Jam menunjukan pukul 21.38 WIB. Hari semakin gelap, para warga sudah mulai kembali kerumahnya masing-masing. Para pengungsi sudah bersiap untuk beristirahat, tapi tidak dengan kelima belas remaja ini. Bukannya istirahat padahal tadi mengeluh lelah, mereka justru berkumpul membuat lingkarangan kecil. Saling melontarkan candaan ringan tentu dengan nada tertahan mengingat bukan hanya mereka saja yang ada disitu.
❝ Eh tadi kalian ke toilet kan? Dimana? ❞ mendengar ucapan Jeico, mereka mengalihkan atensi ke arahnya. Julia yang tadi memang ke toilet pun angkat bicara, menjawab pertanyaan cowo itu, menjelaskan secara detail kearah mana-mana sana jalan yang harus Jeico tempuh.
Dirasa sudah paham dengan apa yang dikatakan Julia, Jeico berterima kasih dan berdiri, diikuti Mahesa, Winarta, dan juga Yiel. Mereka juga punya urusan dengan alam. Setelah kepergian kelima cowo tampan itu mereka kembali berbincang pelan, membicarakan hal yang sempat tertunda sejenak.
Waktu demi waktu berlalu, satu persatu dari mereka juga sudah mulai masuk ke dalam mimpi. Besok mereka akan melanjutkan perjalanan, jadi harus istirahat kata Edgar. Lyvie berbaring menatap keatas, dia belum bisa tidur, mungkin karena tadi siang kebanyakan tidur jadi sekarang belum ngantuk.
Dilihatnya ke sebelah kiri dimana Rinjani tampak sudah tertidur pulas, diangkat sedikit kepalanya untuk melihat teman-temannya yang lain, sudah tidur juga. Ia mengambil handphonenya, melihat apakah pesan yang sedari tadi dikirimnya sudah terkirim atau belum. Namun nihil, jaringannya disini sangat buruk jadi hanya tanda jam yang masih terpampang di setiap teks pesannya itu.
❝ Kenapa belum tidur? ❞ Lyvie menoleh ke kanan, mendapati Yiel yang berbaring disamping kanannya, lelaki itu sedari tadi memperhatikan pergerakan yang dia lakukan. Ia hanya menggeleng, tak tau juga kenapa dia tidak bisa tidur. Kalo tau mungkin dia bakal hindari biar bisa tidur.
Yiel menarik tubuh Lyvie menjadi berbaring menghadapnya, mengangkat pelan kepala gadis itu lalu menyelipkan tangan kirinya untuk dijadiin bantalan. Menepuk-nepuk pelan pundak sang gadis menggunakan tangan kanannya. Lyvie memejamkan mata saat dirasa nyaman dengan perlakuan Yiel, menikmati tepukan demi tepukan yang menenangkan. Berteman sejak kecil membuat pria didepannya itu tau saja apa yang bisa membuatnya nyaman.
Merasa teman kecilnya ini sudah tidur, Yiel tersenyum simpul. Ia juga sangat lelah. Namun urung niatnya untuk tidur tadi saat melihat Lyvie yang masih membuka matanya, karena sekarang gadis itu sudah tertidur ia jadi tenang untuk istirahat sekarang. Mencari posisi ternyaman untuk tidur walau dengan tangan yang menjadi bantalan temannya itu, akhirnya Yiel ikut menyusul yang lain masuk kedalam mimpi.
Perlakukan itu tak lepas dari pandangan orang yang tidur disebelahnya. Jeffrey menatap punggung lebar Yiel, tadinya dia ingin memanggil Lyvie saat melihat kepala gadis itu terangkat untuk melihat sekitar tapi tak jadi saat suara Yiel lebih dulu keluar sebelum ia membuka suara dan buru-buru ia pura-pura tertidur saat Lyvie menoleh ke arah Yiel yang berada didepannya. Mengabaikan apa yang dia lihat tadi, Jeffrey pun turut serta menjelajahi alam bawah sadar.
Lyvie membuka matanya perlahan, memastikan orang dihadapannya ini benar-benar tertidur. Dia sengaja pura-pura tertidur dihadapan teman cowonya yang satu ini. Yiel tidak akan tidur jika dia belum tidur, padahal matanya jelas sayu menahan kantuk. Jadi, daripada cowo didepannya ini tidak segera istirahat, ia tipu saja hehe.
Tak ayal tepukan yang diberikan Yiel benar-benar membuatnya merasa tenang. Namun sesaat, karena jauh di dalam dirinya. Otak dan batin terus memikirkan rentengan kejadian yang mereka alami seharian ini. Terlalu banyak dugaan yang ada di kepala saat ini. Perkataan dari mereka selalu berlain arah jika digabungkan justru menambah kebingungan dalam kepalanya.
☆ ★ ✮ ★
Suara kokokan ayam mulai terdengar, membangunkan gadis berponi. Diraihnya handphone untuk melihat jam, terpampang sudah pukul 05.12. Dengan dahi berkerut ia menatap sekitar, hanya dia satu-satunya orang yang sudah terbangun ditenda itu. Biasanya, saat adzan sudah berkumandang dia akan langsung terbangun untuk menunaikan ibadahnya. Tapi kali ini, sudah lewat dari jam biasanya, belum juga terdengar suara adzan dari tempat ibadah terdekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hear me Out | 97L
Teen FictionSemua dimulai sejak mereka merasa ada yang janggal pada perjalanan berlibur. ⊰. 97 Line ⊰. Fiksi Penggemar ⊰. Non Original Character ⊰. Content Warning: Harsh Words