06| Kerja Kelompok ²

14 13 0
                                    

"Udah laporan sama Bu Indah?" Aku bertanya pada Jihan yang mengusulkan konsep desain baju itu. Cewek itu mengangguk.

"Bu Indah setuju. Katanya temanya biar sedikit beda dari yang lain. Kita buat King and Queen Flower," katanya.

"Raja dan Ratu bunga, ya? Tapi pake warna black–white. Darkness aja gak si?" tanya Lela.

"Gak. Kita bikin warna hitam putih itu buat dua sisi pakaiannya. Hitam melambangkan kejahatan, kalo putih melambangkan kebaikan. Dan bunya itu sebagai simbolnya. Bunga hitam dan putih," jawab Winda setelah tadi lama mendiskusikan itu dengan Jihan berdua.

"Ahh." Lela mengangguk mengerti. "Kenapa gak beli pita hitam juga?"

"Pita hitam itu langka. Kita buat bunga hitamnya pake plastik aja, kalau gak ya pake dedaunan," kata Dira menjawab. Cewek itu baru saja dari dapur, membawakan minuman yang tadi telah habis oleh para cowok. Aku beranjak dan membantu membawakannya gelas karena ternyata masih kurang.

"Oh iya, tadi Avin sempet beli cemilan. Masih di motor kayaknya," celetukku lalu melangkah keluar rumah dan mengambil sebuah kresek putih berukuran sedang yang berisi cireng 500-an.

"Nemu pedagang cireng tadi. Masih banyak, kasihan gak ada yang beli. Gue coba, enak kok," kataku lalu menyerahkannya pada yang lain. Namun Marvel dan tugi lebih dulu merebutnya dariku.

"Beli berapa, Kes?" tanya Dira terlihat tak enak hati.

"20 ribu," jawabku langsung.

"Enwak. Mwakasih, ywa, Kes," ucap Marvel dengan mulut penuh yang masih aktif mengunyah. Di tangannya sudah terdapat empat cireng sekaligus.

"Rakus lo!" Avin menggeplak lengan Marvel tanpa perasaan. Lalu ikut mencomot dua sekaligus.

"Kayak lo enggak," timpal Marvel setelah menelan kunyahannya. Ia ingin mencomot lagi namun tangan Jihan sudah terlebih dahulu menahannya.

"Habisin dulu yang ada di tangan lo," ujarnya dengan tatapan tajam.

Marvel hanya berdecak lalu melanjutkan kegiatan mengunyahnya tanpa banyak bicara lagi.

***

"Yang bener, Avin. Gak kayak gitu." Virly berujar. Ia menggeser duduknya supaya lebih dekat dengan posisi duduk crush nya itu.

Aku dan yang lainnya hanya memandang tanpa mau menanggapi.

"Mama lo dimana, Dir?" tanyaku pada Dira. Gadis itu berdehem seraya menoleh ke arahku. "Tidur siang di kamar," jawabnya. Aku pun hanya mengangguk mengerti.

"Jam berapa, sih, sekarang?" tanya Tugi. Cowok itu sibuk memotong pita atas perintah dari Lela.

Aku mengambil handphone ku yang berada di saku celana. Menyalakannya dan terpampanglah lockscreen dengan foto Keyla. Sudah pasti dia yang menggantinya sendiri karena seingatku kemarin lockscreen yang ku pasang adalah gambar kucing. Anabul itu memang menjadi binatang favoriku. Ku lihat jam yang tertera di sana. Pukul 14.30. Sudah hampir 4 jam kami berada di rumah Dira.

"Setengah 3," kataku menjawab pertanyaan Tugi.

"Aduh, gue harus pulang!" Pekik tertahan Lela yang langsung bangkit dari duduknya. Raut wajahnya terlihat panik.

"Kenapa? Bentaran lagi, elah. Nanggung. Nunggu jam 3 aja," celetuk Marvel yang langsung saja dihadiahi pelototan tajam dari si empu yang ditanya.

Lela memilih tak menghiraukannya. Setelah membereskan barang-barang yang ia bawa kemari, gadis itu berpamitwn pada Dira.

"Dira, gue pulang dulu, ya. Lanjut besok. Urgent soanya. Barang gue titipin di sini aja," katanya. Dira hanya mengangguk sebagai jawaban persetujuan.

Kesya's Story: XI MIPA 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang