.
.
.
.
.
.
.
.
."K-kak....sa-saya..." Gempa berbicara dengan menundukkan kepalanya karena ia tidak sanggup lagi menatap wajah Supra.
Supra kebingungan, apa yang terjadi?
"Ada apa? Kenapa wajahmu terlihat gelisah?" Tanya Supra.
"So-Solar....dia..." Gempa terus gugup dalam bicaranya.
"Ada apa? Solar buat masalah?" Tanya Supra semakin penasaran apa sebenarnya yang telah Solar lakukan.
"Solar...te-tewas." ucap Gempa, ia berhasil memberitahu Supra apa yang terjadi pada mereka.
Supra seketika terdiam seolah tidak percaya apa yang diucapkan Gempa.
"Gempa? Jangan ajak gue bercanda" tatapannya dingin.
"Tapi...ini serius" jawab nya.
Supra pun membalikkan badannya dan menyender di dinding. Ia juga memegang dahi nya mencoba berfikir.
"Kenapa? Kenapa ini bisa terjadi?" Tanya nya kembali. "Aku menugaskan mu untuk menjaga mereka, dan apa yang kau lakukan saat itu?" Lanjutannya.
"Saya...." Gempa gugup, karena ia takut Supra akan marah padanya. Tapi ini memang kesalahannya karena tidak bisa menjaga teman teman nya saat pergi saat menjalankan tugas studi tour.
"Lu ngapain aja?" Tanya nya dengan tatapan sedikit tajam pada Gempa.
"Kak...saya gak tau, tadi saat kamu semua hendak pergi berkeliling, Yaya mema-" Belum sempat Gempa menjelaskan, Supra sudah menatap nya dengan tajam dan memotong ucapan Gempa.
"Yaya?!" Ucap nya dingin dan sedikit kesal.
"Jadi? Lu, gue tugasin buat ngejagain temen lu, dan lu malah pergi pacaran?!" Sambungnya.
"Gak...gak gitu kak" Gempa kali ini benar benar merasa bersalah, dia memang terlalu memikirkan orang lain dibanding tugas nya.
"Ini Solar yang lu buat jadi tewas! Gimana kalo yang tewas itu Blaze?!"ucap nya sedikit dengan nada yang agak keras.
"Frost pasti bakal marah besar sama lo!" Sambungnya.
"Jadi....apa saya harus pergi mencari jasad Solar?" Tanya Gempa sedikit gemetaran karena takut.
"Gak usah! Biar tim ahli yang mencari" jawabnya singkat dan tidak memalingkan wajahnya.
________________________________________________
//Kamar Thorn dan Solar di Vila//
"Solar~.. huhu..." Thorn terus menangis dan memeluk guling nya hingga basah karena air mata nya.
Tidak lama, ada seseorang yang mengetuk pintu kamar Thorn.
Thorn terdiam dan melihat ke arah pintu.
"Thorn, gue minta maaf" ucap nya dari luar.
Thorn tau itu suara Blaze, dan dia tidak menghiraukan nya.
Blaze yang masih berdiri di luar pun terus meminta maaf atas perbuatannya pada Thorn. Namun Thorn sama sekali tidak merespon.
Blaze masih sangat merasa bersalah, padahal yang dia inginkan adalah kembali seperti dulu.
Dimana hanya ada Blaze dan Thorn saja yang paling dekat.
