PAGE 54

36.7K 3.2K 86
                                    

Irish baru saja pulang kuliah saat Luna menyuruhnya bersiap-siap. Hari ini adalah ulang tahun pernikahan orang tuanya. Meski malas dan sebenarnya lelah, Irish terpaksa menurut. Ia sekarang duduk berdua dengan ayahnya karena Luna sedang ke toilet dan Irene ikut bersamanya.

"Kamu ayah perhatiin akhir-akhir ini banyak diam." Ucap Kavindra. Luna dan Irene juga beberapa kali mengadukan itu padanya.

"Enggak kok" jawab Irish cuek sembari membolak-balikkan buku menu di hadapannya.

"Kalau ada masalah cerita, jangan diem aja." Yah..sebenarnya Irish tidak seperti Irene yang selalu terbuka kepada Luna dan Kavindra, yang bahkan berani bercerita kalau ada anak laki-laki yang ia sukai di sekolahnya, Irish juga tidak seperti Ivory yang memang kalau ada masalah selalu minta saran dan pendapat kedua orang tua mereka.

Irish kebanyakan memendam dan menyelesaikan masalahnya sendiri sedari dulu.

"Jangan bikin orang tua khawatir, ibu cerita katanya kemarin malem kamu nangis." Irish dalam hati mengumpat. Mungkin ia lupa mengunci kamarnya di malam hari saat ia menangis setelah pembicaraannya dengan Balthazar.

Ia tidak mengerti apa yang patut di tangisi dari sana selain kebodohannya yang tidak terkendali waktu itu. Irish sudah memikirkannya matang-matang, dan ia pun mengakui, bahwa meski hatinya sempat jatuh pada Balthazar dan segala caranya meluluhkan dan memperlakukan dirinya dulu, jatuh cinta dan menjalin hubungan apapun dengan pria itu adalah sebuah hal yang salah.

Terlalu banyak hal yang dilakukan Balthazar di masa lalu yang rasanya tidak akan mampu Irish lupakan, hiraukan, atau sampingkan demi rasa terlenanya pada Balthazar. Pria itu akan ia ingat untuk seumur hidup bahwa Irish pernah menderita karenanya.

Balthazar harusnya tidak serakah dengan meminta lebih dari sekedar maaf, apalagi caranya yang datang seolah tidak punya masalah, tidak tau diri, seperti apa yang ia lakukan dulu tidak berdampak apapun. Irish benci padanya meski itu tidak baik dan seharusnya memang begitu. Ia bukan manusia suci, ia sudah memaafkan. Namun untuk memberi lebih, Irish tidak boleh.

"Itu..aku nangis nonton drama" ucap Irish, orang tuanya tidak usahlah tau bahwa ia menangis untuk Balthazar.

"Kamu berantem sama Altha?" Irish menggeleng cepat. Beruntungnya, semesta seolah mendukung niatnya dengan tidak menampakkan Balthazar dimana pun, tidak ada bunga, tidak ada surat, Irish masih memblokir seluruh aksesnya, dan ia tidak tau kabar selanjutnya. Dan itu sudah benar.

"Ayah, aku sama Altha enggak ada hubungan apa-apa. Dan aku minta tolong untuk enggak usah bahas dia, bisa kan?" Kavindra sejenak terdiam. Ia mungkin memang ayah yang tegas dan tidak segan memarahi anak-anaknya ketika mereka memang salah. Termasuk juga Irish. Namun di usianya yang sekarang, Irish rasanya sudah tidak layak untuk ia dikte. Irish seharusnya sudah bisa menentukan keputusannya sendiri. Dimana dalam lingkar masalahnya di usia dewasa itu, tidak semuanya dapat Kavindra masuki dan ikut campur disana. Ia bukan ingin menjadi tidak peduli, tapi ada kalanya memang anak-anaknya butuh ruang pribadi untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri. Termasuk Irish, yang telah Kavindra pahami bahwa ia tidak nyaman masalahnya di campuri.

"Yaudah, yang penting kamu baik-baik aja. Itu cukup buat ayah" ucap Kavindra mengelus lembut rambut Irish yang tergerai. Mereka memesan makanan tak lama setelah Luna dan Irene kembali.

Namun makan malam yang seharusnya tidak lama itu malah jadi lama dan membosankan karena Kavindra dan Luna tidak sengaja bertemu temannya. Irish sudah ingin pulang dan mengerjakan tugasnya demi membuat otaknya tidak terus memikirkan masalah hidupnya yang rumit ini, maka ia meminta izin pada Kavindra dan Luna untuk pulang duluan. Tadinya ia mengajak Irene tapi dia bilang belum mau pulang.

WE NEED TO TALKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang