"Apakah ada tanda-tanda, saat gadis itu terjatuh dari jurang?" tanya seorang wanita dengan jubah hitam miliknya.
Seorang wanita sebagai lawan bicaranya, menggeleng. "Tidak ada, Nona. Bahkan tanda-tanda sihir dari tubuhnya pun tidak terdeteksi."
Wanita berjubah itu hanya mengangguk, namun berbeda dengan pikirannya yang berkecamuk. "Mungkin dia masih belum bisa mengontrol diri," ucap seorang pria dengan wajah datar. Iris tajamnya menatap kosong kebawah, jurang.
"Mungkin saja." Wanita berjubah itu mengiyakan perkataan sang pria. Pria itu hanya diam menatap jurang yang dalam, penuh dengan kabut.
─ ⊹ ⊱ ☆ ⊰ ⊹ ─
"Nona, bangunlah Nona."
Terdengar suara dua orang pelayan, yang membuat Willa segera membuka matanya. "Aku dimana?" tanya Willa dengan wajah yang bingung, dan matanya setengah terbuka.
"Syukurlah Nona, anda sudah sadar. Terimakasih Dewi Metis." Nina terus-menerus bersyukur atas kesadaran Willa.
Alen tersenyum manis. "Selamat kembali Nona, apakah ada yang sakit? Saya bisa panggilkan tabib."
"Eh, tidak usah." Willa segera mencegah Alen yang hendak memanggil tabib.
"Aku sudah baik-baik saja, kalian tidak perlu memanggil tabib. Kepalaku hanya sedikit sakit, tapi tidak apa-apa sakit ini hanya sebentar."
"Baiklah Nona, jika anda butuh bantuan, panggil saja kami," ucap Alen yang di angguki Nina.
"Sebentar, apakah aku boleh bertanya?" tanya Willa, membuat dua pelayan itu penasaran.
"Tentu saja, Nona."
"Siapa yang membawa ku kesini? Seingatku, aku jatuh di jurang, dan disana tidak ada orang sama sekali."
"Apa?! Jurang?!" pekik Nina kuat, membuat Willa dan Alen menjadi terkejut.
"E-eh m-maafkan saya Nona, saya tidak bermaksud membuat Nona terkejut." Nina segera membungkuk sopan, sedangkan Alen memutar matanya kesal.
"Tidak apa-apa, aku hanya sedikit terkejut. Tenang saja, jantungku masih berada di tempatnya," ucap Willa membuat Nina jadi tak enak.
"Baiklah, lupakan itu. Kalian hanya perlu menjawab pertanyaan ku."
"Yang membawa Nona tadi kesini adalah Duke Jerrick, Nona," jawab Alen sopan.
"Duke? Benarkah?" Willa berfikir segera berfikir. Sebelah alisnya terangkat, dengan jari-jari lentik yang mengelus dagunya sendiri.
"Iya Nona, benar." Nina ikut mengiyakan ucapan Alen.
"Hm... Baiklah aku percaya. Dan siapa yang mengobati ku?" tanya Willa lagi.
"Tabib Rosa, Nona." Willa hanya mengangguk.
Pintu kamar Willa dibuka dengan kasar, membuat Willa, Nina, dan Alen langsung terkejut, dan menatap pada sang pelaku.
"Salam Nona Vallen, semoga Dewi Metis selalu melindungi dan memberkahi Nona. Nina dan Alen serentak memberikan salam kepada Vallen, setelah meredakan keterkejutan. Sedangkan Willa hanya diam duduk dikasur.
"Panggil saya dengan sebutan Duchess! karena saya adalah kekasih Duke Jerrick," ucap Vallen tak terima dipanggil dengan sebutan Nona.
"Baik Duchess, maaf atas kelancangan kami," ucap Alen dan Nina serentak.
Vallen hanya berdehem, lalu dia menatap tajam kearah Willa. "Kau, segeralah bersiap. Pembimbing les tata krama mu sudah sampai, jangan banyak membuang waktu, karena waktu itu berharga." Setelah mengatakan itu, Vallen keluar dari kamar Willa dengan jalannya yang elegan.
"Aku sangat tidak suka dengannya,"ucap Nina yang di angguki Alen.
"Kau benar, aku juga. Padahal kan Nona Willa masih dimasa penyembuhan, dia sangat kejam. Mirip sekali dengan ibu tiri."
"Sudahlah, lebih baik kalian membantuku berdiri, tubuhku rasanya sangat malas hanya untuk bergerak," keluh Willa.
"Baik Nona." Alen dan Nina segera membantu Willa untuk berdiri, dan bersiap-siap.
─ ⊹ ⊱ ☆ ⊰ ⊹ ─
Willa baru saja selesai berganti pakaian dengan gaun yang sedikit lebih ringan, dari yang sebelumnya. Dia juga dibantu oleh Alen dan Nina yang senang hati untuk meriasnya hingga menjadi cantik.
"Nona, anda selalu cantik memakai pakaian apapun. Seolah gaun-gaun ini dibuat khusus hanya untuk anda sendiri, Nona." Nina memuji Willa begitu semangat, dia sangat menyukai wajah Willa yang sempurna.
"Saya rasa Nona adalah bidadari yang turun dari langit. Kecantikan anda bahkan melebihi kecantikan Duchess Vallen," ucap Alen enteng tanpa beban.
"Ssttt, jangan berkata seperti itu. Bagaimana jika Duchess mendengar ucapan mu? Apakah kau tidak takut jika dia tiba-tiba mengamuk seperti harimau?" tanya Nina dengan dahi yang mengerut.
"Sudahlah, kalian jangan berdebat lagi. Semua wanita itu cantik, bahkan kalian juga cantik." Willa menatap Nina dan Alen yang sudah diam.
"Terimakasih atas pujian anda, Nona. Tapi, Nona lebih cantik dari pada kami." Nina tersenyum lebar. Begitupun dengan Alen yang mengangguk membenarkan ucapan Nina.
Willa yang mendengar hanya terkekeh kecil, menurutnya itu terlalu berlebih-lebihan. "Baiklah-baiklah, terimakasih atas pujian kalian."
"Sama-sama, Nona."
"Nona, apakah Nona ingin kami berdua mengantar kan anda?" tanya Alen.
"Hm...." Willa berfikir sejenak dengan pengajuan Alen.
"Boleh-boleh, ayo." Willa mengangguk mengiyakan, lagi pula dia juga belum diberi tahu dimana tempat dia akan kelas tata krama itu.
"Mari, Nona" Alen menyuruh untuk Willa berjalan terlebih dahulu, dan mereka berdua dibelakang Willa.
Hohoo jangan lupa votenya yaaaa⭐⭐
semoga suka sama ceritanya yaa❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Return of the goddess(Hiatus)
FantasyHidup ini sangat sulit untuk ditebak, bahkan kadangkala kita mendapatkan plotwist yang begitu mengejutkan membuat otak kita menjadi tak berjalan semestinya. Orang-orang mengatakan dunia ini memiliki begitu banyak menyimpan misteri, dan Willa menyetu...