Bab 13 (I Love Her)

15.9K 927 5
                                    

Kean Mahardika POV

" Aku benar-benar mencintainya, tak ada yang lain yang bisa menggantikan dirinya di hatiku. Aku rela melakukan apapun demi mendapatkan dirinya. Tapi akhirnya aku takan pernah mendapatkannya. Ia pantas bahagia dan yang membuatnya bahagia adalah melepaskannya."

Aku kembali melajukan mobilku kekantornya. Aku benar-benar tak sadar telah mengendarai mobil hingga kemari. Alam bawah sadarku yang mengantarku kemari dan aku benar-benar merindukannya.

Aku memutar ingatanku mengenai perkelahianku dengan Diana dan juga perkelahianku dengan Gheana. Aku telah melukai dua perempuan cantik. Aku tak tau harus berbuat apa, aku mencintai Gheana dan Diana begitu mencintaiku.

Dari awal pertemuanku dengan Gheana ia telah mencuri hatiku. Aku yang mengejar-ngejarnya hingga ia setuju dengan hubungan rahasia kami. Aku benar-benar melukai hatinya membuat ia merasa menjadi perempuan jahat karena merebutku dari Diana.

Aku kira bisa memutuskan Diana dan menjalih hubungan yang serius dengan Gheana, ternyata dugaanku salah. Diana benar-benar mencintaiku hingga tak ingin aku meninggalkannya sehingga aku tak bisa bersama dengan Gheana.

Aku melihat sebuah mobil didalamannya ada Gheana, perempuan yang aku cintai. Ia tak sendiri melainkan dengan laki-laki lain yang kukenal adalah atasannya dan juga temanku. Ia tampak bahagia dengan senyum yang merekah di wajahnya. Meski aku tak tau apa yang mereka bicarakan mereka benar-benar tampak begitu nyaman satu sama lain.

***

Aku lagi-lagi kemari ingin melihat wajahnya meski tak berniat menampakan wajahku dihadapannya. Bagiku melihatnya sebuah kebahagian tersendiri bagiku. Kali ini ia tengah berdiri di lobby kantornya. Nampaknya ia tengah menunggu seseorang dan benar saja seorang laki-laki bernama Adrian yang merupakan atasan yang kemarin malam mengantarnya pulang menemuinya.

Mereka tampak akrab, Adrian bahkan dengan baik memperlakukan Gheana seakan perempuan disampingnya itu adalah orang yang dicintainya. Ah, aku berpirkir terlalu jauh mana mungkin Adrian mencintai Gheana. Tapi bukankah cinta tak tau batas. Seperti aku yang mencintai Gheana tanpa tau diri bahwa aku akan menikah.

Bicara mengenai pernikahan sudah tiga hari aku tak bertemu dan berkomunikasi dengan Diana. Aku tak ingin menyakiti hatinya meski aku tau bahwa aku sudah melukai hatinya. Aku benar-benar tak tau harus bagaimana dengan nasib rencana pernikahan kami. Aku telah bilang ke ibunya Diana bahwa aku tak mencintai anaknya dan responya mengejutkan. Ibu Diana nampak memahami posisiku bahkan ia bilang akan mencoba membuat Diana mengerti bahwa cinta tak bisa dipaksakan. Tapi melihat Diana yang tak begitu histeris kemarin membuatku merasa benar-benar jahat.

Aku sepertinya harus membuat semuanya kembali kejalan yang benar. Aku sendiri masih ragu dengan pilihanku tapi waktu terus berlalu. Aku juga tau Diana butuh kepastian.

***

Malam ini aku harus pergi kesebuah pesta sahabatku yang baru saja menikah. Aku sebenarnya enggan pergi tapi demi menghormati undangan yang diberikan sahabatku aku rela pergi. Meski sendiri dan ditemani seornag pasangan.

Aku melihatnya tengah menggenggam tangan Adrian. Ia begitu cantik dengan gaun berwarna putih gading yang melekat di tubuhnya. Ia bahkan menggunakan make up meski aku tau ia tak suka mengenakannya. Sepertinya ia benar-benar telah melupakanku.

"Hai Kean" aku menoleh dan menemukan Adrian dengan Gheana yang mengapit lengannya. Gheana tampak sekali canggung dengan pertemuan kami sedangkan Adrian tampak bangga bisa ditemani perempuan yang aku cinta.

"Kalian datang bersama?" tanyaku penasaran.

"Ah ya gue gak punya pasangan untuk menemenin gue kesini jadi gue minta Gheana menemenin gue dan ia setuju jadi gue bawa dia kesini" ucap Adrian dengan wajah penuh senyum karena Gheana mau menemaninya. Aku hanya mengangguk sebagai respon atas jawaban dari mereka.

"Kalian tampak serasi" entah kenapa kata-kata itu meluncur dari mulutku.

"Ah terimakasih Kean, gue juga lagi mengejar cinta Gheana yang masih malu-malu" ia menegdipkan sebelah matanya sementara Gheana tersipu malu dengan wajah memerah.

Mendengarnya bena-benar membuatku marah. Ia perempuan yang aku cintai dan seharusnya ia kemari bersamaku bukan bersama Adrian. Ah, aku benar-benar lupa aku tak punya hak akan perempuan itu. Ia benar-benar bebas berdekatan dengan laki-laki manapun.

Aku sepertinya benar-benar harus melepaskannya. Aku sudah melihatnya dengan kepalaku sendiri betapa mereka begitu cocok dan terlihat bahagia. Ia juga sudah berulang kali bilang padaku ia benar-benar tak nyaman dengan hubungan kami. Aku memang harus melepasnya namun rasanya benar-benar sulit. Setengah hatiku berkata untuk tak melepaskannya meski begitu aku harus melepaskannya. Ini demi kebahagiannya.

***

Wedding PlannerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang