part 9

2.3K 146 1
                                    

sakit itulah yang ia rasakan. dirinya seakan tak berkutik saat para gadis itu membully nya habis habisan di gudang.

dirinya tak mengerti, bukannya teman temannya perhatian padanya? namun di saat saat seperti ini mereka seakan hilang di telan bumi.

"ututu kasian nyariin temennya"

"ugh kasian banget ya, apalagi liat wajah nya itu yang minta di injak injak ahahaha!"

mereka tertawa tawa dengan kata kata tajamnya. Mikhael menunduk sebenarnya apa kesalahannya?

"gue sebenernya kasian sih sama Lo, tapi duit lebih penting shay" ujar rea yang di sambut sorakan satu temannya sementara yang keduanya entah kemana.

"Lo mau tau alasan kita bully Lo?" Mikhael tak menjawab sibuk menggigit bibir bawahnya menahan isaka.

"cih, kalo gue nanya jawab bangsat!"

krak!

ARGHH!

Dengan kejamnya gadis itu menginjak tangannya hingga bunyi retakan tulang. bukannya merasa bersalah mereka malah tertawa dengan riangnya.

"yang minta gue bully Lo itu temen deket Lo tau, mereka katanya pengen ngetes Lo" ujar Nara, rea mengangguk membenarkan sambil membawa se ember air pel.

"Bohong!" bantah Mikhael tak percaya. sungguh teman temannya memperlakukan nya bak saudara mana mungkin menyuruh mereka melakukan hal keji tersebut?

"beneran kata si Mave, Lo cowo tapi naif banget anjir jijik cih" mendengar hal tersebut Mikhael tak berkutik.

'jadi, itu serius?'

"udah lah lepasin aja bosen gue yu pulang babe"

mereka berlalu meninggalkan gudang dan seonggok manusia yang hanya menangis pilu di dalamnya.

ini bukan tentang rasa sakit yang mereka torehkan namun rasa sakit akan kenyataan dan harga dirinya yang seakan di hancur kan.

benar dirinya naif dan lemah. namun apa yang menjadi masalahnya?

"tuan mari pulang" Leo entah muncul dari mana sudah berada di depannya.

Mikhael bangkit tanpa menerima uluran tangan sang bodyguard dan berlalu pergi.

keluarga, bahkan teman temannya seakan menganggap sepele pembullyan tersebut. dirinya kecewa, namun dirinya mencoba menunggu apakah mereka akan mulai turun Tangan?

"ugh" lagi, hidung nya mengeluarkan cairan kental berwarna merah yang begitu pekat. dengan lemas Mikhael membersihkan darah tersebut.

saat ini kedua nya sudah berada di dalam mobil.

terlihat Leo yang cuek bebek melihat tuannya dalam keadaan pucat pasi.

'menyedihkan, namun bukan urusan ku'

"boleh ke rumah sakit dulu?" tanya Mikhael lemah. Leo terlihat melirik nya dari kaca.

"tidak tuan, tuan Edward menyuruh saya untuk cepat membawa anda pulang" mikhael mengerenyitkan dahinya bingung namun tak ayal dirinya mengangguk pasrah.

***

"kau sudah melakukan perintah ku?"

"ya, aku sudah sering memasukkan racun itu dengan dosis rendah. mungkin sebentar lagi?"

"bagus"

lalu hening hingga....

"papa kenapa nyuruh Leo cepet cepet jemput aku?" tak ada yang menjawabnya.

di sana hanya ada Edward dan sang Abang Edwin.

"sini babe" ujar Edwin dengan senyum ramahnya.

dengan polosnya pemuda itu menghampiri sang Abang dan duduk di pangkuannya.

'menjijikan'

"bagaimana hari ini?" merasa itu adalah waktu yang tepat untuk menceritakan hal yang terjadi, Mikhael buru buru bercerita.

"Abang! papa! Mikhael di bully!" ekspresi keduanya tak ada yang berubah. tak menyerah dirinya kembali melanjutkan.

"jari aku kayaknya patah, yang bully aku rea itu Lo bang yang sempet ke sini" ekspresi keduanya sedikit berkerut.

"kau kan laki laki? lawan lah dirinya kan perempuan, pasti lemah"

'gue yang babak belur anjeng di keroyok!'

"e-engga bisa mereka-"

"sudah lah, lain kali melawan lah bukannya mengadu kita memang memanjakan mu, namun tidak dengan gak tersebut. sangat bukan keturunan ku" ujar Edward sarkas dengan ekspresi datarnya.

Mikhael menunduk takut dan seketika dirinya merasa bulu kuduk nya terangkat saat sang Abang dengan tiba tiba mengelus pinggang nya.

pindah jiwa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang