekali.

Gadis itu sampai menyentuh kedua pipinya dengan tangan. Andai saja Raja melihat wajahnya, Nayla yakin pipinya akan semakin merah karena malu.

•••

"Makasih, ya."

"Gue yang makasih." Raja tersenyum.

Lelaki itu turun dari motornya. Kemudian, dia mengambil alih kantong belanjaan milik Nayla dan meraih tangan gadis itu untuk berjalan sampai ke depan pintu rumah gadis itu.

"Gue sampai sini, ya? Mau siap-siap juga besok turnamen."

Nayla mengangguk sembari tersenyum malu-malu.

RAJA ELANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang