CHAPTER 01

10.5K 301 7
                                    

Sebagai anak seorang PNS dan juga pegawai swasta, tentu saja menurut orang lain akan berpikir mereka hidup enak. Tapi tidak untukku, Almeera Anindita, apalagi aku adalah anak kedua dari empat bersaudara. Jadi bisa dibayangkan betapa ramainya rumah kami, dan banyaknya kebutuhan kami.

Nasip ku berubah ketika aku berusia 16 tahun,ketika itu mungkin aku masih sekitar kelas 1 SMA. Aku berhasil menjadi seorang konten kreator, ya cuma A day in my life doang sih, tapi banyak sekali yang melihat dan mengikuti ku di salah satu platform terkenal, dan juga aku tak memperlihatkan wajahku, karena aku malu dilihat orang desa kalau mereka tau aku konten kreator.

Usiaku kini 19 tahun, dan aku sudah sukses. Aku sudah bisa membeli tanah dan sawah untuk ibuku, karena memang tanah yang kami tinggali bukan tanah milik kami, melainkan tanah milik adik-adik ibuku, karena ibuku hanya berstatus anak tiri, jadi ia tak mendapat bagian apapun.

Lalu membangun dua rumah untuk ibuku juga, ya tanah saja bukan milik kami, apalagi rumah bukan? Meski aku membangunnya dengan gaya adat rumah joglo, nyatanya ibuku sangat menyukainya, karena memiliki ruang luas. Lalu menghajikan mereka ayah dan ibuku, lalu membelikan masing-masing mobil untuk mereka, dan kami memiliki warung makan sederhana yang cukup ramai pembeli.

Aku juga memiliki rental mobil. Total aku punya 6 mobil untuk direntalkan, sedangkan aku punya 2 mobil pribadiku sendiri.

Tak sampai disitu, aku juga sekarang dapat mencapai kebahagiaanku, bisa membahagiakan ibu, ayah, kakak, dan adik-adikku.

Orang desa juga heran, padahal ibu dan ayahku hanya bekerja sebagai PNS dan juga pegawai swasta, kenapa di setiap tahunnya kami selalu membeli mobil?Ibuku selalu menjawab, ini semua berkat kuasa Allah yang mengabulkan doa kami.

Aku juga dapat memiliki teman sesama konten kreator lainnya, dan itu cukup menyenangkan.

Diusia ke 19 tahun ini aku juga sudah mencapai semua tujuan ku, kecuali menikah. Ya aku belum terlalu memikirkannya sih.

"Nduk, kamu digodain yo sama Yoyok?" Aku yang sedang mengedit kontenku pun menoleh, dan tersenyum tipis.

"Iya buk, cuma bercanda aja." Aku mempersilahkannya untuk duduk di sampingku.

"Kamu to nduk, cantik banget. Kamu sering to dilamar sama pemuda desa, kenapa ndaa ada seng mok terima?" Ibu mengelus rambut lurus dan panjangku.

Aku menghentikan acara mengeditku, dan tersenyum padanya. "Ndaa ada yang buat hatiku srek buk." Jawab ku jujur.

Ya memang sih.

Toh juga lelaki desa ini juga sekalinya ganteng eh malah duda.

"Yoyok kemarin bilang aku gini buk 'Dek Meera lho yang paling ayuu!' katanya gitu. Trus juga bilang gini, 'pacarku lho dek meera.' katanya gitu, aku ya cuma jawab pake senyuman aja bingung teh mau jawab apa." Kataku.

"Dia lho punya pacar buk." Lanjutku.

Ibuku sedikit terkejut,"Jangan sama dia nduk, punya pacar aja begitu, apalagi punya istri, ibu ndaa bisa banyangno kalo dia sudah punya garwa nanti."

Astaga ibuku ini cerewet sekali, kalo menyangkut putri-putrinya.

"Nggih buk, wong dia juga bukan tipenya aku."

***

Kali ini aku pergi ke pasar bersama ibuk, sebenarnya aku jarang sekali ke pasar, tapi aku sering masak. Kalian tahukan maksudku, suka masak tapi tak suka kepasar.

Aku hanya meringis melihat ibuku yang sedang tawar menawar kepada penjual, mungkin itu adalah hal yang lumrah untuk orang-orang. Tapi tidak untukku, aku paling tak suka menawar kepada penjual, karena takut penjualnya tak balik modal.

4. ISTRI MASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang