Claudine terdiam di tempat, menatap ke bawah kakinya yang baru saja menginjak kertas itu. Dia mengambil langkah mundur, menyadari kesalahannya.
Di hadapannya, (Name) tampak agak gugup saat membungkuk untuk mengambil kertas tersebut dengan hati-hati. Namun, raut wajah gadis itu berubah kesal melihat kertas suratnya yang kini penuh noda dan sobek karena gigitan anak anjing.
Setelah mengambil kertas itu, (Name) berdiri tegak dan membungkuk sopan di hadapan kedua bangsawan itu. "Maafkan saya, Lady Claudine," ucapnya dengan suara yang sedikit bergetar.
Claudine berdiri menatapnya, memberi lirikan singkat dari ujung rambut ke ujung kaki gadis itu sebelum tersenyum tipis. "... (Name) Etman, bukan?"
(Name) terkesiap kaget dan menatap Claudine dengan ragu. Dia sudah menduga Claudine akan mengenalinya, tapi dia berharap itu bukan perihal Riette. "Ah.. Iya, Lady."
Odette, yang berada di sisi lain, mengelus anak anjingnya seraya menaikkan alis, menatap Claudine dengan heran. "Kamu kenal pelayan ini?"
Senyum Claudine menjadi sedikit lebih lebar saat dia beralih menatap (Name).
(Name) menelan ludah, berharap Claudine bermurah hati dan tidak mengungkit perihal Riette di hadapan Lady Odette. Namun, harapan itu terasa mustahil baginya.
"Iya," jawab Claudine dengan santai. Pandangannya kembali pada (Name) saat dia berbicara lagi. "Karya hasil tenunannya cukup terkenal di kalangan bangsawan Indonesia. Jadi aku cukup mengenalnya."
(Name) berusaha tetap tenang, namun hatinya berdebar kencang, takut akan apa yang mungkin diungkap Claudine selanjutnya.
Ada jeda sejenak sebelum Claudine melanjutkan ucapannya. "Bahkan tulisan yang sering kamu baca di surat kabar itu adalah milik gadis ini," tambah Claudine.
"Apa? Yang benar saja... pelayan ini?!" Odette terkejut, menatap Claudine dengan heran dan menaikkan sebelah alisnya. Dia tidak menduga bahwa tulisan yang sering ia baca di surat kabar, yang mencakup gagasan dan pandangan mengenai keterbatasan hak-hak perempuan pribumi, ternyata adalah milik (Name).
"Bagaimana kabarmu akhir-akhir ini?" tanya Claudine.
"... Saya baik-baik saja," jawab (Name). Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa dalam situasi yang membingungkan itu.
"Kupikir ke mana kamu pergi selama ini, ternyata kamu bekerja menjadi pelayan di sini setelah diusir oleh ayahmu?" tanya Claudine lagi.
(Name) pun kembali terkejut. Ia menatap Claudine dengan kaget. Bagaimana bangsawan itu bisa tahu segala sesuatu tentangnya, bahkan sampai permasalahan pribadinya dengan keluarganya? Namun dia hanya mengangguk, menjawab seadanya.
"Begitu ya..." gumam Claudine.
Melihat situasi itu membuat (Name) menunduk malu, menyadari bahwa Lady Odette sudah mengetahui perihal ayahnya yang menjualnya pada Matthias, dan kini Lady Claudine, entah bagaimana, mengungkap kenyataan lain bahwa ayahnya mengusirnya ke sana kemari.
"Karena Riette, bukan?"
(Name) menatap Claudine, wajahnya agak pucat, namun dia tidak menjawab apapun. Hanya terdiam saat Claudine melanjutkan ucapannya dengan santai.
"...Sebenarnya aku tidak masalah jika kamu menolak tawaran pernikahan itu, tapi aku tidak menyangka ayahmu akan sampai mengusirmu karena hal itu," tambahnya.
Ada jeda sejenak saat Claudine menatap (Name) lagi. "Padahal ayahmu punya pengaruh kuat sebagai seorang residen jenderal. Aku dan Riette hanya memegang harta, namun tidak punya pengaruh untuk mengendalikan rakyat. Jadi kupikir aku dapat mengambilmu melalui ayahmu dengan menggunakan uang, tapi sepertinya itu tidak bekerja dengan baik karena kamu adalah anak yang sangat keras kepala."
Claudine terkekeh pelan, tatapannya merendahkan. "Dan sekarang apa? Lihatlah nasibmu sekarang."
Odette, yang diam sedari tadi, menatap (Name) dan akhirnya bicara. "Jadi itu alasan kenapa kamu tidak mempublikasikan tulisanmu di surat kabar lagi? Karena diusir ayahmu?" Odette menggelengkan kepalanya dan menutup mulutnya dengan anggun. "Astaga... sudah dijual, diusir pula. Sungguh kasihan."
"Benar, bukan? Padahal yang harus kamu lakukan hanyalah merendahkan harga dirimu dan menerima tawaran menjadi istri kedua," tambah Claudine, melipat tangan dan menatap (Name) dengan angkuh. "Kamu memiliki ego yang tidak masuk akal untuk seorang putri dari keluarga yang mengalami krisis keuangan."
"Maaf--?!" (Name) tidak mampu menyembunyikan ekspresi ketidaksukaannya pada Claudine.
"Kenapa? Apa aku bicara hal yang salah?" tanya Claudine, senyum tipis dan tatapan angkuh tidak pudar dari wajahnya kala menatap (Name).
(Name) mengepalkan tangannya dan menatap ke mata Claudine dengan tatapan menantang. "Tolong tarik kembali kata-kata Anda. Saya bukanlah gadis yang bisa Anda beli dengan uang."
Raut Claudine sedikit berubah, menatap (Name) dengan tidak suka. Sebelum Claudine bicara, Odette langsung memotong. "(Name) Etman..." Ia mendengus perlahan, tatapan bosan muncul di wajahnya. "Kamu punya keberanian yang cukup menarik."
Odette menepuk pundak Claudine, seolah ingin menenangkan sahabatnya itu, dan beralih menatap (Name) dengan senyum tipis. "Tapi bukankah sebagai seekor pelayan, kamu sudah terlalu lancang di hadapan para bangsawan?"
(Name) membeku di tempat, perasaan dalam dirinya campur aduk-marah, kesal, benci, tapi juga takut. Dia tahu dia tidak punya kekuatan di sana, di hadapan dua bangsawan paling berpengaruh, sedangkan dia terpojok dan dihina sedemikian rupa.
Dia takut dihukum namun juga takut diusir.
(Name) menggigit bibir bawahnya dan melunakkan tatapannya pada mereka, kembali menunduk ke lantai dengan penuh rasa penyesalan. "... Maafkan saya," gumamnya pelan.
"Hm? Apa kamu bilang?" tanya Odette, menaikkan sebelah alisnya.
"M-Maafkan saya," ucapnya dengan suara sedikit dinaikkan.
Odette dan Claudine saling menatap dan tersenyum geli, sebelum Claudine kembali bicara. "Aku tidak dengar, lebih keras lagi."
"Maafkan saya!" Suara (Name) pecah, dia menunduk seraya menahan air matanya.
Lady Odette dan Claudine saling tersenyum geli dan berjalan melewati gadis itu. Sementara (Name) tetap berdiri di tempat, menatap lantai. Air matanya jatuh, perasaan kecewa, sedih, dan malu berkecamuk di dalam dirinya. Dia merasa terhina dan tidak berdaya, ditinggalkan dengan rasa hina yang mendalam.
'... Bangsawan sialan'
To be continued..
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐲 𝐁𝐮𝐭𝐭𝐞𝐫𝐟𝐥𝐲 [Matthias X Reader VOC AU!]
Fanfiction"Aku tidak menangkap kupu kupu dengan jaring, tapi aku membuka taman bunga sehingga ia datang padaku dengan sendirinya."- Matthias. ▪️〰️ 〰️▪️ Bertumbuh di tengah lingkungan diskriminasi dan budaya patriaki bukanlah hal yang mudah bagi seorang gadis...