Chapter 2 : Kontras

277 54 0
                                    

Kilatan cahaya dari kamera begitu menyilaukan mata, suara sang juru potret yang mengatur pose ikut terdengar dipadukan oleh suara beberapa staff yang disibukkan oleh tugas mereka masing-masing. Marshall berdiri di belakang kamera sambil memperhatikan Richie yang berpose di depan sana. Ekspresi yang berubah-ubah seiring petunjuk dari Si Juru Potret membuat Marshall sedikit terkekeh pelan. Richie sangat pandai memainkan mimik wajahnya, penyanyi muda itu bahkan beberapa kali mendapatkan tawaran akting, tetapi Richie menolaknya.

Padahal, agensinya sudah beberapa kali menawarkan negosiasi kepadanya dengan alasan bahwa Richie akan semakin populer dikalangan masyarakat dan digadang-gadang sebagai artis terbaik tahun ini. Namun, Richie tetap kukuh pada pendiriannya dan memutuskan hanya berkecampung dalam dunia permusikan dan modeling saja. Pemotretan majalah bulanan yang Ia lakukan hari ini pun, Richie sedikit malas melakukannya. Tetapi, Ia harus mempertahankan profesionalisme-nya.

Richie berpose sambil menghirup aroma wangi dari bunga yang dipegangnya, bibir berisi yang dilapisi oleh lip gloss membuatnya terlihat begitu bersinar dan menggoda. Kemudian Ia beralih mengigit tangkai bunga tersebut, tetapi beberapa saat setelahnya Ia terbatuk pelan karena rasa pahit dari tangkai bunga yang tak sengaja hancur karena gigitannya. Buru-buru Richie mengeluarkan tangkai tersebut dari mulutnya.

"Pfft ... pahit banget!!" keluhnya dengan ekspresi lucu. Seraya mengusap lidahnya yang masih terasa begitu pahit.

"Jangan dimakan, Richie. Kamu bukan kambing." Marshall bersuara.

Para Staff tertawa melihat tingkah Richie dan sahutan dari Manajernya yang terlihat begitu bangga dengan artis naungan CasualHeaven Entertainment itu. Selain pandai menyanyi dan memiliki fisik hampir sempurna, Richie juga pandai sekali dalam berpose dan menghidupkan suasana disekelilingnya. Semua orang akan menyukainya dimanapun Ia berada. Beberapa Staff menghampiri Richie guna mengganti bunga dan memeriksa riasan wajahnya jika saja ada yang rusak maupun luntur.

Marshall ikut menghampiri Richie, seraya menyodorkan tablet yang menunjukan jadwalnya hari ini dan memberikan sebotol air untuk Richie. Richie menenggak airnya kemudian menilik jadwalnya. Setelah pemotretan selesai, Ia harus melaksanakan perekaman sebuah acara yang memiliki rating tinggi untuk mempromosikan album barunya, syuting itu akan dilaksanakan selama dua jam lamanya.

Kemudian setelahnya, Richie juga diundang pada sebuah acara festival mingguan bersama penyanyi-penyanyi lainnya. Ia diminta untuk menjadi pembawa acara dan menyumbangkan beberapa lagunya pada acara tersebut. Alis Richie sedikit menukik karena Ia memiliki dua pekerjaan pada acara tersebut. Bukankah bernyanyi juga sudah cukup melelahkan? Bagaimana caranya Ia mempertahankan suaranya agar tetap stabil dan tak serak karena terlalu banyak berbicara ketika menjadi pembawa acara? Apalagi festival tersebut digelar selama tiga jam karena banyaknya penyanyi-penyanyi lain yang menjadi bintang tamu.

Ngomong-ngomong soal festival mingguan yang akan dihadirinya, otak Richie mendadak tertuju pada salah satu penggemarnya. Ya, Havenio. Entah mengapa sosok itu tiba-tiba muncul dipikirannya dengan sebuah pertanyaan, apakah Havenio akan datang pada acara tersebut? Richie menebak-nebak kemungkinan bahwa Havenio akan datang. Ia akan mencari pemuda itu nanti dan berterimakasih karena sudah memberikan surat dan hadiah kepadanya walaupun Havenio bukanlah satu-satunya orang yang melakukannya. Anggap saja Havenio sebagai sosok yang spesial disini.

'Tak ada salahnya untuk memperhatikan satu penggemar sebab kesetiaannya, bukan begitu? Meskipun kedengarannya sedikit tak adil, tetapi ... hanya dia yang berhasil mencuri perhatianku dari jutaan penggemar lainnya.' Richie membatin.

Richie berdecak pelan. Sejak tadi pagi saja Richie sudah berlalu-lalang kesana kemari untuk memenuhi jadwalnya, energinya pasti hanya tersisa sedikit untuk festival mingguan tersebut. Richie hanya bisa berharap bahwa dirinya kuat dalam menjalankan pekerjaan impiannya. Ia membaca seluruh jadwalnya yang akhiri oleh kelas latihan vokal dan diperkirakan akan selesai sekitar jam dua belas malam nanti. Membayangkannya saja sudah membuat Richie ingin berteriak kelelahan.

Platonic SoulmatesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang