Kantin SMA Nirmala selalu ramai ketika jam istirahat pertama, apalagi ini adalah hari Senin, semua pasti sangat lelah setelah mengikuti upacara.
"Berat banget hidup, lo"ujar Rangga sambil menggeser kan semangkok bakso kepada Angkasa.
"Thanks, bro"ujar Angkasa.
"Mikirin apa lo? Maya?"tanya Ares yang sibuk dengan ponselnya.
"Gak ya!"balas Angkasa ketus.
Maya adalah mantan kekasih Angkasa yang masih di gamonin oleh laki-laki tampan itu, bagaimana tidak, Angkasa yang saat itu begitu mencintai Maya, malah diputuskan begitu saja tanpa penjelasan, bahkan wanita yang satu sekolah dengan dirinya itu tiba-tiba saja pindah rumah, dan pindah sekolah.
"Terus?"tanya Mahen yang sedari tadi menyantap baksonya dengan santai.
"Gue cuma lagi mikir, cewek yang pingsan waktu upacara, kek wajahnya gak asing..."ujar Angkasa.
Mahen langsung menolehkan wajahnya pada Angkasa begitupun dengan Ares.
"Perasaan lo aja kali"sahut Ares.
Angkasa hanya mengangkat bahunya acuh. "Gimana kalau lo deketin tuh cewek, setau gue dia itu cukup misterius, dan susah buat di deketin. Jadi, kalau sampe lo bisa jadian sama tuh cewek. Gue bakal kasih motor gue buat lo"ujar Mahen.
"Gue kira selama ini lo gak bisa ngomong"ucap Rangga.
Mahen menatap tajam Rangga. "Gue bercanda, ngab. Udah kayak mau makan orang aja"ujar Rangga.
"Jadi ceritanya taruhan nih?"tanya Angkasa.
Mahen menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. "Gimana?"tanyanya.
"Nggak! Dia manusia bro. Dia punya perasaan, bukan barang yang bisa lo permainan gitu aja, apalagi jadi bahan taruhan gini"ujar Ares, nada bicara laki-laki itu memang santai, namun jika mereka peka, ada artian lain dari balik itu semua.
"Gue setuju sama, Ares"seru Abi.
"Gue sih ikut kata, Abi. Soalnya kalau kalian suka gak bener"timpal Rangga.
"Gue gak butuh pendapat dari kalian bertiga"ujar Mahen.
"Jadi gimana, Sa?"sambung Mahen.
Jam pelajaran telah usai sejak beberapa menit yang lalu, gadis dengan bandana biru itu masih setia menunggu bus di halte yang tak jauh dari sekolahnya.
"Apa gak ada bus yang mau lewat gitu?"gumamnya.
Sedari tadi Jingga memegang perutnya yang terus saja berbunyi, uangnya benar-benar tak cukup jika harus membeli makanan sebagai pengganjal.
Dari kejauhan Angkasa tak sedikitpun mengalihkan pandangannya dari gadis yang tengah duduk dihalte itu. Ucapan Mahen terus memenuhi pikirannya, sejujurnya Angkasa sendiri masih ragu. Namun, sepersekian detik berikutnya, laki-laki itu menancapkan gas motornya.
"Ngapain lo disini?"tanya Angkasa yang masih berada di atas motornya.
Jingga menolehkan kepalanya, lalu melirik ke sekeliling. Tak ada orang lain, hanya ada dirinya dan laki-laki yang baru saja muncul itu.
"Gue?"tanya Jingga.
Angkasa menganggukkan kepalanya. "Mau pulang bareng gak?"tanya Angkasa.
Gadis yang masih setia di tempat duduknya itu berulang kali mengedipkan matanya. Ia tak kenal dengan laki-laki dihadapannya ini, tapi mengapa laki-laki itu mau menawarkan tumpangan.
"Gue hitung sampe tiga, kalau gak gue tinggal"ujar Angkasa.
Angkasa mulai menghitung, hingga di angka ketiga, gadis itu tetap tak bergeming sedikitpun.
"Susah juga ya, baru kali ini gue ditolak"batin Angkasa.
"Ma..
Belum sempat Angkasa melanjutkan ucapannya, Bus yang sejak tadi ditunggu oleh Jingga akhirnya muncul. Gadis dengan bandana biru itu bangkit, lalu meninggalkan Angkasa dengan pikirannya sendiri.
"Menarik"batin Angkasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekarang, Tuhan?
Fiksi RemajaJingga Putri Cantika, seorang gadis yang begitu menyukai laut dan senja, serta begitu benci dengan hujan. Sebab rintikan dan gemuruh itu membuat dirinya memutar kembali potongan memori dua belas tahun silam. Apa yang terjadi di dua belas tahun sil...