11

30K 2K 9
                                    

Ini hari minggu, andai pikirannya sedang tidak kalut. Bangun di jam enam pagi di hari libur bukan kegemarannya sama sekali.

Gika bukan sengaja bangun pagi, tapi semalam dia memang tidak tidur. Sepulangnya mengobrol dengan tante Salma, Gika mencari keberadaan mamanya yang ternyata sudah tidur duluan.

Maka pagi ini, seperti biasa Gauri pasti sudah di dapur. Gika menarik kursi meja makan dan duduk disana.

"Ma?" Gauri yang sedang menggoreng nugget hanya menoleh sekilas.

"Aku mau ngomong" ucap Gika lagi berusaha membuat Gauri tertarik. Sebenarnya dia harus tertarik karena ini penting.

"Enggak ada larangan mau ngomong dirumah ini, ngomong tinggal ngomong." Balas Gauri membuat Gika mendengus.

"Mama ada ngomong apa sih ke tante Salma?" Gauri buru-buru mematikan kompor, tanpa mengangkat nugget nya di penggorengan-, ia menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Gika.

"Dia udah ngomong sama kamu? Gimana? Ide bagus kan?" Gika memejamkan sejenak matanya mendengar ucapan mamanya barusan.

"Ide bagus gimana sih?" Gauri menepuk tangan Gika diatas meja. Gika jadi bingung, kenapa mamanya ini terlihat bersemangat sekali?

"Dia emang udah ngomong ke mama kok kalau dia berencana lamar kamu buat Aric." Hanya dalam sekali lihat, interaksinya dengan Aric membuat tante Salma berharap mereka menikah? Klise. Nyaris tidak masuk akal.

"Terus mama jawab apa?"

"Ya mama jujur enggak masalah, tinggal tergantung kamunya aja." Gika bukan anti, bukan juga tidak sudi pada kondisi Aric yang sekarang, bukan juga merasa Aric tidak pantas, tapi dia ini Aric. Orang yang jelas-jelas benci padanya, dan rasa sukanya pun telah pudar sejak lama. Mana mungkin mereka menikah? Aric yang benci dan tidak ingin melihatnya juga tidak sudi pada perasaanya kala itu, dan dengan Gika sendiri yang segan sekali pada Aric, bahkan bernafas di sekitarnya saja hari itu Gika susah.

"Kita engga mungkin nikah lah ma" ucap Gika lagi, Gauri sekali lagi memukul tangannya diatas meja.

"Enggak boleh gitu Gika, Aric memang enggak bisa jalan, tapi kamu___

"Ma..aku enggak masalah sama kondisinya dia. Dia kecelakaan, itu musibah. Bukan mau dia juga kayak gitu, cuma maksud aku..kita kan enggak saling kenal." Gika mengucapkannya berusaha sesederhana mungkin agar Gauri lekas paham.

"Katanya dia kakak kelas kamu?"

"Iya memang, tapi kita enggak deket." Gika baru berani bertemu dengannya saja di hari kelulusan. Dan itu masuk sebagai salah satu hari paling tidak menyenangkan sepanjang hidupnya.

"Umur kamu tuh udah cocok buat nikah" Gauri berucap sambil berdiri, mengambil piring dan meletakkan nugget nya disana.

"Tuh sih Eva, temen kamu waktu SMP, dia anaknya udah dua." Gika memutar bola matanya, Eva siapa pula yang mamanya maksud?

"Enggak boleh gitu Gika, merawat suami yang lagi sakit itu pahalanya gede" Gauri duduk lagi, menatap Gika kali ini dengan serius.

"Tapi Aric bukan suami aku ma." Gika memang tidak punya pacar, tidak juga sedang dekat dengan siapapun, tapi tidak Aric juga opsinya.

"Gika, Salma itu udah putus asa. Anggap aja dengan nikah sama Aric kamu bantuin dia buat sembuh. Siapa tau kamu bisa jadi motivasi Aric buat lebih rajin terapi, lebih semangat jalanin hidup walaupun dengan keterbatasan" Gauri juga ikut sedih ketika Salma banyak bercerita bahwa Aric sebenarnya malas terapi karena merasa itu percuma. Aric selalu terang-terangan mengatakan bahwa dia tidak lagi berguna untuk tetap hidup.

BORN TO BE OVERLOVE ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang