Chapter 3 🔞

8 0 0
                                    

Sepertinya dugaan Wiga benar, kosan Bene adalah sebuah apartment. Bene orang kaya, tentu saja dia pasti akan tinggal di apartment bagus daripada kosan kecil.

Bene mendudukkan tubuh Wiga di kasur. Bene juga mengambil tas Wiga, dan memberikan air mineral untuk Wiga minum.

"Makasih Bene". Wiga tersenyum manis mendapatkan perlakuan baik dari kakak tingkatnya itu. Sangat beruntung pikirnya.

Tapi Wiga keheranan, kenapa sekarang Bene masih berdiri membungkuk dihadapan mukanya. Mata Bene menatap lurus mata Wiga tanpa berkedip.

"Bene?". Wiga menatap bingung, kenapa ketuanya ini. Dan selanjutnya yang membuat Wiga lebih terkejut adalah saat Bene mencium bibirnya. Bene mencium bibir Wiga dengan lembut sambil memejamkan mata.

"Bene?". Saat Bene melepaskan ciuman mereka lagi-lagi Wiga hanya bisa menyuarakan nama Bene.

"Hm". Bene hanya merespon panggilan Wiga dengan berdehem. Muka Bene terlihat berbeda dari biasanya di mata Wiga. Wiga dapat merasakan jantungnya berdesir dan ribuan kupu-kupu terasa seperti terbang keluar dari perutnya.

Bene mengelus kedua pipi Wiga dengan pelan, matanya sedari tadi masih fokus menatap bibir Wiga. Sementara Wiga hanya bisa diam, mati kutu. Sentuhan Bene terasa menghipnotis.

Brak

Botol air mineral yang sedari tadi Wiga pangku jatuh menggelinding ke lantai. Tangannya terlalu lemas untuk memegang sebotol air mineral.

Kali ini ciuman Bene terasa berbeda dari sebelumnya, Wiga merasa seperti bibirnya sedang dimakan. Bene melumat habis-habisan bibir bagian atas dan bawah Wiga secara bergantian. Tangan Bene juga mulai mengusap punggung Wiga secara sensual, berusaha membuat pria cantik dibawahnya merasa sange.

Jilatan dan hisapan dapat Wiga rasakan pada bibirnya saat ini. Wiga merasa seperti sedang frustasi? Wiga merasa seperti menginginkan sesuatu yang lebih dari Bene, tapi Wiga tidak tahu ingin apa.

"Emnghh". Keluar desahan kecil dari belahan bibir Wiga, usapan tangan Bene pada punggung Wiga membuat celananya terasa sesak.

Suara kecipak basah dari ciuman mereka dapat Wiga dengar dengan jelas, hisapan Bene pada lidah Wiga benar-benar membuat akal Wiga hilang sepenuhnya. Ia tidak memikirkan apakah tindakan mereka saat ini benar atau tidak, yang jelas berciuman dengan Bene saat ini terasa sangat enak bagi Wiga.

"Wiga". Wiga merinding mendengar panggilan dari Bene. Suara Bene terdengar serak dan sangat dalam.

Wiga kembali mengeluarkan desahan kecil yang terdengar manja. Kecupan bertubi-tubi yang diberikan Bene terhadap bibirnya memberikan sensasi aneh.

"Engghh". Tangan Wiga memegang kerah kemeja Bene berusaha mencari pegangan. Saat ini tubuhnya terasa sangat lemas saat Bene menciumi pipinya dalam berulang kali. Ciuman Bene pada pipi Wiga mengantarkan gelanyar aneh lagi.

"Wiga, desah". Setelah mengucapkan kata-kata kotor tersebut Bene langsung kembali mencium dalam Wiga. Bibir Bene kembali menjilat dan menghisap bibir bawah Wiga yang mulai terasa sedikit membengkak.

Tangan Bene merayap memasuki kaos Wiga, tepat saat tangan Bene mengusap puting Wiga dibawah sana Wiga langsung mendesah sambil membuka mulutnya lebih lebar. Lidah Bene langsung masuk kedalam mulut wiga dan membelai lidah Wiga juga.

Kepala Wiga terasa sangat ringan saat ini dengan sentuhan Bene pada putingnya dan lidah mereka yang sedang berbelit.

Desahan-desahan kecil dan pendek-pendek mulai terdengar secara konsisten dari mulut Wiga. Tangannya mengalung pada leher Bene, rasanya tubuh Wiga bisa ambruk saat itu juga.

Begonia Flower [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang