MENJADI BUDAK SATPAM PESANTREN (2/2)

2.9K 29 4
                                    

Aku terbangun dalam posisi tertidur. Masih dalam ikatan namun kali ini berbeda. Mulutku terpasang sebuah ball-gag, yg dilapisi oleh masker buff. Kaki dan tanganku disatukan di arah depan. Sarung hitamku digunakan untuk mengikat kakiku, sehingga kini pantatku sangat ter-ekspos.

Kang Hanif datang. Ia menggunakan pakaian gamis pria berwarna putih, dengan sorban merah-putih yg diikatkan di kepala dan tak lupa kacamatanya. Pakaian yg bisa ia kenakan saat shubuh.

Kang Hanif mulai mendekatiku. Merubah posisiku menjadi duduk, dan menyingkap gamisnya. Rupanya Ia tak menggunakan daleman. Kontolnya muncul dan ditempel - tempelkannya di wajahku. Lalu ia menurunkan buff-ku dan melepas ball-gag-nya. Ia langsung meminta Aku mengoralnya.

Tanpa basa-basi, Kang Hanif langsung memasukan kontolnya dan Aku mengulumnya. Sebnernya Aku sudah enek dengan pejuh Pak Herman yg sangat memenuhi mulutku. Namun, entah mengapa Aku mulai menyukainya.

Aku mengulumnya naik turun, seraya melinjatinya. Mulai dari bawah, hingga kumainkan lubang kencingnya. Layaknya sedang menjilati ice cream. Lidahku meluncur basah di setiap bagian kontol Kang Hanif. Semua ku basahi dengan air liurku.

Kang Hanif menurunkan gamisnya sehingga Aku berada di dalamnya. Ia lalu menggerakan kepalaku, maju mundur. Meski tersedak, Aku menikmatinya.

Setelah 5 menit berjalan, tangan Kang Hanif tak lagi memegang kepalaku. Namun aku masih tetap mengulumnya. Kang Hanif lalu mundur dan tersingkaplah gamisnya. Aku melihat Kang Hanif kini dalam keadaan terikat. Dada dan tangannya sudah terikat ke belakang. Sebuah simpul shibari, terpasang di tubuh seorang pria yg menggunakan gamis dan sorban. Ahh.. Betapa indahnya.

Rupanya ada Pak Herman yang baru saja mengikat Kang Hanif. Ia masih mengenakan seragam yg sama, lengkap dengan sarung tangan kulitnya dan kali ini juga menggunakan jaket kulit. Pak Herman menyumpalkan kaos kaki ke dalam mulut Kang Hanif, lalu menutup mulutnya dengana pasangan kaos kaki itu.

Pak Herman mengeluarkan udeng. Ia kembali memasang ball-gag di mulutku. Lalu buffnya dikeataskan sehingga menutupi seluruh wajahku. Terakhir Ia menggunakan udeng untuk menutup wajahku.

Pak Herman menyingkap gamis Kang Hanif, dan menempelkan kontolnya di depan wajahku. Ia mulai mengocok kontol Kang Hanif, sambil membekap mulutnya.

"Hmmmhh..." Kang Hanif mulai mendesah.

Bekapannya semakin kencang, seraya kocokannya juga yg semakin menjadi - jadi.

"Hmmppphhhh..." sarung tangan yg menyentuh pangkalan kontol Kang Hanif, membuatnya semakin sange. Pak Herman semakin kencang membekap mulutnya.

"HMPPHH... HMMHHH.. HMMHH..." Kang Hanif memuntahkan pejuhnya di wajahku yg terlapisi udeng dan buff. Namun banyaknya pejuh Kang Hanif, menembus udeng dan buff itu, sehingga baunya sangat menyengat meskipun wangi.

Setelah itu, Aku diposisikan menungging. Pantatku diberi sebuah pelicin yg justru membuatku sange. Aku dapat merasakan, sarung tangan merabah pantatku dan berusaha menjebol keperawanannya.

Beberapa kali mencoba, akhirnya keperawananku berhasil dijebol.

"HMPPPHHHHH...."

Aku menahan sakit yg luar biasa. Bagai tanpa diberi ampun, setelah 1 jari berhasil masuk, langsung ditimpa dengan 1 jari lagi.

"HMPPOHHH..."

Setelah berhasil mengobok - obok dengan jari, pantatku terus dilebarkannya hingga 5 jari berhasil masuk. Rasanya sakit, sungguh sangat sakit. Tapi, Aku menikmatinya.

Setelah itu, Aku dapat merasakan sebuah kontol dengan mudahnya masuk ke dalam lubangku.

Udeng dan buff yg menempel di wajahku disingkap, tapi masih menutupi mataku. Lalu ballgagku diganti dengan sebuah kontol. Kini posisiku, semua lubangku dipenuhi kontol.

Belakang mendorong, depan mendorong. Dapat kurasakan sarung tangan yg menjambak rambutku. Itu berarti Kang Hanif bermain dengan pantatku, dan Pak Herman dengan mulutku.

Tusukan itu. Rasanya perih, namun mulai kunikmati. Lubang yg sensitif itu, dimanjakan dengan sebuah batang yg bergerak maju mundur. Membuatku menikmati rasa nikmat yg tak dapat ku gambarkan.

Bibirku meskipun sudah lelah mengoral, namun Aku tahu bagaimana nikmatnya masterku merasakannya. Betapa enaknya ketika lidah licin ini, menyentuh dinding - dinding kontol yg sensitif. Geli namun nikmat.

Ku rasakan celana pdh satpam yg mengapit badanku, lengkap dengan sepatunya. Pak Herman duduk di atas kasur, mengapit tubuhku dengan rasa cintanya. Tangan kirinya sebagai tumpuan, tangan kanannya untuk menggerakan kepalaku yg sudah lelah ini. Ia melakukannya lebih manusiawi dari sebelumnya.

Kang Hanif berlutut tegak dan menikmati keperawananku yg masih segar ini. Dalam keadaan badannya yg terikat, Ia sangat menikmati cengkraman pantatku yg masih terhitung rapat ini.

"Emmhh..."
"Agrhh... Ahh..."
"Emppphh...."
"Ahhh..."

Desahan mereka, dibarengi bau pejuh Kang Hanif yg menyelimuti wajhaku, membuatku semakin sange.

Sekitar 10 menit,
"Hmmmpphh..."
Kang Hanif akhirnya menyemburkan pejuhnya di pantatku. Bisa kurasakan hangatnya, namun ternyata Ia menggunakan kondom sehingga tak berceceran.

Pak Herman melepas kontolnya, dan memasangkan kembali semua yg menutupi mulut dan wajahku. Ia membantu Kang Hanif berdiri, lalu langsung menusuk pantatku. Bagai kesetanan, Ia mengebor pantatku tanpa ampun. Gerakannya sangat cepat dan beringas.

"HMMPPHH... OGHHRMMPP.. OGRHMPP..." Aku mendesah. Kali ini, rasanya begitu sakit. Sangat kasar cara permainan Pak Herman.

Ia lalu mencopot sorban Kang Hanif, dan digunakan untuk melingkari wajahku. Sisa sorban yg panjang digunakannya untuk menarik kepalaku. Kini Pak Herman seperti sedang bermain kuda - kudaan.

Sesak nafas & sakit yg kurasakan, kini Aku baru berasa menjadi budak yg sebenernya. Tak ada nikmat yg kurasa, Aku benar - benar tersiksa.

"Hmpp.. Hmmhh.. Hmmm..."
Suaraku mulai tak terdengar, namun itu dihiraukan.

Pak Herman terus menggenjot pantatku dan menarik kepalaku dengan sorban. Tak kenal rasa lelah, ia terus menggenjotku.

"Hmphhh.. Hmmhhhh..."
Aku berusaha memberitahunya bahwa Aku tak menikmati ini. Namun itu sia - sia.

Setelah 15 menit, Pak Herman merangkulku dan membekap mulutku. Lalu meluncurkan spermanya di dalam pantatku, tp tetap dengan kondom. Aku merasa lega, akhirnya penderitaanku berakhir.

Tak butuh waktu lama, Pak Herman mencabut kontolnya. Lalu ia memposisikan ku untuk duduk, dan melepas semua yg menutupi wajahku. Akhirnya Aku bisa menikamti nafas segar. Aku melihat Kang Hanif sedang dalam posisi terikat di sebuah bangku.

Pak Herman berdiri di depanku. Aku melihat wajah Pak Herman yg ditutupi masker buff. Bisa ku terka wajahnya tersenyum, sambil mengelus rambutku. Tak lama, Ia menutup hidungku dan memaksaku membuka mulut. Lalu Ia menuangkan pejuh milik Kang Hanif & miliknya sendiri yg terkempul di kondom tadi.

Aku benar - benar mual dan jijik. Tapi Ia memaksaku. Aku ingin muntah, tapi Ia membekap mulutku dengan kencang. Tak peduli berapa kali Aku ingin berusaha muntah, Ia tetap memaksaku. Dengan terpaksa, Aku menelannya.

Lalu, lagi - lagi dipasang ball-gag. Wajahku dibungkus lagi dengan masker buff dan udeng bekas pejuh tadi. Sorbannya dilepas. Aku dibiarkan menikmati bau yg menusuk ini.

Sungguh Aku merasa hina dan dendam sekali. Disisi lain merasa lelah, namun tak bisa ku pejamkan mata.

"Semua di pondok ini mengira Kamu minggat dan pulang, jadi tak ada yg peduli. Mulai sekarang, Kamu jadi budak Kami ya Le.. Tugasmu hanya melayaniku. Tenang, bukan cuma Kamu. Ada juga Hanif." ucap Pak Herman lalu terdengar pergi meninggalkanku.

~
Setiap hari Aku digilir, bergantian dengan Kang Hanif. Namun Kang Hanif masih diberi kebebasan, sedang Aku sama sekali tidak. Meski tetap diberi makan dan minum.

Bangsatnya bukan hanya Pak Herman, tetapi juga teman - temannya yg membayar. Mulai dari sesama satpam, kuli, santri lain, hingga TNI. Aku dan Kang Hanif dijual. Terkadang Ia juga melakukan live dan menjual video Kami.

Untungnya Aku dilepaskan setelah 1 minggu, karena ada kekhawatiran orang tua-ku menjenguk-ku ke Pondok. Btw orang tua ku tidak mengerti kasus ku.

Aku di borgol, di bius dan di lakban dengan pakaian yg rapi. Aku dibawa Kang Herman dengan mobil tuanya. Sesampainya di kampungku, Aku dibangunkan. Semua barang - barangku sudah ditaruh luar, dan Pak Herman meninggalkanku begitu saja.

Aku mengecek tas, ada uang sebanyak 10 jt. Lalu ada tulisan "Jangan berani macam - macam melapor, Kamu tahu akibatnya!". Semenjak saat itu, Aku menaruh dendam dengan Pak Herman. 

PENCULIKAN DI PESANTRENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang