6

218 30 8
                                    

*. : 。✿ * ゚ * .: 。 ✿ * ゚  * . : 。 ✿ *

10. Mei. 4xxx

Begitu waktu pulang tiba perusahaan sudah begitu sepi Biilaicca berjalan keluar dari ruangannya, lalu mengintip sedikit pada ruangan CEO. Gadis itu tersenyum kecil, namun segera melemah kala tak menemukan tanda kehidupan di ruangan tersebut.

"Sudahlah, mau pulang saja.." ucap pelan Biilaicca.

Mengingat kata pulang semangat 45 gadis itu kembali hidup, dengan langkah riang ia mendekati pintu lift dan menekan tombol tersebut.

Saat menunggu pintu terbuka, tubuhnya tersentak dan berbalik. Matanya membulat kala melihat sosok tinggi Theodore.

Berdeham. "Sudah mau pulang?"

Biilaicca menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Makan?"

Biilaicca mengerutkan kedua alisnya bingung dengan kata Theodore.

"Sudah makan?" ulang Theodore.

"Sudah," balas Biilaicca.

"Kuantar." ucap Theodore menggenggam tangan Biilaicca, keduanya sama-sama saling menautkan jari sembari melempar senyum hangat.

"Kamu jangan seperti it—AHK!"

Mendengar suara teriakan seseorang pegangan yang sempat terjalin itu terlepas dan berjarak. Bersamaan dengan itu dari belakang Theodore dan Biilaicca, Stefanie dan Yance yang juga sebelumnya sama-sama melakukan kontak fisik ikut berjarak.

Stefanie dan tunangannya Yance yang sebelumnya saling bercanda saling mendorong jauh, Stefanie bersandar di dinding dekat pintu lift, sementara Yance di seberang tembok merapat.

Keempatnya tersenyum canggung.

"Hehe.. Bibi.. Tuan Muda Theodore," sapa Stefanie.

"Stefie, kamu belum pulang? Aku pikir kamu sudah pulang.." fokus Biilaicca mengarah pada Yance dan memberikan salam pada Yance.

Yance mengangguk kecil sebagai balasan, Theodore menolak kontak mata dengan Yance sama halnya dengan Yance menolak kontak mata dengan Theodore.

TIN!

"Kalau begitu aku duluan, Stefie, Tuan Muda Yance," pamit Biilaicca. Theodore menyusul masuk.

Sementara Yance dan Stefanie langsung kembali merapat.
"Kan sudah aku bilang! Jangan main-main di kantor," ucap kesal Stefanie. Ia hampir saja ketahuan, gadis itu belum siap mengenalkan statusnya pada publik.

"Iyaaa.. Tidak lagi, kalau ingat." ucap Yance berjalan lebih dulu menekan tombol.

"Dasar!" gumam Stefanie.

—♡—

Theodore menaikan satu alisnya kala melihat Biilaicca bersama Benteley duduk berjongkok di depan apartemen yang sudah di beli Theodore untuk Benteley. Dengan kedua tangan masing-masing di dagu membentuk kelopak bunga yang mekar, sembari menatap pada sosok tinggi Theodore.

"Kenapa diluar?" tanya Theodore.

Tangan Theodore menarik pelan tangan Biilaicca dan Benteley untuk bangun.

"Tunggu Papa.." jawab Benteley. Theodore yang mendengar itu sedikit memiringkan kepalanya.

"Mama lupa bawa uncina, jadi Ben sama Mama tungguin Papa disini," ucap Benteley.

Theodore menghela napas menatap Biilaicca yang tersenyum memperlihatkan giginya.

Kecerobohannya masih belum hilang. Pikir Theodore.

"Ayo masuk." ucap Theodore yang berjalan lebih dulu, disusul Biilaicca dan Benteley di belakang.

—♡—

Sementara di kediaman De' Leouf, mereka masih bermalas-malasan di atas tempat tidur, apalagi hari ini kota terus di guyur hujan membuat orang orang akan sangat malas untuk sekedar bangun.

Yance memeluk erat tubuh Stefanie yang berada di tengah-tengah, sementara Alexander saling berpelukan dengan Maminya. Terlihat begitu mesra juga terlihat sedikit menyiksa.

Stefanie yang terbangun ingin kekamar mandi harus berusaha sekuat tenaga untuk bisa lepas dari lilitan Yance, terlebih kekuatan tubuhnya yang lebih besar dari tubuh Stefanie.

Setelah berhasil lolos, tempat di bagian tengah sangat kosong, Alexander yang terbangun karena mencari pelukan hangat Maminya meraba sekitarnya, sampai pada tubuh Papinya, namun begitu merasakan tekstur yang kokoh dan keras, si kecil itu bangun dan duduk mendorong jauh tubuh besar Papinya.

"Bukan, Mami.." cicitnya.

Yance juga ikut terbangun karena tidak menemukan sosok istrinya.

Melihat pintu kamar mandi terbuka, mata Yance dan Alexander berbinar senang.

"Kalian kenapa?" tanya Stefanie bingung melihat kedua Ayah dan Anak itu memancarkan kebahagiaan.

"Peluk!" ucap keduanya bersamaan.

Belum Stefanie bersua, tangannya sudah di tarik oleh keduanya menjadikan ia sebagai bantal dan boneka untuk di peluk erat.

"Hhah~" helaan napas pasrah Stefanie yang berada di tengah-tengah kedua laki-laki beda ukuran.












જ⁀➴Tubee

𝐋𝐚𝐬𝐭 𝐂𝐡𝐚𝐧𝐜𝐞 ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang