Seperti biasa, aku mengunggah daftar bahan-bahan kimia yang ada di sini dan memasukkan jumlah sisa yang tempat ini punya ke dalam dokumen daring yang dapat diakses semua orang. Laboratorium ini mencantumkan tautan menuju dokumen tersebut di deskripsi media sosial resminya. Itu memudahkan calon klien yang akan menggunakan jasa kami untuk mengetahui uji apa saja yang dapat dilakukan di lab ini. Mahasiswa yang membutuhkan bahan kimia tertentu yang tidak tersedia di laboratorium universitas mereka juga kadang mengaksesnya untuk kemudian mengajukan surat izin penelitian di lab ini jika bahan yang mereka butuhkan tersedia.
Selain mendata inventaris laboratorium, pekerjaanku juga termasuk menerima sampel-sampel tumbuhan milik klien yang masuk melalui sampler atau pun diantarkan secara mandiri ke resepsionis. Setelah jadwal pengujian turun dari manajer bagian kami, tugasku juga menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan analis untuk melakukan analisis di jadwalnya. Kadang-kadang mahasiswa yang sedang melakukan penelitian juga meminta bahan kimia di luar daftar yang telah mereka cantumkan saat pendaftaran. Jadi aku harus menyiapkannya, mengantarkannya ke meja mereka, kemudian mendatanya agar dapat direkapitulasikan dalam tagihan tambahan yang harus dibayarkan setelah mereka selesai menggunakan lab.
Waktu istirahat adalah pukul sebelas sampai setengah satu siang. Meskipun sedang tidak banyak kerjaan, aku memilih memesan makanan kemudian memakannya di ruanganku sambil mengobrol dan mengerjakan pekerjaan yang belum selesai. Memang yang seperti ini sekarang lebih banyak diminati karena lebih praktis dan tidak harus mengantre. Hari ini aku memesan paket nasi dengan ayam goreng yang sedang promo gratis minuman.
“Hei, bisa tolong aku menusukkan ini,” teriakku dari tempat dudukku. Seorang teman yang satu ruangan denganku menghampiriku.
“Ah, masak begitu saja tidak kuat. Katanya kamu pernah latihan kenjutsu2,” oloknya sambil menusukkan sedotan ke penutup gelas minumanku.
“Nih.”
Aku mengambilnya sambil menggerutu dan mencoba menyangkalnya.
“Lagi pula kalau kau menusukkan sedotan dengan kekuatan penuh, yang ada gelas plastiknya yang akan pecah. Ini bukan tentang kekuatan, tapi teknik yang digunakan,” bualku.
Aku melanjutkan makan sambil menggulir halaman toko online pada komputer kerjaku. Teman yang tadi menghampiriku melongok layar monitornya.
“Wah, official merchandise animasi itu, ya? Aku juga baru memesannya dengan harga yang lebih murah. Bukan di toko resmi, sih,” komentarnya.
“Memangnya ada yang seperti itu?” jawabku. Aku juga sering melihat toko abal-abal yang menjual merchandise yang sedang viral dengan harga murah. Tapi tidak jarang toko itu cuma scam. Ciri-cirinya mudah dikenali, sih. Mungkin yang paling bisa terlihat toko itu hanya menjual barang itu saja dengan rating penjualan dan ulasan yang sangat positif. Kemudian jika dicoba beli, penjualnya akan beralasan banyak hal seperti gangguan server dan sebagainya hingga transaksi dilakukan di luar prosedur market place.
“Ada, kok. Buktinya aku menemukannya. Rating penjualannya juga bagus. Sudah kupesan bahkan sebelum toko resminya membuka pemesanan perdana. Tapi karena pengemasannya dilakukan dengan proteksi ekstra, bobotnya bertambah saat ditimbang di ekspedisi pengiriman. Jadi aku harus membayar lagi dan pengirimannya tertunda. Sampai hari ini paketnya belum sampai,” ceritanya. Padahal sudah berkali-kali dia kena tipu. Tapi entahlah kenapa masih saja mudah terkecoh dengan penawaran-penawaran yang tidak masuk akal.
“Hmm, sepertinya dalam beberapa waktu ke depan kamu bakal dapat pelajaran berharga lagi,” gumamku seraya menyedot minuman gratisan yang rasanya hanya seperti air gula dengan banyak es batu. Ada potongan kecil lemon yang naik turun mengikuti polaku menyedot airnya. Dilihat dari ukurannya jelas bukan lemon itu yang memberikan aroma seperti sabun pel ini. Mungkin kalau bagiku, pelajaran berhargaku hari ini, ya, air es ini. Aku tidak menyesal, kok. Demi berhemat, yang penting ada sesuatu yang kuminum untuk hari ini dan setelahnya aku tidak mati. Jika beberapa orang meyakini bentuk pengorbanan terbesar itu rela mati, bagiku itu hanya omong kosong. Tidak ada orang yang rela mati sebelum melihat hasil perjuangannya. Lagipula tidak masuk akal rela mati demi hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Road To Me
RomansAku juga tidak tahu seperti apa aku yang asli. Bukan aku yang sedang mencintai seseorang. Bukan juga aku yang sedang patah hati karenanya.