ALZEL || BAB 9

66 26 15
                                    

Vote dulu beb!🐣

Tandai kalau ada typo^°^

~~~

"Aku menghapus jejakmu dari hidupku, tapi mengapa bayangmu tetap menghantui pikiranku?"

-Vel

"Aku memandang ke cermin, tapi yang kulihat hanyalah bayangan seseorang yang hancur oleh cinta."

-Ze

"Cinta tak pernah benar-benar pergi, ia hanya berubah menjadi luka yang tak pernah sembuh."

-Bel


HAPPY READING
ೋღ 🌺 ღೋ



Di taman belakang sekolah, tampaklah Mora yang sedang duduk dengan kepala tertunduk dan matanya terpejam. Dadanya terasa sesak, dipenuhi oleh kenangan pahit dari tiga tahun yang lalu. Kejadian itu telah menghancurkan hati Mora, mengoyak kepercayaan dan kesetiaannya.

Kini, ia harus dihadapkan pada sosok yang telah menjadi penyebab kehancuran itu. Dunia terasa sempit baginya; mengapa pertemuan itu harus terjadi di tempat ini dari sekian banyak tempat yang ada?

Segala luka yang selama ini Mora usahakan untuk sembuh terasa sia-sia, karena sosok yang telah meninggalkan bekas luka itu kini kembali dalam kehidupannya.

"Kenapa lo harus kembali saat gue sedang berjuang untuk sembuh," desahnya pelan. Setiap kali mengingat kejadian itu, dadanya terasa nyeri.

"Mora."

Mora segera menghapus air matanya dan menatap Zelva yang baru saja memanggilnya.

"Kenapa lo di sini, Zel?" tanya Mora, berusaha menunjukkan bahwa ia baik-baik saja.

Zelva mendekat dan duduk di samping Mora. "Gue ngikutin langkah lo. Apa lo baik-baik aja?"

"Gue baik-baik aja."

"Jangan berpura-pura, gue lihat lo tadi sedang nangis. Gue tahu, Mor, kejadian tiga tahun yang lalu benar-benar menghancurkan lo. Tapi, apa lo gak ingin sembuh? Apa lo gak ingin bangkit dan melupakan masa lalu yang menyakitkan itu?"

Mora tersenyum pahit. "Gue udah berusaha, Zel. Gue udah berusaha untuk sembuh, tapi sepertinya takdir gak mengizinkan gue. Bahkan gue harus kembali bertemu dengannya, Zel."

"Oleh karena itu, berusahalah untuk gak terus-menerus mengingat masa lalu, karena masa lalu itulah yang menghalangi kesembuhan lo, Mor."

Mora segera memeluk Zelva erat, menangis di dalam dekapannya. Zelva pun membalas pelukan itu. Untuk pertama kalinya, Zelva melihat sahabatnya yang selama ini terlihat kuat dan selalu ada di sisinya, kini hancur dan menangis. Mereka telah bersahabat sejak kecil, sehingga Zelva mengenal betul sifat Mora yang selalu menutupi sisi rapuhnya.

"Maafin gue, Mor," ucap Zelva di antara pelukan mereka.

"Kalau aja gue tahu bahwa dia juga sekolah di sini, pasti gue gak akan ngebiarin lo pindah ke sini," lanjutnya.

ALZELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang