.
.
.Momen itu terasa seperti keabadian, di mana cinta dan kebahagiaan mengalir tanpa henti. Rion dan Caine bergerak dengan anggun, menari seolah hanya mereka berdua yang ada di dunia ini. Setiap gerakan, setiap tatapan, mencerminkan cinta yang begitu dalam dan tulus.
Ketika musik berakhir, mereka berhenti dan saling menatap. Aula dipenuhi dengan tepuk tangan meriah dari para tamu. Rion dan Caine tersenyum, merasa lebih dekat dan lebih bahagia dari sebelumnya.
.
.
.Happy Reading
.
.
."Enghh," keluh Caine yang baru saja terbangun dari tidurnya.
Dia mengucek matanya, mencari keberadaan Rion yang ternyata sudah tidak ada di sampingnya. "Shhtt, badanku sakit," rengeknya sambil berusaha bangkit dari ranjang.
Matanya tertuju pada satu setel pakaian yang tergeletak di meja kamarnya, sepertinya pelayan membawanya ke sini. Dengan susah payah, Caine berusaha berjalan ke kamar mandi.
Sesampainya di kamar mandi, Caine menyalakan keran air hangat dan membiarkan air mengalir, memenuhi ruangan dengan uap yang menenangkan.
Dia merasakan nyeri di tubuhnya mulai berkurang saat air hangat menyentuh kulitnya. Setelah beberapa saat, Caine merasa lebih baik dan siap menghadapi hari.
Setelah selesai mandi, Caine mengenakan pakaian yang sudah disiapkan dan keluar dari kamar, berharap menemukan Rion.
Bukannya Rion, Caine malah menemukan Molly tergeletak di depan pintu kamarnya.
"Molly?" ucap Caine lirih. Molly sontak membuka matanya dan berlari ke arah Caine, mengusap bulunya di antara kaki Caine.
"Kau lama sekali, aku menunggumu dari tadi," ucapnya dengan nada kesal.
Caine tertawa kecil sambil mengelus gumpalan bulu itu. "Maafkan aku, biasanya kau akan membangunkanku."
Molly mendengkur pelan sebagai tanda maafnya diterima. "Tidak masalah, aku ingin membicarakan hal penting denganmu, Ris..."
Harris sebenarnya masih bingung, tapi ia mempersilahkan Molly masuk ke kamarnya. Dengan perlahan, Harris mengunci kamarnya lalu duduk di sebelah Molly.
"Ada apa?" tanyanya.
"Sebenarnya ini sebuah kabar buruk," kata Molly, suaranya berubah serius.
Harris terdiam sejenak. "Apa maksudmu dengan hal buruk?"
Molly menatapnya dengan mata yang penuh kekhawatiran. "Tugasmu di sini sudah selesai, Harris. Kita telah berhasil mengubah cerita ini, membuat Rion dan Caine jatuh cinta dan menemukan kebahagiaan mereka. Namun, ini berarti waktumu di sini juga sudah habis."
Harris merasakan dingin menjalar di seluruh tubuhnya. "Jadi, aku harus pergi?"
Molly mengangguk pelan. "Iya, Harris. Kau harus kembali. Begitulah aturan dalam dunia kita. Semua pertemuan pasti akan ada perpisahan."
Harris menunduk, merasakan campuran perasaan antara sedih dan lega. "Aku sudah tahu ini akan datang, tapi aku tidak menyangka akan seberat ini."
Molly mengusap kakinya dengan lembut, mencoba menghibur. "Kau telah melakukan yang terbaik, lebih dari yang diharapkan. Mereka berdua bahagia sekarang karena usahamu."
Harris mengangguk, mencoba menerima kenyataan itu. "Kapan aku harus pergi?"
Molly menatapnya dengan mata penuh pengertian. "Waktu terpanjang yang bisa kuberikan hanya satu minggu."
Harris menghela napas dalam-dalam. "Baiklah, aku tak bisa berbuat apa-apa selain menerimanya."
“Hm, aku harap kamu menggunakan waktu itu sebaik mungkin. Aku pergi dulu,” ucap Molly, lalu menghilang dari pandangan Harris.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐄𝐍𝐃𝐈𝐍𝐆 ( TAMAT )
Teen FictionAbout : Rion-Caine TNF Fantasy World Kingdom Fan-fict Transmigrasi Bxb Fictional Bromance