Prolog

391 12 1
                                    

"Dua manusia berteduh di tempat yang sama tetapi tidak bercengkerama, bukan karna besar kepala, namun mereka paham aturan agama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dua manusia berteduh di tempat yang sama tetapi tidak bercengkerama, bukan karna besar kepala, namun mereka paham aturan agama."—KAPTEN SURGA.

🎀_🤍_🎀

"Deres banget." Senja bergumam.  Sudah dua puluh menit lamanya air murni dari langit tidak kunjung berhenti. Senja berdiri, melangkah tiga langkah, tangannya terulur menampung cairan basah. Dia bergumam pelan, "Allâhumma shayyiban haniyyâ wa sayyiban nâfi‘â."

Kelopak matanya berkedip lambat menatap langit. Awan hitam hanya penglihatan lewat mata, kesadaran gadis itu dibawa pergi oleh pemilik nama yang pernah dilangitkan, namun sekarang sudah tidak pernah menyebutnya lagi.

Karena bukan satu atau dua orang yang  berbicara jika seorang Gus ditakdirkan untuk Ning. Ning... Keturunan kyai. Putri  pemilik pondok. Jauh sekali jika dibandingkan dengan Senja Abiyasa Labibah— perempuan fakir ilmu yang mendidik diri tanpa bangku pesantren.

"Permisi, boleh saya ikut neduh?"

Suara lelaki. Senja menjatuhkan telapak tangan bersamaan dengan manik menatap jalan. Tidak berminat membalikan badan. Kalau boleh egois, Senja tidak mau memberikan izin meskipun warung ini bukan miliknya. Tetapi balik lagi ke fakta— warung ini bukan miliknya, tidak punya hak melarang.

"Hm." Senja menjawab dengan deheman pelan.

Tidak ada lagi sahutan. Syukurlah, meskipun bertambah orang, keadaan masih sama, tidak ada obrolan sekedar basa basi. Sekitar sepuluh menit Senja menghukum kakinya berdiri. Dia tidak mau duduk di satu kursi bersama orang lain, terlebih hanya berdua.

Allahuakbar Allahuakbar...

"Alhamdulilah." Senja mengambil air mineral di tote bag miliknya. Dia berjongkok seraya membuka tutup botol. Gak tau faktor berpuasa atau memang tidak bisa membuka tutup botol—ini sulit, tenaganya mendadak gaib perihal buka penutup botol.

"Perlu bantuan?" 

"Tidak," jawab Senja tanpa pikir panjang. Dia terus berusaha membuka penutup botol sendiri. Keberuntungan memihak, penutup botol berhasil dibuka. Membaca bismilah—minum—baca doa buka puasa.

Tidak ada suara pertanda makanan dibuka ataupun kunyahan mulut. Apakah dia tidak berpuasa? Atau tidak berbuka?  Tidak mau menebak nebak, Senja menoleh sedikit ke belakang. Lelaki berjubah hitam sedang menatap jalanan. Terlihat dari pakaian saja, dia seorang muslim.

Melihat tidak ada barang di sekitar lelaki itu membuat Senja paham. Dia mengambil air mineral baru lalu menyodorkan pada lelaki dengan pandangan menatap ke arah lain. Senja masih berjongkok, namun tangannya merentang ke belakang. "Batalin."

"Buat saya?"

Senja menghela napas pendek. Pertanyaan bodoh macam apa itu? Jelas-jelas di sini hanya ada mereka berdua. "Jangan salah paham. Saya ngasih ini cuman mau kecipritan pahala puasa kamu bukan modus."

KAPTEN SURGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang