6. TKP

12 9 0
                                    

Setelah sampai di lorong Kantor Kepolisian, Arsen yang diikuti oleh Kean bertemu dengan Theo dan Ray.

Tatap mata Theo dan Arsen saling bertemu, Theo angkat bicara, "Saat kalian berdua di atap, petugas forensik menemui kami dan menyampaikan mereka masih harus melakukan beberapa test lain, jadi kita perlu menunggu lagi." Theo memasukan tangannya pada saku celananya, menatap Keam dan Arsen secara bergantian.

Ray yang berada di samping Theo pun ikut angkat bicara, "Bagaimana kalau kita ke TKP sambil menunggu? Kean tak mengetahui kondisi asli TKP jadi kurasa akan lebih baik kalau kita memanfaatkan waktu ini untuk kembali menelusuri TKP." Ray menoleh pada Arsen dan Kean, meminta sebuah persetujuan.

Arsen mengangguk, Kean menoleh pada Arsen dan akhirnya ikut mengangguk untuk menyetujui usulan dari Ray, memang lebih baik untuk melihat kondisi TKP secara langsung dalam kasus apapun itu, karna seriap orang punya tingkat ketelitian dan pengamatan yang berbeda, dan hal itu akan sangat berpengaruh ketika diskusi dan menentukan teori yang tept dan yang kurang tepat.

Ke empat petugas polisi ini berkumpul, di dalam mobil arsen. Arsen mengemudikan mobil ke gedung apartemen Krasa, apartemen tempat dimana terbunuhnya korban atas nama Rui Dianaarta. Suasana dalam mobil sepi kala tak satupun dari mereka yang membuka pembicaraan, Kean yang duduk di samping kursi pengemudi menoleh ke luar jendela mobil, Ray yang duduk di kursi penumpang menengadah sambil memejamkan matanya, sementara Theo yang ada di sampingnya sedang sibuk dengan ponselnya.

Saat tiba di apartemen tersebut, semua petugas kepolisian itu keluar dari mobil, sekilas memperhatikan gedung tinggi nan luas yang menjadi TKP kali ini. Kean merapikan rambutnya, sementara Ray dan Theo merapikan pakaiannya dan Arsen mengunci mobilnya. Mendekat pada ketiga rekannya tersebut, Arsen berkata, "Ayo ke unit apartemen milik korban." Arsen meminpi perjalanan, tibalah mereka di TKP, terlihat ada 2 petugas yang berjaga.

Theo memperlihatkan lencana kepolisinya, mereka lalu diizinkan masuk. Petugas yang berjaga memberikan mereka sarung tangan untuk meminimalisir tertinggalnya sidik jari baru pada TKP. Memasuki ruang apartemen tersebut, Kean memperhatikan sekitarnya, Theo berbincang dengan petugas yang menjaga TKP dan Ray menuju kamar korban, tempat mayat korban ditemukan. Arsen kembali mengeluarkan kotak kecil dan mengambil besi di dalamnya, mengigit gigit besi dengan panjang 12 cm itu.

Kean menoleh pada Arsen. "Wah, sekarang kau tdk mengigitti jari atau kukumu lagi ya?" Arsen mengendikan bahunya, mengabaikan Kean lalu berjalan ke arah kamar korban.

Di kamar tersebut, terdapat, meja belajar, kasur dan lemari pakaian, mayat korban ditemukan di tengah tengah kamar tersebut. Arsen yang baru saja tiba melihat Ray yang berjongkok memperhatikan percikan darah yang sudah mengering.

Kean muncul setelah beberapa saat. Melihat Ray yang tengah memperhatikan bekas darah tersebut, Kean angkat bicara "Oh ya, kalau korban tertusuk dan darahnya mengenai pelaku, bukankah harusnya di lantai ini harus ada jejak pelaku? Kalau memang pelaku ingin menyamarkan pembunuhan ini maka pasti akan menghapus darah darah ini." Kean menyandarkan bahunya pada palang pintu masuk kamar.

Arsen menoleh pada Kean "Jejak itu dirusak oleh kakak korban, dan seperti yang kukatakan tadi, kemungkinan pelaku kehabisan waktu dan terburu buru," ucap Arsen sambil salah satu tangannya memegangi besi yang ia gigit.

Ray menoleh pada kedua rekannya tersebut "Menurut kalian, pisau seperti apa yang digunakan pelaku?" tanyanya, sambil menatap kedua mata rekannya secara bergantian.

Arsen menggeleng. "Bukan pisau, tapi katana," ucap Arsen sambil memejamkan matanya, besi kecil sepanjang 12 cm yang ia gigit tadi tampak lebih tegak, akibat tekanan dari gigitan Arsen yang semakin kuat.

Kean dan Ray membuang muka, sekujur tubuh mereka merinding. Beberapa saat hening, Theo datang memecah keheningan diantara ketiga orang itu. "Apa menurut kalian ada kemungkinan ini bukan hanya kasus pembunuhan? Ah tidak maksudku kasus yang tidak termasuk pembunuhan tapi sesuatu yang lebih rumit?" ujarnya sambil menoleh pada ketiga rekannya.

Alis Kean berkerut, raut wajahnya tampak serius. "Usaha bunuh diri korban, dan pelaku yang kita anggap sebagai pembunuh adalah seseorang yang berusaha menyamarkan bunuh diri ini sebagai pembunuhan." ucap Kean.

Arsen menoleh pada Kean, mengangguk dan kembali menoleh pada Theo. "Itu mungkin saja, namun karena yang digunakan adalah katana, dan luka korban menembus tubuh korban,sulit mengetahui ia ditusuk dari depan atau dari belakang," ujar Arsen. Sorot matanya memperhatikan noda darah yang mengering di lantai.

Alis pemuda bernama Ray tersebut mengerut. "Apa hubungan hal tersebut dengan kemungkinan bunuh diri seseorang?" ucap Ray. Ray berdiri, menatap ke arah Arsen.

Kean menghela nafasnya. "Itu karna kalau korban bunuh diri, kemungkinan kecil ia dapat menusuk dirinya dari arah belakang atau dari punggung, jelas ia akan menusuk dirinya sendiri dari depan," ucap Kean, yang kemudian ditemani anggukan dari Arsen.

"Bagaimana kalau ini memang bukan kasus pembunuhan melainkan bunuh diri yang disamarkan?" Theo bertanya, tangannya memegangi dagunya, dan mimik wajahnya menunjukan bahwa ia sedang berpikir.

Arsen menoleh pada Theo. "Kalau memang bunuh diri kondisinya tidak akan seperti ini, dari karakternya, korban pasti akan menyiapkan uang untuk pemakamannya, surat, dan segalanya agar tidak merepotkan orang lain" ucap Arsen. Arsen menunduk besi yang ia gigit tampak lebih tegak, salah satu tangannya ia bawa masuk ke sakunya.

"Tapi .. mungkin korban ingin menyembunyikan motif bunuh dirinya, sehingga .. polisi melakukan penyelidikan dan akan menangkap seseorang yang dianggap pelaku? Ataukah ... pelaku tak ingin motif bunuh diri korban diketahui dan ingin menyembunyikan motifnya, lalu membalas dendam pada seseorang yang menjadi motif korban bunuh diri?" Kean ikut menyampaikan deduksinya, terdiam beberapa saat.

"Lalu pada siapa semua ini mengarah? Kevin. Kurasa, kita perlu menyelidiki hubungan korban dengan Kevin lebih jauh lagi," lanjut Kean.

Arsen mengelus pelipisnya, raut wajahnya tampak serius. Disaat yang bersamaan, dering ponsel Theo berbunyi, ia menjawab panggilan telpon tersebut dan menjauh dari rekan rekannya yang kini tengah berdiskusi.

Setelah beberapa saat dengan wajah serius itu Arsen akhirnya berucap "Banyak sekali kemungkinan yang terjadi, tak ada satu pun petunjuk yang benar benar relevan, teori kita hanya berdasarkan kondisi TKP" Arsen memijat pelipisnya secara terus menerus.

"Huhhh," Ray menghela nafas, "tenanglah Arsen, penyelidikan baru saja kita mulai dan kita bahkan baru sampai titik pengamatan TKP utama, kita belum menyelidiki kesaksian dari tetangga atau seseorang yang menganal korban" ucap Ray, berusaha menenangkan Arsen.

Kean memperhatikan Arsen dan menepuk pundaknya "Dedusksimu soal pelaku suatu kejahatan memanglah tajam, tapi Arsen" Kean terdiam beberapa saat, menatap lekat pada Arsen, "jangan lupakan, kasus ini berkaitan dengan orang orang yang mengenalmu dengan baik."

"Ya" jawab Arsenn singkat.

Kalo suka jangan lupa vote ya reders <3

Renjana Tiada TaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang