12. Harsa Yang Tertunda

20 6 2
                                    

✼ •• ┈┈┈┈๑⋅⋯ ୨˚୧ ⋯⋅๑┈┈┈┈ •• ✼
happy reading!!

Semenjak tangisan hebat kala itu, Anna jadi tidak mempunyai tenaga lagi untuk menangis. Sekalipun kesedihan sering datang, ia rasa itu hanya untuk menyadarkan dirinya dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan.

Di malam yang panjang itu, dalam sunyi dan redupnya lampu kamar. Anna terdiam sangat lama, tidak ada yang gadis itu lakukan selain hanya berdiam diri dengan pikiran yang seolah terus menerus memaksanya mengingat seseorang yang telah pergi.

Anna setuju dengan salah satu qoute yang mengatakan "Aku sudah berusaha sebisa mungkin melupakanmu, tapi semesta selalu punya cara untuk ku mengingatmu."

Sebenarnya ini bukan hanya tentang Narafka, tapi tentang mama juga. Pengakuan yang ia terima tempo hari belum cukup membuatnya berhenti meratapi nasib yang ia punya. Bagaimana ia berpikir semesta yang tidak adil, atau ia bahkan menyalahkan tuhan karena memberikan kehidupan yang kurang mengenakkan.

Anna jadi berpikir untuk mengakhiri hidupnya, karena demi apapun ia sudah tidak punya tenaga lagi bahkan untuk sekedar berdiri. Padahal selama ini dirinya selalu bersemangat belajar agar mendapat nilai yang sesuai dengan yang diharapkan, supaya nantinya bisa jadi kebanggaan agar orang yang telah melahirkannya itu bisa pulang dengan perasaan senang.

Tapi setelah tahu fakta yang dibawa ibunya hari itu jelas saja membuatnya langsung tersungkur, kenyataannya sangat pahit, Anna seolah dipaksa meminum banyak pil obat padahal ia tidak menginginkan itu sama sekali.

"What should I hold on to if everything is gone."

Nada putus asanya membawa semilir angin berhembus lewat celah jendela, menghantarkan hawa dingin yang menembus langsung kepermukaan kulit. Badannya hanya beringsut diatas kasur yang telah kusut, sama seperti keadaannya yang kacau balau.

Ditengah riuhnya isi kepala, matanya bergerak menatap kearah meja belajar. Ada beberapa foto tergantung disana, salah satunya ialah foto dirinya bersama Narafka, atau sebut saja itu adalah kekasih pujaan hatinya.

Tidak lantas bergerak dan mengambil foto itu, matanya yang sudah basah kembali meneteskan air mata. Bahkan seseorang yang membuatnya melihat dunia pun bisa menghantarkan rasa kecewa, apalagi orang yang tidak jelas dimana keberadaannya.

Saat dirinya mulai bangun dan berniat mengambil semua foto dan barang pemberian lelaki itu, tiba-tiba saja badannya mendadak kaku dan tidak bisa digerakkan. Hatinya baru saja memberitahu, bahwasannya semua itu bisa dibuang kemana saja, tapi kenangan bersama lelaki itu akan terus menghantui pikirannya.

Jadi setelahnya, gadis berambut coklat itu kembali menangis. Ia tidak mau lagi memahami cara kerja semesta, karena pada akhirnya, ia tetap saja terluka untuk yang kesekian kalinya.

"Kalau ada apa apa, kasih tau aku ya."

Lalu percakapan antara ia dan Narafka terdengar setelahnya, itu terjadi sekitar 2 tahun yang lalu. Dimana ia dan pemuda itu berteduh setelah basah kuyup karena kehujanan. Sengaja katanya, asal bersama dia apapun akan ditempuh.

"Nanti aku kasih tau kamu kalau aku udah demam." Seketika Narafka langsung menatapnya dengan khawatir, yang jelas saja itu membuat Anna tertawa.

"Aku emang suka demam kalau abis main hujan, tapi gak apa apa nanti juga sembuh lagi."

"Gak boleh gitu dong, kan aku jadi gak enak."

Anna memperhatikan lelaki dihadapannya sembari tersenyum, raut wajah khawatirnya sudah cukup membuktikan jika ia benar benar khawatir akan keadaannya saat ini.

"Asal sama kamu Na, semuanya bakal baik baik aja." Dan entah kenapa ia berkata demikian.

Derasnya hujan bahkan mendadak tidak terdengar saat Anna berkata seperti itu, Narafka yang kala itu masih menatap bola matanya bahkan langsung memeluk erat gadis itu dipersimpangan jalan.

Narafka tahu betul sebanyak apa yang Anna harapkan pada dirinya, sebesar apa rasa cinta yang gadis itu berikan untuknya. Ia juga tahu jika yang beruntung disini bukan hanya orang yang saat ini sedang ia peluk, tapi dirinya juga.

"Sorry, I will understand you better in the future."
Anna mengangguk sebagai balasan, membuat hujan reda perlahan-lahan.

"Kamu beneran gak bakal kemana mana?" Lalu yang perempuan bertanya, entah kenapa sekelebat pemikiran buruk melewati pikirannya.

"Kamu ragu?" dan yang lelaki balik bertanya.

"Sometimes, I'm afraid if you go without me."

Narafka kala itu memang tidak memberikan jawaban apa apa, dirinya hanya diam menatap bola mata lawan bicaranya seolah mendeskripsikan bahwa tolong lihat betapa serius dirinya dalam membangun cinta.

Matanya tidak mengeluarkan air mata, juga bibirnya terasa kelu hanya untuk berbicara sepatah dua patah kata. Ia terdiam seribu bahasa, sangat berhati hati seolah apa yang akan ia ucapkan bisa menyakiti hati perempuan didepannya.

"Apapun itu, tolong hidup lebih lama lagi ya? Biar aku bisa terus cari kamu dalam keadaan dan rasa yang masih sama." Final Narafka waktu itu.

Hari itu dirinya sangat percaya jika pemuda dengan rambut yang sudah mulai mengering itu akan menjaganya lewat mata yang mendefinisikan bagaimana cintanya menggembara. Padahal kenyataannya, kepercayaan itu saat ini hilang begitu saja. Seperti sepucuk kertas yang terbawa angin lalu hilang hingga hinggap yang entah dimana keberadaannya.

Anna tidak tahu jika percakapannya dengan Narafka hari itu adalah hari terakhir ia bisa berbicara dan bertemu secara langsung. Karena besoknya, ia tidak dapat melihat lelaki itu tersenyum setiap kali menunggunya datang dipintu masuk kelas.

Bahkan pesan yang ia kirim mengenai dirinya yang sedang demam pun tidak kunjung sampai, padahal ia sudah memaksakan diri untuk tetap pergi kesekolah supaya bisa bertemu dengannya. Walaupun akhirnya usaha dia berakhir dengan rasa kecewa, membiarkan hujan yang kembali turun membasahi tubuhnya tanpa ditemani Narafka seperti hari sebelumnya.

Ia salah soal dirinya yang tahu banyak tentangnya, nyatanya ia hanya setangkai bunga yang kebetulan merasa dicintai oleh pemiliknya. Hingga akhirnya pemilik itu pergi, membuat sebagian warna pada kelopak bunganya perlahan memudar lalu rapuh dan terjatuh.

  Akhirnya Anna berhasil menemukan pesan Reyn yang bisa ia terima dengan perasaan lega, bahwasanya berharap kepada manusia memang sumber kecewa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

 
Akhirnya Anna berhasil menemukan pesan Reyn yang bisa ia terima dengan perasaan lega, bahwasanya berharap kepada manusia memang sumber kecewa. Jadi, lambat laun dirinya mulai menutup mata. Sedikit berharap semoga, dirinya saat ini mungkin hanya harsa yang tertunda.

tbc..

btw terimakasih buat para reader's yg masih setia nunggu. 💓💓💓

FOTOGRAFI SENJA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang