Hari kemudian berganti, di pagi hari dengan suasana tenang dan cerah menyapa Sendu yang sedang tertidur. Dirinya terbangun dan mempersiapkan untuk pergi ke Sekolah. Setelah semuanya siap, ia menuruni tangga untuk ke ruang makan. Lagi dan lagi, bekalnya adalah Udang. Ia mempunyai riwayat alergi terhadap seafood dan keluarganya sudah mengetahui namun bersikap acuh tak acuh.
Pada akhirnya, Sendu tetap mengambil bekal makanan tersebut yang sudah di siapkan oleh ibunya. Jarak antara rumah dan Sekolah tak terlalu jauh jadi Sendu bisa berjalan kaki sementara adiknya di antar oleh Gerald dan Ranya. Ia kemudian memasuki gerbang Sekolah dan ke kelas untuk menaruh tas lalu di lanjut berjalan ke kelas delapan untuk mengambil catatan miliknya.
Wanabumi sudah duduk manis di kursi dengan buku catatan di atas meja. Ketika Sendu datang, ia segera mengambil catatan tersebut dan menyerahkannya kepada si gadis penjaga hati Wanabumi.
"Buku ku engga Kakak buka, kan?" Sendu mengambil buku catatan miliknya dan bertanya untuk memastikan. Wanabumi hanya tersenyum sekilas lalu menjawab pertanyaannya,
"Gak Gue buka, lain kali lebih teliti, ya. Sayang banget kalau sudah cantik tapi ceroboh." Dirinya menjawab pertanyaan tersebut lalu mengelus kepala Sendu yang hari ini rambutnya di kepang dua dengan pita di akhir kepangan tersebut. Terlihat gemas dan cocok.
"Oh, ya. Panggil Gue senyaman Lo aja, jangan panggil dengan embel-embel Kakak, kesannya kita terlalu canggung." Ucap Wanabumi lalu berjalan keluar kelas untuk ke Ruang OSIS karena persiapan untuk classmeeting nanti. Sendu tersipu malu ketika mendapat elusan pada bagian kepala, ia merasa di sayangi.
Sendu kembali ke kelasnya dan menyimak pelajaran yang terjadwal. Seorang Guru Matematika memasuki kelas dan seluruh siswa memberikan salam. Yuriko si Guru Matematika menaruh tas nya di atas meja dan mengeluarkan selembaran kertas.
"Hari ini kita ulangan harian Matematika, ya. Materinya sama, kok." Kemudian para murid di berikan kertas ulangan oleh Bendahara kelas. Mereka menulis sesuai apa yang harus di tulis di kertas ulangan tersebut lalu soal ulangan harian Matematika di catat melalui dikte. Yuriko mendiktekan soal hingga soal nomor dua puluh.
Semua siswa mengerjakan sesuai dengan kemampuannya, suasana di kelas terlihat hening tanpa ada yang mencontek. Hingga jarum jam dinding menunjukkan pukul sembilan, kertas ulangan harian tersebut kemudian di serahkan ber baris ke meja Guru. Setelah semuanya terkumpul, Yuriko memeriksa dan menyebut nama siswa ketika sudah selesai memeriksa soal siswa tersebut dan memberinya nilai.
"Nak, ini ada tugas dari Guru IPA kalian untuk membuat kelompok, masing-masing kelompok membawa air, garam satu bungkus, gelas, dan sendok." Yuriko memberitahukan tugas dari Guru IPA mereka yang sepertinya para murid akan melakukan praktek di laboratorium Sekolah. Kemudian ia melanjutkan memeriksa ulangan hariannya.
Sampai ketika nama Sendu Aurellia di panggil untuk mengambil kertas ulangan harian yang telah di beri nilai, ia berjalan menuju meja Yuriko dengan harapan mendapat nilai terbaik. Sendu mengambil kertas tersebut lalu balik kembali ke kursinya dan melihat nilainya.
"sembilan lima ..." Bahu Sendu menurun tiga sentimeter, rasanya jantungnya deg-degan ketika melihat nilai itu. Ia memang lelah untuk tuntutan nilai, tetapi Sendu sama sekali tidak bisa membantah. Di antara murid di kelas, hanya Sendu yang sedih ketika mendapat nilai sembilan. Terkadang, tuntutan nilai yang di berikan orangtua-lah yang membuat anaknya stress.
Pikirannya kacau balau, namun sebisa mungkin tidak memperlihatkannya karena dirinya merasa jika ia terlalu melankolis dan haus validasi. Ia ingin seperti anak anak yang lainnya, tidak mendapat tuntutan apapun dan mendapat hak yang tercukupi. Rasanya iri ketika temannya mendapat nilai di bawah Sendu dan orangtua mereka tetap mendukung tanpa harus menyakiti mental anaknya.
"Lo ... Dapat tuntutan, ya?" Raven menyadari teman sebangkunya terlihat tidak bahagia seperti kemarin. Ia memang peka terhadap perbedaan di lingkungan sekitarnya. Raven kemudian memeluk Sendu untuk menyalurkan rasa sedihnya sehingga temannya itu tidak harus berpura-pura baik-baik saja.
"Gue takut kalau ekspektasi Ibu dan Ayah gak bisa terpenuhi, Ven." Sebisa mungkin Sendu menahan air matanya yang mungkin saja akan membuat dirinya lebih menyedihkan. Gadis yang terlihat polos itu ternyata memiliki banyak beban yang orang lain tidak tahu. Pelukan yang di berikan Raven memang sederhana, tetapi dapat membuat Sendu terobati.
"Rel, ga semua ekspektasi orang harus Lo yang penuhi. Kehidupan Lo milik Lo sendiri bukan kayak boneka yang diatur sama mereka. Bahkan, ketika Lo jatuh, ada kah dari mereka yang menaruh beban itu membantu Lo?" Pertanyaan Raven hanya di beri gelengan kepala oleh Sendu. Sendu merasa jika di Sekolah Menengah Pertamanya ia dapat di perlakukan baik daripada yang sebelumnya.
Sendu kemudian berterimakasih kepada Raven karena telah berusaha menenangkannya di saat sekeliling Sendu hanya dapat memberikan luka.
"Aurel? Kenapa?" Salah seorang teman sekelas Sendu teralihkan perhatiannya, Frisca. Ia kemudian mengambil satu batang cokelat berukuran tak terlalu besar lalu Frisca memberikannya kepada Sendu.
"Ini cokelat dari Mamah, Gue masih ada banyak di tas. Jangan sedih terus, ya?" Frisca kemudian memberikan elusan pada kepala Sendu.
Kemudian Frisca kembali duduk di kursinya.To Be Continued ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Ini Kita, Bukan Mereka
FanficHanya tentang aku dan kamu yang selalu ku harapkan dapat menjadi kita. Deretan kenangan berharga yang selalu ku ukir dalam lubuk hatiku, ku ingat selalu. Bukan tentang siapa aku dan siapa kamu, memori kita berdua terlalu berharga jika ditinggalkan b...