Prolog.

113 19 3
                                    

Boboiboy bersimpuh. Rasa sakit mendera badan, dia sudah tidak kuat. Tau sekali ajalnya sudah mendekat, jam kuasa bersinar. Mata Boboiboy menyendu, melihat kini hanya tertinggal 6 elemen disana.

Teman-temannya telah tiada, hanya dia yang tersisa. Tuanku Putri masih terbaring tak berdaya, paralahan dia merangkak. Menuju wanita dari planet Windara itu dengan suara tulang bergesekan yang mampu ia dengar datang dari badan.

"Tu-tuanku Putri.." Bibir Boboiboy gemetar hanya untuk mengucapkan dua kata.

Tuanku Putri tersenyum tipis, tangannya melepaskan jam kuasa di tangan kanan yang bersinar biru. "A-ambil l-lah." Tangannya jatuh lunglai, mata cantik itu kini terpejam erat. Tak terdengar lagi deru jantung dan napas dari Tuanku Putri.

Air mata Boboiboy jatuh membasahi pipi, tangannya menggenggam erat jam tangan ber-elemen angin. Matanya kini terasa berat, jam kuasa mulai bersinar redup. Angin dari tanah gersang planet Windara membuat Boboiboy sulit untuk sekedar bernafas. Perang telah berakhir, Rettaka yang dibangkitkan oleh Kaisar Reramos berhasil mereka kalahkan. Dengan pengorbanan nyawa teman-temannya, nyawa sang power spera, juga nyawa pemilik planet Windara. Tuanku Putri.

Keputusan Boboiboy menyerahkan kuasa Beliung menjadi bumerang, elemen yang telah menjadi kekuatan terkuat itu kian memberontak setelah diberikan kepada Tuanku Putri. Dia menolak, menolak menjadi wujud baru. Bak pedang bermata dua, Beliung memang menjadi senjata terkuat melawan Rettaka namun menjadi alasan kekalahan mereka juga. Terlebih saat diserahkan kembali ditengah berperang elemen itu tak mau lagi bekerja sama dengan Boboiboy, sebagai pemilik elemen Boboiboy tau. Taufan telah kecewa.

Kekecewaan yang begitu besar sehingga ketika Boboiboy mengeluarkan kekuatan terkuatnya yaitu membelah diri menjadi tujuh, Taufan tetap tidak muncul. Memilih berdiam diri.

"Maafkan aku." Boboiboy berucap sembari melihat jam tangan berwarna biru di genggamannya. "Aku mengecewakanmu, membuangmu, manganggap itu semua yang terbaik untuk kita semua."

Napasnya semakin tercekat, suaranya memberat. "Aku sering merasa kesepian, meski Yaya, Fang, Ying, dan Gopal, selalu bersamaku tetap saja aku merasa kesepian. Hanya ketika membelah diri menjadi tujuh aku merasa bahagia, seperti memiliki keluarga. Bukan hanya Atok saja, kalian sudah seperti saudaraku."

Keenam cahaya bersinar di jam kuasa, hanya jam tangan yang ia genggam lah yang tak bersua.

Boboiboy tersenyum tipis. "Aku berdoa, semoga jika memang kehidupan kedua itu ada aku ingin kita menjadi saudara. Kita bertujuh. Ah, apakah delapan termasuk denganku? Tidak, aku hanya ingin tujuh. Halilintar, Taufan, Gempa, Api, Air, Daun, dan Solar. Aku harap kita menjadi saudara."

Napasnya melemah hingga tidak tersisa lagi, tangan yang menggenggam jam tangan kuasa berwarna biru jatuh lunglai ke tanah gersang. Sementara keenam elemen bercahaya, mulai terbang keluar dari jam kuasa. Terbang menuju langit, menciptakan Aurora.

Yang tersisa hanya elemen dalam jam tangan biru itu, bercahaya redup.

"Aku harap kita bisa menjadi saudara."

Sembagi Arutala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang