Keempat petugas polisi sedang duduk di sofa panjang, seorang perempuan paruh baya datang sambil membawakan empat gelas jus jeruk. Beliau adalah Amira Narfiala. pemilik apartemen yang sedang dikunjungi keempat petugas polisi tersebut.
“Jadi, penyelidikan tentang apakah ini?” ucap nona Amira sambil menatap kearah petugas kepolisian tersenyum. Nona Amira tersenyum dengan lembut, ia baru saja pulang dari perjalana bisnisnya kemarin, pada pukul 9 malam, dan hari ini di pukul 5 sore ia mendapatkan kunjungan dari Arsen dan rekannya.
“Ada seseorang yang telah meninggal, ia adalah seorang perempuan dengan nama Rui Dianaarta, tetangga anda,” ucap Arsen sambil menatap Amira.
Amira menutup mulutnya dengan tangan, matanya membelalak, jelas sekali menunjukan rasa terkejutnya. Selang beberapa saat Amira kembali menormalkan ekspresinya dan bertanya, “Apakah kasus pembunuhan sampai diperlukan penyelidikan? Oh.. ataukah ini kasus bunuh diri dan keluarga Rui ingin mengetahui motif bunuh diri Rui?”
“Tentang itu ... kami belum bisa memastikan, bagaimanapun penyelidikan baru di mulai tadi pagi sekitar pukul 1 pagi,” Kean menjawab pertanyaan Amira dengan tenang.
“Begini nona Amira, disini kami ingin menanyakan beberapa hal. Apakah nona berkenan untuk menjawab pertanyaan pertanyaan kami?” kini Theo yang angkat bicara sebagai permintaan izin untuk menanyakan pertanyaan pada Amira.
Amira mengangguk, masih dengan senyumnya yang anggun “Tidak masalah tuan tuan, saya juga diberikan cuti setelah melakukan perjalanan bisnis dengan klien.” Amira menatap keempat petugas di depannya.
“Apakah saat nona di apartemen nona mendengar sesuatu yang aneh dari unit milih Rui dan kakaknya?” tanya Ray sambil memperhatikan gerak gerik Amira, mencari tau apakah ada kemungkinan Amira berbohong ataukah tidak.
Amira terdiam beberapa saat, matanya terarah ke pintu apartemennya , ia memejamkan mata beberapa saat kemudian kembali membuka matanya dan menatap ke arah Arsen dan rekannya, “Saya mencoba mengingat ingat suara yang saya dengar tapi, saya tak tau entah ada suara atau tidak, saya baru mengingat kalau, dari beberapa bulan yang lalu saya memasang peredam suara di apartemen saya dan ... suara dari luar juga tdk dapat saya dengar, maaf.”
Ray menggeleng perlahan “Tak perlu meminta maaf nona Amira.” Arsen menghela nafas, sorot matanya tampak kosong.
Keempat polisi itu bingung, siapa lagi yang dapat memberikan kesaksian. Apartemen ini memang memiliki satpam, namun satpam itu tdk memperhatikan siapa saja yang masuk ke gedung apartemen, unit apartemen di lantai 5 ini terdiri atas 5 unit namun yang ditempati hanya unit milik nona Amira dan unit milik korban dan kakaknya.
Theo menghela nafasnya, ia mengeluarkan sebuah tanda pengenal dan menaruhnya di atas meja. "Saya mohon anda untuk mencoba mengingat ingat lagi, jika anda mengingat suatu hal tolong hubungi nomor yang tertera." Theo menundukkan kepalanya untuk memberi hormat, hal ini diikuti oleh Ray, Kean, dan Arsen.
Keempat petugas tersebut berdiri dan pamit pada nona Amira, sang tuan rumah. Mereka meninggalkan apartemen milik nona Amira dan menuju ke lantai bawah, berjalan ke arah parkiran tampat di mana mobil Arsen parkir. Dari posisinya di parkiran, Arsen kembali menoleh pada gedung apartemen yang menjulang tinggi, terus memperhatikannya selama beberapa saat kemudian menyusul rekannya untuk masuk ke dalam mobil.
Arsen menyalakan mobil dan mengemudi meninggalkan area gedung apartemen Krasa. Suasana tegang dalam mobil, merek tenggelam dalam pikiran masing masing, belum ada bukti yang menunjuk secara mutlak bahwa tragedi ini adalah pembunuhan ataukah bukan.
"Kalau ini pembunuhan seperti deduksi Arsen kurasa itu masih aneh, begitu banyak kejanggalan," Ray angkat bicara untuk berdiskusi dalam perjalanan menuju kantor.
Menanggapi ucapan Ray, Arsen mengangguk. "Yah itu benar, awalnya aku ingin menguatkan setiap teori itu dengan melihat kondisi TKP, namun ternyata dugaanku salah, tak ada bukti yang menguatkannya dan malah bercabang dua. Yang pasti bahwa pelaku ini buru buru," ucap Arsen tanpa menoleh dan hanya fokus untuk menyetir.
"Kurasa pelaku juga tidak memasuki ruangan selain kamar korban, tapi itu tak pasti, kita akan tau saat petugas forensik sudah memberikan hasil dari analisis mereka terkait sidik jadi di apartemen korban," ucap kean menanggapi.
Arsen menggeleng. "Kita tak bisa mengetahui hal tersebut, pelaku pembunuhan atau pun pelaku yang mencoba menyembunyikan bunuh diri dari korban, yang manapun dari mereka masuk ke apartemen dengan izin korban, jadi kemungkinan sidik jari yang ditemukan selain sidik jari korban adalah sidik jari kakak korban, atau pacar korban, dan yang akan menjadi jadi tersangka adalah kedua orang itu" Arsen masih mengemudikan mobilnya. Menghentikan mobilnya ketika lampu lalu lintas berwarna merah.
"Berarti kita tidak dapat menentukan itu dengan akurat ya, mungkin saja pelaku pembunuhan yang memasuki ruangan itu untuk mencari sesuatu, ataukah pelaku yang berusaha menyembunyikan tragedi bunuh diri korban menjadi pembunuhan dan mengarahkan bukti bukti menuju seseorang yang tidak mengetahui gangguan OCD korban?" ucap Ray sambil menoleh ke luar jendela.
"Dengan ini berarti yang kita perlukan adalah menentukan apakah ini kasus pembunuhan ataukah kasus bunuh diri yang disamarkan oleh seseorang," Theo ikut menanggapi diskusi rekan rekannya.
Lampu lalu lintas telah berubah menjadi hijau, Arsen kembali menjalankan mobilnya menuju ke kantor.
"Kalau ini kasus pembunuhan maka tersangka utamanya adalah Kevin, sementara jika ini adalah kasus bunuh diri yang disamarkan untuk balas dendam pada seseorang yang menjadi alasan bunuh diri korban maka tersangka utamanya adalah Nico? Kalau kemungkinan kedua benar maka Kevin adalah penyebab korban bunuh diri? Karena semua bukti secara tak langsung mengarah pada Kevin, menandakan pelaku ingin balas dendam pada Kevin" ucap Ray yang masih melihat ke arah luar jendela mobil.
Setelah diskusi yang padat, masing masing dari mereka kembali tenggelam pada pemikiran mereka masing masing. Keheningan hadir menghiasi suasana perjalanan mereka, hingga terdengarlah suara dering ponsel. Ponsel milik Theo berdering, menunjukan sebuah nomor tak dikenal yang berusaha menghubungi Theo lewat ponsel miliknya.
Theo menjawab panggilan telepon tersebut. "Halo dengan Theo dari kepolisian disini, apakah diperlukan suatu banguan?" ucap Theo. Theo mendengar suara seseorang yang berbicara padanya melalui panggilan ponsel. Theo menoleh pada rekannya yang lain.
"Dari nona Amira," ucap Theo.
"Tolong speaker Theo," ucap Kean sambil menoleh pada Theo.
Theo menyalakan speaker untuk panggilan telpon yang sedang berlangsung tersebut.
Terdengar suara seseorang yang baru saja mereka temui, "Saya baru ingat ketika melihat sampah coca cola di tong sampah saya, saat saya baru saja sampai itu sekitar pukul 9.30 malam dan apartemen dua saudara itu gelap gulita, lalu pukul 11 saya sempat keluar untuk ke taman di lantai bawah dan membeli coca cola di mesin penjual otomatis, saat melewati unit milik kedua bersaudara itu, lampu ruang tamu baru saja dinyalakan saat saya lewat. Di parkiran saya meliha seorang pemuda, dia mondar mandir di dekat sebuah mobil yang terparkir rapi” ucap Amira dari panggilan telpon tersebut.
Mereka saling menoleh satu sama lain, Kean menoleh pada Arsen dan berkata,"Kembali ke TKP, tolong putar balik, Arsen."
Menanggapi ucapan Kean, Arsen mengangguk kemudian berkata, "Aku tau." Arsen mengemudikan mobilnya untuk putar balik di tempat yang ditujukan sebagai tempat putar balik kendaraan, mengemudikan mobilnya untuk kembali ke apartemen Krasa.
Kalo suka jangan lupa vote ya reders <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana Tiada Tara
Misteri / ThrillerPada malam bulan purnama seorang gadis ditemukan terkapar di dalam kamarnya dalam keadaan tak bernyawa. Sosok yang pertama menemukannya adalah sang kakak yang baru saja pulang setelah bekerja dan akan menengok adiknya di kamarnya serta kekasih sang...