PAGE 55

41.2K 3.3K 113
                                    

Rish, pulang kampus ke kafe biasa ya?

Gue sama Yuki mau ketemu. Udah lama kita gak ngobrol.

Lo harus mau! Awas kalo enggak mau!

Irish geleng-geleng kepala membaca pesan Sita. Tidak dia balas, Irish hanya lekas menuju mobilnya terparkir setelah semua urusan kampusnya selesai hari ini.

Kafe yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah Irish sebenarnya, mereka sering kesana jika ingin bertemu dan mengobrol. Irish sampai lebih dulu dan dengan kesal karena Sita yang memaksanya ternyata belum datang.

Gue udah di kafe, lo dimana?

Irish memesan coklat panas seperti biasa, juga memesan kue sebagai pengganjal perut menunggu Sita dan Yuki.

Yuki minta di jemput, gue udah di jalan kok.

Tungguin ya, macet. Ada kecelakaan

Irish hanya menjawab Ok, ia mengeluarkan laptopnya. Ingin mencicil mengerjakan tugasnya yang tidak berkesudahan itu. Ada tugas dari pak Daniel yang meski deadline-nya masih lama. Namun sudah Irish berusaha selesaikan agar sempurna. Pak Daniel itu, selain kejam dan tidak punya hati, juga selalu menuntut tugas para anak didiknya sempurna. Dia seolah tidak mau tau bahwa kesempurnaan bukan milik manusia.

Irish baru akan mencicipi coklat panas pesanannya saat tau-tau saja Freya muncul dan duduk di hadapannya. Tidak ada senyum ramah seperti biasanya ketika mereka bertemu dulu, tidak ada sapaan. Ia hanya langsung duduk menatap Irish yang kini di landa bingung.

Kesurupan kah dia?

"Sebenarnya gue bingung mau ketemu sama lo tapi gue enggak punya kontak lo" Irish mengangkat sebelah alisnya. Menyesal rasanya duduk di kafe ini. Ada apa ini semesta?!! Kenapa terus saja mempertemukannya dengan orang-orang yang ia tidak suka?!

"Emang kita ada urusan?" Irish bertanya datar. Jawabannya harusnya adalah tidak. Mereka tidak ada urusan, tidak sejak Irish pindah sekolah.

Freya di depannya nampak gugup, Irish lihat beberapa kali ia menelan ludah dengan pandangannya yang menunduk.

"Gue tau ini udah sangat terlambat Irish. Selama ini gue enggak bilang bukan karena gue enggak berfikir itu harus, gue juga bukan lupa. Tapi gue tau betul lo enggak akan memaafkan, jadi buat apa juga gue bahas lagi?" Irish tersenyum sinis. Manusia seperti Freya yang tidak punya rasa bersalah. Berfikir tidak perlu meminta maaf karena sudah lama waktu terlewat. Wow, Irish kagum dengan cara pikirnya.

"Sudah lama waktu terlewat, selain itu lo juga enggak merasa bersalah. Begitu kan?" Freya diam lagi, kalau dia di posisi Irish. Belum tentu ia akan duduk tenang seperti dia sekarang. Bisa jadi ia akan maju dan memaki tepat di depan wajahnya. Makanya Freya agak takjub, Irish bahkan tidak pernah menunjukkan rasa terluka dan dendamnya.

"Gue baca surat dari mas Altha waktu itu"

"Enggak sopan" balas Irish, ia membereskan barangnya segera. Enggan sekali dia berlama-lama dan membahas itu-itu terus.

"Irish, lo harus tau." Freya menahan dan menghalangi pergerakan Irish yang hendak meninggalkan meja nya.

"Apa? Lo sendiri kan yang bilang kalau ini udah lama, kemana lo selama ini? Kenapa baru sekarang di bahas?" Irish ingin meninggikan suaranya, namun kafe sedang sangat ramai dan Irish tidak ingin jadi pusat perhatian.

"Iya, dengerin gue dulu." Irish menghela nafasnya secara kasar. Kembali duduk di tempatnya menatap Freya dengan kesal.

"Surat itu isinya permintaan maaf mas Altha dan kejadian sebenarnya. Dia juga salah paham. Gue enggak berniat belain dia dan surat itu sebenarnya bukan tujuan gue." Irish kembali memaki Balthazar dalam hati. Dasar pengecut, minta maaf saja harus pakai surat.

WE NEED TO TALKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang