Chapter I

100 15 0
                                    

Selamat membaca💎💎

ΩΩΩΩΩ

Derap langkah kaki yang saling beradu terdengar dari tiga sosok pemuda yang sedang berlari dengan tergesa-gesa. Menyusuri jalanan yang gelap gulita di tengah hutan dengan penerangan senter seadanya, tidak membuat langkah kaki mereka berhenti barang sejenak. Sampai dengan selamat ke tujuan mereka adalah salah satu keinginan terbesar yang ingin segera terlaksana.

"Masih jauh?" tanya Jihoon.

"Dikit lagi." jawab Wonwoo dengan pedang yang senantiasa berada di tangannya.

"Kyu, lo jangan melamun." lanjutnya menyadarkan Junkyu yang berada di sebelah kiri Jihoon.

Junkyu menatap sekilas kedua pemuda yang berada disebelahnya tanpa mengeluarkan sepatah kata.

Menghembuskan nafas pelan, Junkyu mengusap sebulir keringat yang menuruni lehernya.

Junkyu masih memikirkan tentang perkataan bundanya tadi saat dirinya pulang ke rumah dengan keadaan yang basah kuyup, tentunya ditemani Jihoon dan Wonwoo. Selama hidupnya, moment itu merupakan pertama kalinya Bunda menceritakan mengenai sosok ayah kepada Junkyu.

Sejak kecil, Junkyu selalu membombardir Bunda dengan pertanyaan dimana keberadaan sang ayah, bagaimana rupa sang ayah, dan mengapa ayah tidak tinggal bersama mereka, tetapi Bunda selalu menghindari pertanyaan itu sampai Junkyu pun akhirnya tak lagi pernah mengungkit-ungkit mengenai sosok lelaki tersebut. Pikirnya, mungkin dengan menceritakan sang Ayah, bundanya akan sedih dan Junkyu tak mau itu sampai terjadi.

"Junkyu," panggil Bunda lembut.

Bunda meraih tangan Junkyu dan menggenggamnya dengan penuh sayang. Junkyu melihat mata Bunda berkaca-kaca, hal tersebut membuat Junkyu tak kuasa menahan sesak di dadanya melihat Bunda yang sangat disayanginya sedang bersedih.

"Ayah Junkyu sangat baik hati, sayang." katanya. "Dia lelaki yang lembut, tampan dan berkuasa."

Junkyu membiarkan Bunda menyelesaikan ceritanya tanpa mau menginterupsi.

"Junkyu tau nggak? Satu hal yang membuat Junkyu sangat mirip dengan Ayah?" tanya Bunda sembari mengelus telapak tangan Junkyu yang dingin.

Bunda tersenyum manis melihat Junkyu menggelengkan kepala dengan wajah polosnya. Diusapnya kepala Junkyu dengan sayang, "Mata Junkyu yang menawan ini sangat mirip dengan Ayah." jawab Bunda dengan setitik air mata yang lolos dari pelupuk matanya.

Junkyu memang menyadari bahwa dia hanya mewarisi rambut berwarna coklat dan kulit putih bersih sang Bunda. Wajahnya dengan sang Bunda sama sekali tak ada miripnya. Tak pernah terlintas di benaknya bahwa matanya yang selama ini selalu dipuji orang-orang karena mempunyai warna yang indah merupakan turunan dari sang Ayah yang bahkan tak pernah ada dalam ingatannya.

"Udah sampai." ucap Wonwoo mengembalikan kesadaran Junkyu.

Ketiganya telah sampai di depan sebuah pondok tua yang hanya mampu menampung tidak lebih dari 20 orang. Pondok tersebut dihiasi sulur-sulur tanaman yang dapat membuat siapapun yang melintasinya bergidik ngeri karena nuansanya yang cukup mencekam.

Thisavrós (Treasure)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang