03| Perpustakaan, Si kembar, dan Panti Asuhan

29 25 6
                                    

"PERHATIAN!!"

Suara itu mengintrupsi kami untuk serentak menoleh ke arah sumber suara. Di depan papan tulis, Rendy menatap seisi kelas dengan tajam.

"Nanti ada ulangan matematika dari Pak Joko sama ulangan sejarah dari Bu Dewi. Yang bawa contekan..."

Kamu semua menunggu kelanjutannya. "Bagi ke gue," lanjut Rendy membuat kami semua kompak berseru.

"Kirain apa, tolol. Malah minta contekan," sarkas Saga mewakili emosi kami semua.

"Berbagi itu indah," celetuk Rendy sebelum kembali ke bangkunya. Kami hanya bisa menghela nafas lelah.

Tak berselang lama kemudian bel pertanda dimulainya jam pelajaran pun berbunyi. Kami kembali duduk rapi di bangku masing-masing.

***

Aku melangkah menyusuri koridor lantai pertama menuju ke perpustakaan untuk meminjam buku yang akan dijadikan referensi tugas. Beberapa ruangan ku lewati termasuk kelas XII yang memang ada di lantai bawah. Sementara kelas X ada di ujung, paling terasingkan dari kelas dan ruangan lainnya, tapi paling dekat dengan kantin dan koperasi.

Sebenarnya di lantai dua juga ada perpustakaan, namun buku-buku di sana kurang lengkap. Alhasil aku memilih untuk pergi ke perpustakaan bawah.

Jam istirahat pertama belum lama berbunyi. Kenapa aku tidak ke kantin? Karena aku sudah meminta Siska untuk membawakan roti dan susu kotak.

Aku pun sampai di depan ruangan yang penuh buku itu. Kaki jenjangku melangkah masuk yang langsung dihadapkan dengan tempat penjaga perpustakaan. Aku berbelok ke kiri dan mulai menyusuri barisan rak-rak buku yang berisi begitu banyak buku. Dari yang kecil hingga besar, dari yang tipis hingga tebal.

Mataku menangkap sebuah buku sekitar 100 halaman dengan judul Ensiklopedia Alam. Ku ambil buku itu dari tempatnya. Sayangnya dari celah yang tercipta, aku bisa melihat seseorang ada di depanku. Tepat di depanku, hanya dibatasi dengan rak buku. Sejenak mata kami saling terpaku sebelum aku mengalihkan pandangan terlebih dahulu.

Sial! Mengapa harus bertemu dengannya lagi. Aku menggerutu dalam hati. Ku ambil beberapa buku secara asal lalu pergi ke tempat petugas perpustakaan untuk melakukan peminjaman.

"Kesya, ya?" Tanya petugas wanita berhijab itu. Murid-murid memanggilnya Kak Sela karena umurnya yang terbilang masih muda. Sekitar 25 tahun.

"Iya, kak. Udah apal sama saya, ya," celetukku bercanda yang dibalas dengan tawa kecil oleh Kak Sela.

"Bisa aja. Kan kamu sering ke sini dari kelas sepuluh. Eh, tapi kenapa jadi jarang ke perpus?" Tanya Kak Sela.

"Males naik turun tangga, kak. Soalnya di atas juga ada perpus, ya walau gak selengkap di sini si. Lebih nyaman juga di kelas sekarang," jawabku ramah. Kak Sela hanya mengangguk dengan mulut yang membentuk huruf O.

"Jangan lupa kembaliin bukunya, seminggu," ujar Kak Sela seraya menyerahkan buku yang akan ku pinjam.

"Siap, kak!" ujarku sambil melakukan hormat lalu berbalik. Siapa sangka ternyata di belakangku ada dia. Si Ketua OSIS yang entah kenapa akhir-akhir ini selalu ku hindari. Dia menatapku sejenak, tentu dengan tatapan datar bin dinginnya lalu melangkah maju.

Aku menghela nafas. Entah kenapa tadi nafasku sempat tercekat. Wajahku memerah malu. Pasti tadi dia memperhatikan interaksiku dengan Kak Sela.

"Anjir, anjir, anjir. Sialan. Bener-bener kayak jelangkung dia mah," gumamku menggerutu.

Aku menaiki tangga untuk kembali ke kelasku. Saat aku berbelok aku berpapasan dengan Siska yang berjalan sedikit berlari.

"Anjing! Astaghfirullahal'azim," ujar Siska sembari mengelus dadanya sabar.

Kesya's Story: XI MIPA 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang