"Kamu akan meninggal besok."
Eh?
Kekhawatiranku sempat tertutup rasa kesal mendengar perkataan blakblakan dari dokter yang sedang duduk di seberang meja berhadapan denganku.
Dilihat dari raut wajahnya yang capek, dia mungkin sudah muak berbasa-basi lagi dengan para pasien yang pada akhirnya hanya akan menangis histeris di depannya.
"Aku bilang 'besok', tapi mungkin lebih tepatnya sekitaran bulan ini, kemungkinan dua hingga tiga minggu lagi," ucap dokter lalu mencopot kaca mata dan meggosok matanya yang gelap berkantong. "Yah, tapi, apa bedanya, iya kan?"
Aku hanya diam membisu sambil terus mendengar perkataannya. Yang berada di pikiranku saat ini hanyalah kumpulan pertanyaan tidak penting seperti 'kenapa mejanya begitu berantakan?' atau 'kapan terakhir kali dokter ini tidur?'.
Setelah sepatah dua kata, pertemuan kami pun berakhir. Dokter lanjut merapikan berkas-berkas yang berserakan di mejanya sementara aku berdiri dan pamit undur diri.
"Ya sudahlah, mau bagaimana lagi," bisikku pasrah sambil berjalan keluar dengan mata terus menoleh ke bawah menatap ubin lantai rumah sakit yang bersih.
Dari kecil aku terus diingatkan bahwa waktuku tidak banyak. Meski kelihatan normal, aku sebenarnya didiagnosis memiliki penyakit yang membuat tubuhku jauh lebih lemah dari orang pada umumnya. Suatu kondisi yang tak kentara namun mematikan, tidak ada yang pernah selamat dari penyakit ini.
Masa kecilku pun dipenuhi iri hati. Hal-hal seru yang dilakukan anak-anak seusiaku hanya bisa ku intip lewat kaca jendela. Tak peduli seberapa ingin aku bermain bersama mereka, aku tidak bisa. Aku hanya bisa menghabiskan waktuku sendirian dengan membaca novel fantasi, menonton acara komedi atau bermain game yang sudah kutamatkan berkali-kali.
Seorang yang penyakitan sepertiku tidak boleh memiliki tujuan besar ataupun mimpi setinggi langit. Definisi 'cita-cita' tidak berarti apapun bagiku.
Meskipun begitu, aku ingin hidup.
Tak apa bila harus mengurung diri. Lagi pula, apa lagi pilihanku? Jadi mungkin dengan menerima dan mensyukuri keadaan, berkah kesehatan akan diturunkan kepadaku.
Namun, resolusiku tidak diindahkan. Semua itu akan berakhir sekarang. Tidak, dari dulu pun sudah berakhir. Aku memang tidak ditakdirkan untuk ada. Apapun pilihanku, aku tidak akan menang. Ini tidak adil.
Entah apa keinginan sang pencipta ketika menciptakanku.
Mungkinkah karena sesuatu yang ku perbuat di kehidupan sebelumnya? mungkinkah ini karma? mungkinkah ini hukuman? apakah dengan kematianku suatu tujuan yang berarti akan terpenuhi? kenapa ini harus terjadi?
"Aku belum ingin mati sialan!" teriakku kencang menghadap langit melemaskan tubuhku hingga membuatku jatuh berlutut. Semua orang di seputaran gerbang masuk rumah sakit dengan spontan memutar pandangan mereka menontonku.
Tampak seorang perawat muda cantik dengan lekas menghentikan kerjaannya lalu datang berlari menghampiriku dengan wajah khawatir.
"Permisi, apa anda tidak apa-apa?" tanya hangat perawat sambil turun merendah agar sejajar denganku.
Akhirnya aku menemukanmu ...
"Hmm?"
... tak apa, kelak kau akan mengingat semuanya ...
"Maaf, tadi anda bilang apa?" tanyaku menyipitkan mata.
"Apa anda tidak apa-apa? anda tiba-tiba berteriak dan terjatuh," balas sang perawat sambil terus mengecek kondisiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Creating My Own Fantasy World from Zero!
AdventurePenyakit yang sedari dulu terus mengekang kebebasan pemuda itu, pada akhirnya berhasil merebut nyawanya. Setelah merasakan kematian, ia dibangkitkan ke dalam dimensi lain. Dimensi kosong yang sepi dan gelap. Namun, kali ini ketidakberdayaan tak lag...