Bab 10 (I Hurt her)

15.9K 978 7
                                    

Kean Mahardika POV

" Aku melihatnya menangis untuk kesekian kali, dan lagi-lagi aku yang membuatnya menangis. Aku menyakiti hatinya tak bisa menjaganya."

Gheana : Kita perlu bicara

Aku : Aku ada janji malam ini, maaf tak bisa bertemu denganmu

Gheana : Aku benar-benar butuh bicara denganmu

Aku : Tak bisakah kita bicara di telfon?

Gheana : Tidak

Aku : Baiklah sayang, aku akan menemuimu di apartemenmu pukul sembilan. Maaf terlalu larut karena sudah kubilang aku ada janji. Aku mencintaimu.

Gheana : Aku tunggu. Aku juga mencintaimu

Aku mendesah karena aku benar-benar lelah dengan semua ini. Aku tak bisa bertemu dengan Gheana karena harus menemani Diana. Aku benar-benar seperti laki-laki bajingan yang mempermainkan dua hati perempuan.

Aku sungguh ingin mengakhiri hubunganku dengan Diana dan menjalin hubungan serius dengan Gheana namun setiap kali ingin mengakhiri hubunganku dengan Diana terbayang wajahnya yang sedih. Aku memang terlalu sering memanfaatkan Diana, ia benar-benar selalu ada dalam setiap aku membutuhkannya. Meski begitu aku tak bisa mencintainya dan aku tau aku benar-benar seorang yang tak tau diri.

Diana tersenyum padaku kemudian melambaikan tangannya padaku. Ketika jarak diantara kami sudah tak ada ia menggapit lenganku. Aku tersenyum tak berselera padanya, sungguh ingin aku katakan semuanya harus berakhir.

"Kita mau kemana?" tanyaku karena di telfon Diana tak ingin bilang kemana kami akan pergi. Ia tersenyum padaku kemudian bilang itu akan menjadi sebuah kejutan. Ah, Tuhan aku akan benar-benar bahagia jika aku mencintainya.

"Makan malam?" keningku berkerut ketika ia mengajakku kesebuah restaurant tempat biasa kami makan semasa kami kuliah. Ia mengangguk kemudian bilang ia masih menyiapkan beberapa kejutan untukku.

Kami duduk di kursi dekat jendela dengan pemandangan yang luar biasa menakjubkan. Pelayan yang sudah bisa melayani kami bahkan menyapa kami hangat seperti cemburu akan kedekatan kami yang sudah berlangsung lama. Aku benar-benar pria bodoh yang tak bisa mencintai Diana.

"Tutup mata kamu" ucap Diana sambil tersenyum membuatku mengerutkan kening karena perasaan bersalah kembali menggelanyuti hatiku.

"Ayolah Kean dengarkan aku kali ini saja" ia merajuk membuatku tak kuasa untuk tak mengikuti keinginannya. Aku menutup kedua mataku dan aku bisa mendengar Diana tengah bicara entah dengan siapa dengan suara super duper kecil berusaha agar aku tak mendengarnya.

"Buka mata kamu sayang" ucapnya manis membuat aku membuka kedua mataku dan aku benar-benar terkejut dengan apa yang aku lihat. Aku lupa bahwa ini sudah satu bulan semenjak kami setuju dengan perjodohan ini.

Aku masih ingat ucapan Diana saat aku dan ia sepakat menerima perjodohan ini. Ia bilang ia akan menjadikan hari ini sebagai hari jadi karena aku tak pernah menyatakan cintanya. Ia bilang dengan aku menerima perjodohan ini saja sudah membuatnya senang.

"Diana aku..." ucapanku di potong olehnya dengan senyuman miliknya.

"Ayo kita lihat apakah jam tangan itu cocok ditanganmu" ia mengambil jam dari kotaknya dan mengenakannya ditangan kananku, bahkan ia tau kebiasaanku mengenakan jam tangan di pergelangan tangan kanan.

"Diana maafkan aku" ucapku penuh sesal.

"Aku tau kamu lupa ini hari jadi kita tapi tak masalah selama kamu tetap ada disampingku" ia memelukku. Aku benar-benar merasa bersalah dengannya. Aku harus mengakhirinya.

"Diana" aku menggumamkan namanya masih ragu dengan apa yang akan aku lakukan. Aku tak mau perempuan yang sudah kuanggap saudariku ini menangis karena aku.

"Ya, sayang ada apa?" ucapnya penuh manja membuatku tak tega namun aku harus mengatakannya sebelum semuanya terlambat.

"Aku ingin mengakui sesuatu.." aku menghela napas belum berani melihat ekspresi wajahnya.

"Oh Kean aku tak mau mendengar itu aku tak mau" ia menjerit histeris seakan tau apa yang akan aku ucapkan. Aku menatapnya dan butiran air mata sudah berjatuhan di pipinya. Ah, aku rasa ia sudah mengetahuinya.

"Aku mohon Kean jangan tinggalkan aku, aku tak mau kau pergi dengan dia. Aku mohon Kean" ucap Diana sambil menangis histeris membuatku iba dan memeluknya dan berdusta akan terus berada disisinya.

***

Aku membuka pintu apartemen Gheana, ruangannya gelap namun aku tau ia menungguku disana. Aku menyalakan lampu dan melihatnya dengan mata sendu duduk di sofa menatap kosong TV di hadapannya. Aku berdehem pelan dan ia tersenyum padaku, senyum yang menyakitkan untukku.

"Hai akhirnya kau datang juga" ucapnya terlihat memaksakan diri untuk tersenyum dihadapanku. Aku tersenyum padanya kemudian memeluknya menuntunya untuk duduk disofa.

Tubuh kami masih saling berpelukan. Beberapa kali Gheana nampak merubah posisinya dan aku tau ia tengah menatap wajahku.

"Aku ingin tau kapan kamu akan memutuskan Diana?" tanyanya. Aku mendesah, aku tau ia tak ingin jadi selingkuhan atau orang kedua tapi sungguh aku belum bisa meninggalkan Diana terlebih ia histeris seperti tadi ketika aku hendak bicara.

"Apa kamu mencintaiku?" aku balik bertanya padanya membuatnya melepaskan pelukan. Aku tau ia marah.

"Kamu tau dengan jelas aku mencintaimu" ucapnya dan aku benar-benar melukai perasaannya.

"Bisa kamu menunggu lebih lama untukku?" tanyaku.

"Aku sudah menduga kamu akan berkata seperti itu. Dari awal aku hanya orang kedua bukan? Bukan prioritas utama kamu" nada bicaranya mulai meninggi dan aku berusaha memeluknya menenangkan amarahnya namun ia menolak pelukanku.

"Ayolah kamu tau hanya kamu yang ada dihatiku" ucapku lirih.

"Kalo begitu tentukan pilihan Kean, tak ada satu pun perempuan yang ingin menjadi orang kedua, menjadi perempuan simpanan, menjadi kekasih gelap. Tak ada satu perempuan pun yang mau Kean" ia menatap mataku dan ia mulai menangis. Oh damn dalam satu hari ini aku melukai dua orang perempuan. Aku benar-benar keparat.

"Aku tau aku yang mencuri hatimu darinya. Aku tau aku benar-benar tak tau diri mencuri hatimu dari Diana. Aku bahkan tak tau diri ingin memilikimu seutuhnya." Ia menagis tersedu-sedu hingga berjongkok di hadapanku. Aku ikut berjongkok dihadapannya dan mencoba mengahapus tangisnya namun tangisnya semakin menjadi-jadi.

"Aku jahat Kean, aku bukan perempuan baik-baik. Aku mencuri kamu dari Diana. Aku benar-benar perempuan jahat" ia menangis menatapku membuat hatiku benar-benar sakit. Aku yang membuatnya menjadi perempuan jahat. Aku yang membuatnya menangis. Aku yang membuatnya dalam keadaan tak menentu seperti ini. Aku yang membuatnya menjadi perempuan simpanan. Aku yang melukai hatinya dan aku yang egos karena tetap ingin disisinya selama-lamanya.

***

Wedding PlannerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang