Chapter 5

811 84 1
                                    


.
.
.
.

Tak lama setelahnya, kereta berhenti di depan sebuah gerbang tinggi yang mempesona, dilapisi dengan warna emas yang indah. Gerbang terbuka, mengungkapkan pemandangan yang mengagumkan dari Kerajaan Dametros di dalamnya.

Dinding-dinding batu yang tinggi dan kokoh mengelilingi kerajaan, dihiasi dengan ornamen-ornamen klasik yang memancarkan kemegahan. Di kejauhan, mereka bisa melihat istana yang megah, menjulang tinggi di antara bangunan-bangunan lainnya dengan atapnya yang bergemerlapan di bawah sinar matahari pagi.

" KAKAK ! "
.
.
.

Happy Reading
.
.
.

Laki-laki bersurai merah, menyerupai rambut Caine, kini berlari menggunakan kudanya. Di belakangnya, penuh dengan prajurit berkuda, mereka mendekat kerombongan kerajaan Dayana.

"Kakak." Funin turun dari kudanya, berlari ke arah Caine lalu memeluknya dengan erat.

"Aku merindukanmu." Ucapnya dengan nada manja tanpa melepas pelukan dari kakaknya.

Funin Mamora. Putra kedua kerajaan Dametros. Semenjak Caine dijodohkan, ia lah yang menggantikan posisi putra mahkota. Sejak kecil, Caine dan Funin tak pernah terpisahkan. Caine yang selalu mengurusnya dari kecil, membuat cintanya pada sang kakak begitu besar. Bahkan ia mampu mempertaruhkan seluruh hidupnya untuk Caine.

Caine tersenyum hangat membalas pelukan sang adik. "Kakak juga merindukanmu," ucapnya sambil mengusap surai merah adiknya.

Funin berbalik memberi salam kepada Rion dan yang lainnya, kemudian mereka segera mengikuti Funin menuju istana Dametros.

Jalan menuju istana dipenuhi dengan pemandangan yang mempesona: taman-taman yang terawat rapi, bunga-bunga berwarna-warni yang bermekaran, dan patung-patung indah yang menghiasi sepanjang jalan.
Sungguh pemandangan yang Caine rindukan.

Setibanya di istana, mereka disambut oleh para pelayan yang membungkuk hormat. Istana Dametros sendiri menjulang megah dengan arsitektur yang menakjubkan.

Dinding-dindingnya dihiasi dengan ukiran-ukiran yang menceritakan sejarah panjang kerajaan. Langit-langit yang tinggi dan pilar-pilar yang kokoh menambah kesan agung dan megah.

Funin memimpin mereka masuk ke dalam aula utama, di mana semua orang telah menunggu. Di sana terpampang foto sosok Raja Dametros yang berdiri dengan wibawa, mengenakan jubah kerajaan yang megah, namun senyum hangatnya mencerminkan keramahtamahan.

"Aku meletakkan makam Ayah tepat di samping Ibu seperti permintaannya," ucap Funin dengan suara lembut, dibalas anggukan oleh Caine.

"Kalian pasti lelah, lebih baik beristirahat terlebih dahulu," tawar Funin dengan ramah kepada Rion dan Caine. "Pelayan, siapkan tujuh kamar-"

"Ah, enam saja. Aku ingin tidur di kamar lamaku, itu masih ada kan?" sela Caine.

"Tentu saja masih ada," jawab Funin dengan senyum. "Kalau begitu, enam kamar saja," perintahnya kepada para pelayan.

"Ibu..." panggil Mia. Caine sontak menoleh dan tangannya bergerak menggendong putri kecilnya itu.

"Aku belum pernah melihatmu, siapa namamu, anak manis?" tanya Funin kepada Mia.

"E-em... m-Mia Eleanor," jawabnya dengan ragu.

"Nama yang cantik seperti orangnya," kata Funin sambil mencubit hidung merah Mia. "Ah, sungguh menggemaskan," batinnya.

"Kalau begitu, Funin tinggal dulu ya, Kak," ujar Funin.

Caine mengangguk, mempersilakan Funin pergi. Setelah Funin pergi, Caine menoleh ke arah Rion. "Rion," panggilnya.

𝐄𝐍𝐃𝐈𝐍𝐆 ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang