Bab 11. Masa Lalu Kaivan

4 2 0
                                    


Kaivan terbangun dengan teriakan tertahan, tubuhnya basah oleh keringat dingin. Dia mengusap wajahnya dengan tangan gemetar, mencoba menenangkan diri. Mimpi buruk itu kembali lagi mimpi yang selalu membawanya kembali ke malam kelam ketika tunangannya meninggal. Rasa bersalah dan trauma yang selama ini dia coba lupakan kini menyeruak kembali, menghantui pikirannya.

Dia duduk di tepi tempat tidur, memandang ke luar jendela. Cahaya bulan menyinari kamarnya dengan lembut, tetapi ketenangan malam itu tidak bisa mengusir bayangan gelap dari masa lalunya. Kaivan menarik napas dalam-dalam, berusaha mengendalikan emosinya yang bergolak. Dia tahu bahwa dia harus menghadapi rasa bersalah ini, tetapi setiap kali mencoba, rasa sakit itu terasa terlalu berat untuk ditanggung.

Kaivan mengenang malam itu, ketika dia dan tunangannya, Lila, sedang dalam perjalanan pulang setelah menghadiri konser musik favorit mereka. Malam itu begitu cerah, penuh tawa dan kebahagiaan. Mereka berbicara tentang masa depan, tentang rencana pernikahan mereka yang akan datang. Namun, dalam sekejap mata, semuanya berubah. Kecelakaan itu terjadi begitu cepat, meninggalkan Lila dalam keadaan sekarat di pelukannya. Kaivan merasa tak berdaya, tidak bisa melakukan apa pun untuk menyelamatkannya.

Kenangan itu terus menghantuinya, membawa rasa bersalah yang tak pernah hilang. "Bagaimana jika aku bisa melakukan sesuatu yang lebih?" pikir Kaivan. "Bagaimana jika aku bisa menyelamatkannya?" Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantuinya, membuatnya sulit untuk melanjutkan hidup.

Malam itu, Kaivan memutuskan untuk keluar dari apartemen. Dia merasa butuh udara segar, sesuatu untuk mengalihkan pikirannya dari mimpi buruk yang baru saja dia alami. Dia berjalan tanpa tujuan di jalanan kota, membiarkan langkahnya membawa ke mana pun. Suara-suara malam kota yang ramai sedikit membantu meredakan ketegangannya, tetapi bayangan Lila tetap mengikuti setiap langkahnya.

Kaivan akhirnya menemukan dirinya di taman tempat dia dan Raina sering berbicara. Dia duduk di bangku yang biasa mereka duduki, memandang langit malam yang penuh bintang. Dia merasakan air mata mengalir di pipinya, tidak bisa menahan perasaan yang meluap-luap di dalam dirinya. Dia mengeluarkan gitar dari tasnya, mulai memainkan melodi yang lembut dan sedih, melodi yang dia ciptakan untuk mengenang Lila.

Saat memainkan gitar, dia merasakan sedikit ketenangan. Musik selalu menjadi pelariannya, cara untuk mengungkapkan perasaan yang sulit dia ungkapkan dengan kata-kata. Melodi itu membawa kenangan manis dan pahit tentang Lila, tetapi juga memberikan sedikit penghiburan. Kaivan tahu bahwa dia tidak bisa terus hidup dalam bayangan masa lalunya, tetapi dia juga tidak tahu bagaimana cara melepaskan rasa bersalah yang terus menghantui.

Keesokan paginya, Raina menemukan pesan dari Kaivan di jendelanya:

"Raina,

Aku mengalami mimpi buruk tentang masa laluku tadi malam. Aku merasa sangat bersalah dan trauma itu kembali menghantuiku. Aku butuh waktu untuk menenangkan diri dan merenung.

Kaivan"

Raina membaca pesan itu dengan perasaan cemas. Dia tahu bahwa Kaivan pernah mengalami sesuatu yang sangat traumatis, tetapi dia tidak pernah tahu detailnya. Dia merasa perlu untuk mendukung Kaivan, tetapi juga tidak ingin memaksanya untuk berbicara jika dia belum siap. Dengan hati-hati, dia menulis balasan:

"Kaivan, 

Aku sangat menyesal mendengar tentang mimpimu. Aku di sini untukmu jika kamu ingin berbicara atau hanya butuh seseorang untuk mendengarkan. Jangan ragu untuk menghubungiku kapan saja. 

- Raina"

Raina menempelkan pesan itu di jendela dan berharap Kaivan akan merasa sedikit lebih baik setelah membacanya. Dia menghabiskan hari itu dengan memikirkan Kaivan, berharap bahwa dia bisa menemukan cara untuk mengatasi rasa bersalah dan traumanya. Dia tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi dia bertekad untuk mendukung Kaivan setiap langkahnya.

Kidung Kisah di Balik JendelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang