Kalian pernah ngerasain nggak?
Kita sudah melakukan hal apapun itu yang kamu anggap baik bagi dirimu sendiri. Namun, ternyata hasilnya menjadi kebalikan.Kita udah berusaha dengan keras, buat mencapai tujuan yang kita anggap baik itu. Akan tetapi, disaat kita akan mencapainya, ternyata itu nggak baik buat kita.
Kita udah merasa nyaman didekat mereka, udah ngasih tempat buat mereka masuk dalam kehidupan mu dan kamu berbagi cerita tentang apapun, kamu sudah bilang kepada dirimu sendiri mereka pasti berbeda dengan orang-orang yang membuat trauma kepadamu. Namun, mereka tidak berbeda dengan orang-orang itu.
Ia melupakan fakta bahwa manusia pasti berubah dengan seiring berjalannya waktu.
Ia selalu mencoba positif thinking karena pasti hanya pikirannya saja yang terlalu menganggap negatif disekitarannya.
Kita yang apa-apa cerita apa saja kepada mereka. Namun, jawaban mereka tidak sesuai apa yang kita pikirkan, mereka seperti menjawab ogah-ogahan curhatanmu.
Akan tetapi, kamu hanya mengetahui mereka dari namanya saja, tidak seperti mereka yang mengetahui apapun dari teman-temannya, dari lingkaran pertemanan itu, hanya ia saja yang tidak mengetahui.
“Gimana nih besok lusa jadi nggak?” mereka berempat kompak menjawab, disitu hanya aku yang diam kebingungan. Aku pun langsung menanyakan kemana mereka akan pergi.
“Btw kemana?” jujur saja aku sangat kecewa kepada mereka, walaupun kita sudah sama-sama kemana pun.
Mereka berempat diam dan menjawab pertanyaan ku. “Niatnya ke pantai sih, tapi itu juga kalau jadi.”
Aku hanya menjawab dengan senyuman, salah satu dari mereka menawarkan untuk aku ikut, aku pun mengiakan. Awalnya aku hanya berbaik sangka, mungkin mereka tidak ada waktu untuk berkomunikasi denganku.
Saat itu aku haus akan pertemanan, aku sangat senang mempunyai mereka. Mereka pun orang yang ramah dan sangat baik tapi ternyata tidak seperti apa yang aku pikirkan. Tidak apa-apa, lagi pula aku punya diri sendiri, tidak apa-apa itu bukan masalah besar.
Disaat aku, berada didekat mereka jujur saja, energiku sangat menguras. Akan tetapi, aku tidak menghiraukan itu, yang penting aku punya tempat yang nyaman.
Seiring berjalannya waktu. Sifat mereka yang asli keluar, aku pun tersingkirkan, disaat bertemu pun, seakan-akan aku tidak memiliki tempat untuk giliran berbicara. Yap benar, aku hanya seperti bayangan yang berbentuk manusia yang memiliki perasaan.
Aku hanya perlu tersenyum dengan sempurna kepada mereka.
Begitulah siklus manusia yang sering berubah sesuai keinginan mereka. Kini, ia berpikir apakah ia terlahir untuk sendiri? Walaupun ia sudah tampil sempurna tanpa bercak apapun.Walaupun begitu, ia selalu bilang kepada dirinya sendiri untuk jangan terlalu memikirkan hal itu terlalu dalam. Karena jika memikirkan yang terlalu dalam, aku hanya akan mencari luka yang tidak bisa dilihat oleh orang lain.
Lagipula, ia memiliki dirinya sendiri, itu sudah cukup baginya. Kita hanya perlu menampilkan kita yang sebenarnya, jangan menjadi orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Harus Sempurna?
Fiksi Umumkita yang sejak kecil sudah dipaksa untuk sempurna dalam segala aspek apapun, mulai dari orang tua dan orang-orang yang disekitar kita. Ia pun terkurung dengan belenggu dan ekspetasi orang-orang, dan sebisa mungkin ia harus keluar dari kurungan ini...