1. Welcome.

116 18 7
                                    

10 Tahun kemudian.

Stadion pekak oleh teriakan dan tepuk tangan, masing-masing meneriakkan nama sekolah yang mereka dukung. Tak terkecuali Taufan. Pemuda berumur 17 tahun itu berteriak nyaring ketika temannya berhasil mencetak angka dengan smashnya.

"Hinataaaa!!" Taufan berteriak nyaring sambil bertepuk tangan, disebelahnya berdiri pemuda sebaya dengannya berambut merah. Reki namanya- Reki Kyan. "Reki!"

"Ha?" Reki terlihat kebingungan.

"Kalau Hinata- chan, menang. Berarti dia akan masuk pertandingan nasional kan?"

"Ya, harusnya begitu." Reki agak tidak yakin, terlihat sekali Hinata Shouyo. Teman mereka itu kesusahan melawan Ushijima Wakatoshi, pemain kidal dari sekolah Shiratorizawa. Pertandingan sudah sampai set ketiga. Shiratorizawa hanya perlu satu poin lagi untuk menang, set poin namanya.

"Kalau begitu Hinata- chan pasti akan menang!" Mata biru laut itu bersinar penuh kepercayaan, tidak ada keraguan sedikitpun dalam ucapannya.

Reki terdiam, kemudian bibirnya di tarik membentuk sebuah senyuman. "Kau ini kejam sekali ya."

"Are??"

"Tidak, abaikan saja. Aku hanya merancau." Reki menggeleng menolak menjelaskan, Taufan mengangkat bahu tidak peduli kembali dengan semangat bertepuk tangan saat Karasuno berhasil kembali mencetak angka menyebabkan deuce. "Kepercayaan mutlak seperti itu sangat kejam." Gumam Raki.

Taufan tidak dapat mendengar karena suara Raki terlalu kecil, ditengah sorakan bahagia pendukung Karasuno yang berhasil memenangkan pertandingan melawan Shiratorizawa. Para pemain Karasuno di lapangan langsung berteriak bahagia menyerbu tiga bintang dalam permainan kali ini, Hinata Shouyo mendongak menatap langit Stadion.

"Hinataaaa!!"

Taufan bertepuk tangan riuh, Reki pun sama. Tidak disangka Karasuno akan menang, Reki bukan Taufan. Dia tidak bisa percaya tanpa syarat bahwa seseorang akan menang dalam voli. Meski kalah tinggi, kurang pengalaman, dan hanya mengandalkan insting juga lompatan.

Hinata berkumpul bersama timnya, mengucapkan terimakasih pada lawan pun bersalaman. Saat giliran berterimakasih pada para pendukung Hinata melambai ceria pada Taufan dan Reki. Memberi isyarat bahwa dia menang dengan bangga.

"Arigatōgozaimashita!" Semua pemain Karasuno serempak menunduk 60 derajat. Hinata tersenyum sumringah, meski kaki hendak patah ketika berjalan rasa bahagia dihati terasa membuncah.

Taufan tertawa bahagia, tak henti-hentinya bibir itu berucap yang berambut Oren itu temanku pada orang lain disebelahnya.

Selesainya pertandingan Karasuno melawan Shiratorizawa membuat Taufan keluar dari teribun penonton, hpnya dari tadi terus berbunyi hingga harus ia matikan dahulu agar tidak menggangu. Taufan pikir harusnya Nagisa yang menelpon untuk menanyakan hasil pertandingan tapi saat dilihat nomor telpon tak bernama kening Taufan jadi mengerut bingung.

Bimbang antara memilih menelpon balik atau tidak selama beberapa detik, menghela napas pelan Taufan mengambil keputusa. "Toh kalau penipuan bisa dilaporkan ke polisi." Ujarnya santai, menekan panggi pada nomor tidak dikenal itu.

Dari awalan +62 sebenarnya Taufan menduga harusnya dari kerabat di Indonesia, tetapi masalahnya mereka sudah tidak berhubungan hampir 3 tahun lamanya. Aneh kalau tiba-tiba ditelpon begini.

"Ha-"

"Pulanglah, ibu dan ayah sudah meninggal dunia."

Baru hendak berucap, sebuah kabar duka lebih dulu menyela. Suara dari sebrang telpon terdengar dingin tanpa emosi. Taufan tau siapa itu. Sudah pasti sulung keluarga, Halilintar Rasatya. Abangnya.

Sembagi Arutala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang