1 MPLS

103 28 15
                                    

Astaga! Jam segini belum bangun,” keluh si Mama, Tuh lihat anak tetangga! Jam segini udah mandi, rapi, bantuin emaknya di dapur. Ish ... ish.” Sang Mama menatap putranya dengan tatapan sinis.

“Ma! Ini masih pagi banget, loh, baru jam empat.” Bukannya beranjak dari tempat tidur, pria berambut
hitam kecokelatan bernama Bena malah menarik selimutnya untuk kembali tidur.

“Ohh gitu sekarang udah bisa ngebantah yaa??? Mau jadi anak durhaka? Okehh.” Mama pergi
meninggalkan Bena yang kembali tertidur pulas dengan wajah yang penuh amarah.Mama Bena kembali dengan membawa satu ember
kecil berisi air, yang kemudian beliau siramkan kepada Bena yang tertidur pulas. Bena pun terkejut saat air
membasahi tubuhnya.

“Bagus udah bangun. Sekarang cepat pergi mandi atau Mama siram lagi mau?!” ancam Mama sambil
mengangkat ember kosong yang dibawa seolaholah akan menyiram Bena lagi, ancaman itu sukses membuat Bena kesal.

“Ihhh, Mama gitu! Sebel,” rengek Bena kesal karena pakaian yang ia kenakan basah kuyup. Mau
tak mau Bena pun harus pergi ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya yang basah serta bersih-bersih tubuh karena harus pergi ke sekolah untuk hari
pertama ia masuk sekolah sebagai siswa SMA dan harus mengikuti acara MPLS/ MOS ( Masa orientasi siswa).

Sementara itu Mamanya telah pergi keluar rumah entah ke mana itu,setelah berhasil menyiram Bena.

Di sisi lain jauh dari rumah Bena .
“Mung aya sakedik jajana anu dibawa ka sakola, Bu” (Ibu jajanan yang buat dibawa sekolah kok tinggal
sedikit, Bu?”)Samudra kaget ketika melihat Snack yang seharusnya dibawa untuk acara MPLS nanti tersisa beberapa bungkus saja dan itu pun ada yang sudah tersobek bungkusnya.

“ Lanceukna bakal ngadaharna, teu paduli budak leutik, tuluy meuli deui”.(“Dimakan adikmu kali,udahlah gapapa namanya juga anak kecil nanti
Kakak kan bisa beli lagi),”ucap Ibu dengan santainya kemudian sang Ibu mencari anak keduanya itu yang masih berusia 3 tahun. Samudra hanya terdiam sejenak sambil mengusap usap dada.

“Tapikan ... ah sudahlah. “Samudra berbicara dalam hati, Samudra tidak ingin memperpanjang masalahnya.

Sementara itu ibunya pergi meninggalkannya untuk menghampiri adiknya yang tidak tahu di mana. Adiknya bersembunyi setelahmengambiljajanannya.Pemuda berambut hitam pekat dengan poni yang menutupi alisnya itu memang sangat sabar , ia yakin bahwa ada hikmah dari semua ini walaupun terkadang ibunya memperlakukannya dengan tidak adil.

"Sabar, sabarSamudra kamu harus sabar,” batinnya lagi.

Tak lama Samudra pun menata tasnya serta mengecek apakah barang yang ia bawa sudah lengkap atau belum kecuali jajanannya yang harus beli lagi karena dimakan oleh adiknya itu.
“Oh sudah semua tinggal snacknya,”ujar Samudra yang kemudian beranjak pergi meninggalkan rumah.

       
* * *

“Makan yang banyak ya, Sayang.Biar nanti di sana ga kelaparan. Oh, ya barang yang harus dibawa kegiatan MPLS hari ini udah lengkap kan? Ga ada yang kurang?” tanya Mami memastikan barang bawaan
anak kesayangannya tidak ada yang tertinggal.

“Sudah Mami,semuanya udah lengkap,” Jawab Kama sambil mengunyah makanan yang masih ada
di mulutnya. Kama merupakan anak dari seorang pengusaha yang sukses. Lain dari temannya yang lain. Kama amat dimanja oleh kedua orang tuanya. Maminya Kama merupakan keturunan Amerika,sedangkan Daddynya orang Indonesia asli daerah
jakarta, mereka bertemu disebuah perusahaan yang merupakan tempat kerja Daddynya.

"Bagus deh kalo begitu, nanti di sana kenalan ya sama teman baru jangan sombong dan jangan pilihpilih teman. Semuanya sama kok, oke?” tutup pemuda yang berambut pirang itu sambil jari tangannya membuat simbol janji.

“Siapp mami , Kama berangkat dulu ya,” pamit Kama setelah sarapannya selesai .

Kama berangkat sekolah dengan diantarkan menggunakan mobil oleh
sopir pribadinya.

“Okeee selamat belajar, Sayang.” Diakhir kalimat maminya menyempatkan untuk mengecup kening Kama sebelum dia pergi.

* * *

“Ma, Mama belum masak ya, Ma?”Tama bertanya ketika membuka tudung saji namun belum ada makanan yang tersedia. Nasi pun tidak ada, Tama pemuda berambut hitam itu memegang perutnya yang
sudah keroncongan.

“Kamu tuh gimana sih anak mau berangkat sekolah, malah belum masak! Jadi istri yang berguna
dong!” Ayah yang datang dari ruang tengah langsung memarahi istrinya karena tidak memasak.

“Ga ada sayuran di kulkas mau belanja juga ga punya duit, percuma punya suami kalau pengangguran!” Mama yang tengah duduk termenung
di dapur merasa tersinggung dengan ucapan Ayah, Mama pun membalikkan fakta.

“Kamu tuh .”

“Kenapa hah?! Emang faktanya kan?” bentak Mama dengan menaikkan nada bicaranya yang membuat Tama merasa terganggu.

“Kalian bisa gak sih, gak berantem sehari aja? Aku muak dengernya!” Raut Tama begitu kesal dan jengkel
karenaAyah dan mamahnya yang tengah bertengkar.

Kedua orang tua Tama memang sering bertengkar karena hal kecil sekali pun bisa menjadi besar. "Semua ini kapan berakhir sih? Aku capek,” keluh Tama yang kemudian mengambil tasnya dan pergi ke
sekolah tanpa sarapan terlebih dahulu.

***

Suara alarm berbunyi, jam sudah menunjukkan pukul tujuh lebih, Yulian terbangun kemudian mematikan alarm tersebut yang berada di ponselnya.

“Astaga aku terlambat! Duh! Gimana nih, mana belum beli Snack yang buat dibawa nanti lagi ... sial,
sial” Yulian menepuk keningnyakesal.

“Ah, bodo amat yang penting sekarang aku mandi dulu.” Yulian mengambil handuk, lalu masuk ke dalam kamar mandi dengan terburu-buru setelah mandi, Yulian segera berangkat sekolah tanpa sarapan. Ia takut tidak ada bis, karena biasanya jam segini bis sudah mulai penuh.

Saat kenyataan tak seindah angan|| TXT [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang