17. Selamat Ulang Tahun, Raksa

71 6 2
                                    

"Sana, ih. Itu Pak Robi udah nunggu." Azka mendorong pelan tubuh kekar suaminya itu. Yang didorong malah mencebikkan bibirnya manja.

"Kamu lagi sakit masa aku pergi kerja? Udahlah aku juga mau cuti aja, mau merawat kamu."

"Gak usah, Raksa. Orang aku cuma gak enak badan aja kok. Istirahat sehari juga bakal langsung membaik." padahal Azka memang baik-baik saja. Ya, hari ini adalah ulang tahun Raksa. Tapi lelaki itu bahkan tidak menyadarinya. Azka berpura-pura sakit supaya bisa membolos kerja dan menyiapkan pesta kecil-kecilan untuk Raksa.

"Huft, aku pergi dulu," pasrah Raksa lemas. Selama beberapa detik Azka terkekeh, ia menerima uluran tangan sang suami lalu mengecupnya.

"Hati-hati bawa mobilnya, ya, Pak Robi."

"Siap, Bu." setelahnya mobil hitam itu meninggalkan pekarangan rumah mereka. Azka menghela napasnya lalu terburu-buru memasuki rumah. Meraih kardigan tipisnya lalu kembali melangkah. Agendanya yang pertama yaitu membeli semua perlengkapan untuk pesta nanti. Azka harus cepat!

Menggunakan motornya, Azka melaju menuju toko perlengkapan kue di ujung jalan. Sambil berdendang halus, tangannya mulai mengambil beberapa bahan yang dibutuhkan. Tepung terigu, gula halus, whipped cream, mentega, dan telur. Hampir lupa, lilin ulang tahun.

Hari ini Raksa tepat berusia dua puluh lima tahun. Tapi lelaki itu tak lebih seperti anak kecil yang manja. Raksa sangat menyukai makanan manis, seperti coklat dan permen. Bahkan separuh kulkasnya diisi oleh camilan-camilan manis milik Raksa.

"Emang gemas," gumam Azka mengingat tingkah suaminya itu. Setelah selesai, Azka menghampiri kasir, membayar semua belanjaannya dan kembali melanjutkan perjalanan.

Sesampainya di rumah, ia segera membereskan belanjaannya tadi. Membuka ponsel untuk melihat resep yang diberikan Vani. Asal kalian tahu saja, kue ulang tahun buatan Vani itu yang terbaik. Dulu Azka juga pernah mempelajarinya ketika Bian ulang tahun, jadi kali ini pun pasti akan berhasil.

Dan ia yakin Raksa pasti akan sangat menyukainya. Terbayang bagaimana wajah lelaki itu yang berbinar. Ah, sangat tampan dan menggemaskan.

"Jangan dulu memikirkan Raksa, ah, fokus Azka!" monolognya. "Oke. Yang pertama kocok kuning telur dan gula sampai mengembang." Azka melakukannya dengan baik sesuai resep yang ia baca. Tangannya sangat lihai dan terampil, seperti seorang profesional.

- ✦ -

Raksa memasang wajah cemberut. Menopang dagunya di atas meja dan tak sabar menunggu jam pulang kerja. Rasanya sangat membosankan tidak ada Azka di sini. Raksa benar-benar bad mood.

Sementara gadis di hadapannya mendelikkan mata sebal. Tangannya gatal sekali ingin menampar wajah bosnya itu. Tapi tidak! Belva masih butuh pekerjaan ini.

"Pak Raksa ... tolonglah dibaca dulu dokumennya, kalau setuju tanda tangani, kalau nggak setuju juga gapapa. Minimal baca dulu, yuk, jangan ngelamun terus!" geram Belva. Raksa menghela napasnya tak minat. 

"Gak ada Azka, Bel. Malas."

"Sama, saya juga malas, Pak. Malas jadi sekretaris Bapak."

"Ish, jahat." Raksa kian mencebikkan bibirnya. Kalau Azka yang melihat itu, sudah pasti dia akan membubuhi wajah sang suami dengan banyak kecupan gemas. Tapi Belva tidak, tentu saja. 

Raksa menggerakkan tangannya, meraba dokumen dengan tulisan braille itu lalu tanpa berpikir panjang ia menandatanganinya. "Kerjaan saya udah selesai, 'kan, Bel? Saya mau pulang."

RAKSAZKA : the good wife behind the bad girlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang