PAGE 66

37.9K 3.7K 216
                                    

( dua bab terakhir tersisa, untuk kalian yang sabar dan mau kembali setelah di tinggal lama, saya ucapkan terimakasih.)






Pukul lima sore, Balthazar yang baru saja pulang bekerja menyempatkan diri menemui Irish seperti biasanya dan tidak pernah absen beberapa bulan ini.

Irish yang beberapa bulan belakangan ini mengaku pusing juga jarang keluar rumah karena terjebak skripsi. Irish selalu menolak ajakannya juga jarang membalas pesan dan mengangkat teleponnya. Balthazar akan maklum karena memang mengerjakan skripsi adalah sesuatu hal yang sulit. Tapi ia juga lama-lama gerah sendiri karena diabaikan Irish meskipun gadis itu mungkin tidak sengaja.

Pintu dibuka oleh Irene yang masih mengenakan seragam sekolah, anak SMA itu menyambut Balthazar dengan senyumnya yang agak sedikit mirip dengan Irish.

"Irish mana?" Tanyanya, Balthazar membawa banyak mochi kesukaan Irish dan Irene, dimana Irene langsung mengambilnya dan membuka pintu lebar-lebar.

"Ada di taman, kak aku boleh nanya gak?" Balthazar mengernyit, tidak biasanya Irene memasang wajah serius begini di depannya.

"Kenapa?"

"Ngerjain skripsi emang susah banget ya? Kak Irish udah dua kali loh nangis perhari ini, kayaknya susah banget ya?" Irene sampai takut kuliah melihat betapa frustasinya Irish belakangan ini. Kakak keduanya itu bahkan jadi jarang makan karena sudah sibuk duluan

Katanya tidak sempat, waktu yang ada dia manfaatkan untuk mengerjakan skripsinya. Padahal bagi Irene, percuma skripsi selesai kalau asam lambung naik. Nanti bukannya wisuda malah harus kerumah sakit.

Balthazar tertawa, ia pikir pertanyaan berat apa kiranya yang ingin Irene tanyakan.

"Iya emang susah, tapi kalau kita berusaha apa sih yang gak jadi?" Jawaban itu terdengar lebih baik untuk diterima Irene sebagai anak SMA. Karena jujur saja, bagi Balthazar sendiri pun. Kuliah itu tidak mudah, ia juga dulu berdarah-darah demi gelarnya sekarang ini.

"Kak Irishnya dimana sekarang?"

"Ada di taman, paling masih nangis."

Balthazar menuju taman, orang tua Irish sedang tidak dirumah. Tapi tenang, karena Balthazar sudah izin Kavindra sebelum kemari.

Irish melihat kedatangan Balthazar, ia hanya menoleh sekilas juga diam saja ketika pria itu mengecup puncak kepala juga bahunya dan mengambil duduk di samping Irish.

"Udah sampe mana sayang?" Tanya Balthazar lembut dan dengan hati-hati. Irish akhir-akhir ini menjadi sensitif dan mudah emosi sejak masuk proses pengerjaan skripsi. Balthazar bukan tidak membantu, ia memberi Irish banyak refrensi, mengoreksi beberapa hal, bahkan judul skripsinya saja atas usul Balthazar.

Tapi wanita mana yang mau peduli itu kalau sudah terlanjur sebal duluan?

"Gak usah kayak pak Alshad deh! Nanya mulu udah sampe mana" Jawab Irish ketus menyebut nama dosennya. Irish beberapa hari lalu bercerita dengan sedih bercampur panik, bahwa tahun ini adalah tahun terakhir pak Alshad mengajar dan menjabat sebagai dosen. Itu juga yang membuat Irish kelimpungan untuk menyelesaikan skripsinya segera. Karena mengganti dosen pembimbing sama saja dengan mengerjakan skripsi dari awal. Bisa gila Irish kalau begitu

"Coba sini saya liat" Irish membiarkan laptopnya diambil Balthazar. Pria itu memang memperbaiki apapun yang di rasanya masih belum pas, menambahkan apapun yang dirasa kurang, mengurangi apa yang dirasanya berlebihan, juga memberitahu Irish apa saja kekurangan skripsinya. Seperti yang sekarang sedang dia lakukan, dua jam mereka habiskan untuk meninjau ulang skripsi Irish yang selalu Balthazar semogakan agar cepat rampung. Karena lebih lama skripsi itu selesai, maka akan lama pula Balthazar memiliki Irish dalam artian sebenarnya dan secara resmi. Ini saja, Balthazar sudah sangat bersabar, ia tidak mau menunggu lebih lama lagi sebenarnya. Namun mendesak dan mengekang Irish untuk segera juga bukan pilihan bagus.

"Gak papa, semangat ya? Bentar lagi kelar itu." Balthazar mengusap kepala Irish yang nampak lesu. Irene tidak bercanda, Irish memang nangis sewaktu dia datang tadi.

"Kalo gak lulus tahun ini__

"Lulus, kata siapa gak lulus?" Balthazar memotong cepat, kalau pun tidak lulus rencana tidak akan berubah atau bergeser, mereka akan tetap menikah secepatnya. Siapa yang berani menghambatnya akan berhadapan dengannya.

"Kata aku!" Irish menjawab nyolot, sebenarnya ia juga sempat merasa terbebani karena Balthazar berharap skripsinya selesai tahun ini juga. Orang tuanya pasti tidak akan marah dan memang akan mengerti, sudah Irish pastikan itu. Tapi Balthazar yang kukuh ingin menikah setelah skripsinya rampung membuatnya agak kepikiran.

"Pasti lulus sayang, usaha kamu gak bakalan sia-sia." Balthazar juga sering menemani Irish begadang melalui panggilan video. Tidak peduli tubuhnya juga butuh istirahat, Balthazar janji itu akan terbayar nanti setelah mereka menikah.

"Kalau kita gak nikah___

"Nikah, pastilah nikah. Udah gak usah mikir macem-macem." Balthazar memotong lagi, mengambil alih lagi laptop Irish dan memeriksanya sekali lagi. Dalam skripsi itu, typo dua huruf saja bisa jadi masalah.

"Tapi capek" Irish merengek, menenggelamkan kepalanya pada lengan Balthazar yang masih di balut kemeja.

"Iya capek, namanya juga berusaha. Gak pasti langsung jadi" Balthazar menarik Irish dalam pelukannya, memberi dukungan agar Irish tidak menyerah. Ayolah, masih banyak ujian hidup yang lain yang mungkin lebih berat. Payah kalau Irish malah menyerah duluan di skripsinya.

"Nanti kalau skripsi kamu beres, lulus, wisuda, saya kasih hadiah." Irish yang tadinya sudah nyaman di pelukan Balthazar langsung menegakkan posisinya kembali

"Apa?"

"Kalau sekarang masih rahasia" Irish mencebik, inilah yang menjadi motivasinya. Luna juga sudah menyediakan hadiah untuk Irish kalau skripsinya beres, Ivory juga janji akan membawanya jalan-jalan kalau skripsinya beres, hal-hal kecil begitu saja sebenarnya sudah mampu membuatnya semangat kembali.

"Mending sekarang kamu pikirin minggu depan mau pake baju apa" Ucap Balthazar lalu menutup laptop Irish. Cukup untuk hari ini, perempuan yang dia sayangi alias Irish-, bisa lelah kalau terus-terusan menatap laptop untuk durasi waktu yang lama.

"Mau kemana emang?" Balthazar mengeluarkan sebuah undangan pernikahan, sampulnya berwarna putih dan mewah. Irish menerimanya dengan ekspresi bingung

Daniel Putra Lazuardi & Priska Breanna.

Irish melotot, Daniel Putra Lazuardi? Daniel? Pak Daniel?!

Balthazar tertawa melihat ekspresi kaget Irish, lucu sekali sampai Balthazar mendekat demi mengecup pipinya sekali.

"Pak Daniel nikah? Serius?" Titisan Lucifer itu menikah? Perempuan sial mana yang akhirnya mau hidup bersamanya?

"Kenapa sih? Kok kaget?" Walaupun Balthazar sendiri juga sempat kaget dan tidak percaya. Ia menuduh Daniel bohong sampai pria itu kesal, ia menuduh Daniel menghamili anak orang hingga ia menampar pipinya karena merasa difitnah.

Proses itu lumayan cepat, dan Daniel juga tidak pernah bercerita kalau ternyata dia sedang dekat dengan perempuan.

Mana mungkin dia tidak shock karena tiba-tiba Daniel melempar undangan ke wajahnya?

"Ini serius? Minggu depan?" Balthazar mengangguk, Irish kira selama ini pak Daniel tidak tertarik pada wanita loh.

"Priska itu katanya teman dia waktu kecil, karena sama-sama gak punya pasangan dan orang tua mereka udah desak buat nikah, ya mereka di jodohin aja." Itu yang Balthazar dengar dari Daniel setelah ia paksa untuk bercerita.

Irish mau datang, ia harus datang. Irish mau melihat bagaimana rupa seorang wanita yang harus mau menghabiskan seumur hidupnya untuk pak Daniel. Harus pokoknya!










NOTE ; Untuk segala typo yang bertebaran, untuk segala mis yang saya gak sadar dan kurang teliti, untuk segala kurangnya, saya sebagai penulis cerita ini memohon maaf yang sebesar-besarnya. Kalau ada dari kalian yang enggak berkenan dan enggak suka, bilang aja, saya bersedia hapus we need to talk dari wattpad kok, tenang aja.

WE NEED TO TALKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang