2

495 42 3
                                    

*. : 。✿ * ゚ * .: 。 ✿ * ゚  * . : 。 ✿ *

Perlahan, cahaya matahari menaik menampakkan kilauan yang indahnya ke bumi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perlahan, cahaya matahari menaik menampakkan kilauan yang indahnya ke bumi.

"Apa nan tejadi telah itu Mama?" tanya si kecil yang masih berusia tiga tahun, parasnya yang begitu persis dengan wajah cantik Mamanya, namun memiliki sifat dingin dari Papanya, jangan salah walaupun ia berpenampilan cantik namun ia tetplah seorang laki-laki.

Wanita cantik itu tersenyum, ia mengusap kepala si kecil dengan penuh kasih.
"Si gadis masih menunggu, sampai ajalnya tiba."

"Cian kali.." ucap si kecil

Wanita tersebut mengangguk setuju. "Tapi.." lanjut wanita cantik tersebut, membuat atensi si kecil semakin fokus.

"Semuanya baik-baik saja," lanjutnya.

"Papa~!" ucapan si kecil yang langsung senang melihat kehadiran sang Papa yang baru pulang kerja.

Dengan cepat si kecil berlari, turun tak sabaran menyambut tubuh tinggi tersebut. Meninggal wanita cantik yang terdiam di sofa sembari tersenyum.

Tubuh si kecil langsung di gendong, wajah kecil tersebut masih menampilkan senyumnya menatap sang Papa.
"Papa apek?" ucapnya.

"Tidak." ucap pria tersebut mengecup pipi bulat putranya.

"Yeah! Yus mangat. Kan ada Ben!" seruan semangat si kecil dengan satu tangan kecilnya yang di angkat mengudara.

Pria itu tersenyum mengangguk, kemudian melanjutkan langkahnya ke tempat wanita cantik tersebut berada. Memberikan kecupan sekilas pada bibir ranum yang sudah menjadi candunya.

"Kamu habis menceritakan kisah sedih itu lagi pada Ben?" ucapan pria tersebut mengusap kepala wanita tersebut.

Wanita itu mengangguk, lalu menampilkan cengirannya.
"Maafkan aku.." ucap pria itu.

Wanita itu memeluk pinggang si pria, membuat tangan kekar itu segera tergerak untuk mengusap punggung kecil istrinya.

"Nangan nanis Mama.. Is oke, is oke.." ucap si kecil yang bernama Ben. Tangan kecilnya ikut mengusap pucuk kepala Mamanya.

Ben yang tidak suka melihat Mamanya bersedih membisikkan sesuatu kepada Papanya. Keduanya seketika saling mengangguk.

Diam-diam pria itu menurunkan tubuh Ben dan si kecil langsung melesat pergi.

Kepergian si kecil, membuat tubuh kekar itu melepaskan pelan pelukan istrinya lalu berjongkok.
"Kenapa menangis hm?" ucap pelan pria itu itu.

Wanita itu mendongak. "Kak Theo, kamu jangan tanya aku kenapa nangis yang ada aku akan semangat menangis.. Hiks.."

"Aa, oke. Jangan menangis hm?" ucap pria itu segera meralat perkataannya, lalu segera memeluk tubuh istrinya.

"Aku sudah disini, jadi milikmu. Jangan ingat masalalu.." bisiknya.

𝐋𝐚𝐬𝐭 𝐂𝐡𝐚𝐧𝐜𝐞 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang