Bab 1 :: Kepergiannya

849 24 0
                                    

Batsaya Mahija alias Eja tiba-tiba dihadapkan dengan kematian kedua orang tuanya, Pak de, Bu de beserta kakeknya dalam waktu yang sama akibat kecelakaan maut yang menimpa mereka. Kecelakaan beberapa waktu yang lalu itu seketika merenggut semua yang ada di hidup Eja, membuatnya menjadi sebatang kara dalam waktu yang bersamaan. Eja seperti lupa bagaimana cara bernapas saat itu, dunianya hancur begitu saja dalam hitungan jam. Tidak ada yang sanggup Eja lakukan beberapa hari setelahnya, Eja seperti hidup namun mati.

Bagaimana tidak, semua orang yang ia sayangi, tiba-tiba menghilang dalam waktu sekejap. Eja bahkan belum sempat merasakan tanda-tanda kepergian mereka. Dalam benak Eja beberapa hari setelah kecelakaan itu, orang tuanya masih ada dan mereka sedang pergi keluar kota sejenak. Seberapa lama pun Eja menunggu mereka kembali, ia sadar bahwa mereka berdua tidak akan kembali. Eja dihadapkan dengan kenyataan bahwa keduanya memang sudah tiada dan tidak akan pernah kembali ke rumah, ke sisinya.

Butuh waktu satu bulan lamanya untuk Eja akhirnya bisa hidup. Sebelumnya ia benar-benar terlihat seperti orang gila. Tersenyum sebentar, tertawa seolah tidak terjadi apa-apa, lalu menangis keras saat sadar bahwa selama ini ia hidup dalam bayangan kedua orang tuanya masih ada. Untung saja selama proses menerima itu, Eja ditemani oleh anak-anak pak de dan Bu de yang sudah dewasa, yang bisa menerima kematian kedua orang tua mereka. Setidaknya saat itu Eja merasa kalau ia tidak sendiri meski ditinggal kedua orang tuanya.

Benar-benar butuh waktu segitu untuk Eja bisa mengerti dan menerima kepergian mereka. Meskipun sampai sekarang ia masih belum merasa pulih total dari rasa kehilangan, setidaknya Eja sudah bisa beraktivitas seperti biasanya. Ia kembali ke sekolah, ditemani teman-temannya. Guru-gurunya juga baik hati menerima Eja yang masih terpukul kehilangan orang tuanya sekaligus. Dan saat itu mungkin Eja sadar, kalau ia benar-benar tidak sendiri.

Namun hanya satu hal yang membuat kepergian kedua orang tuanya malah membaca kebencian besar bagi Eja. Orang itu--Eja tidak ingin menyebut namanya-- tidak ada sama sekali di pemakaman, bahkan sampai detik ini, Eja tidak tahu bagaimana kabarnya. Apakah ia masih hidup atau juga sudah terkubur bersama dengan orang tuanya Eja tidak tahu. Yang jelas sekarang, orang itu sudah mati di mata Eja. Di tengah keterpurukannya, Eja tidak akan pernah menganggapnya sebagai bagian dari keluarga meskipun ia datang ke sini dan berlutut memohon maaf padanya. Sumpah demi apa pun Eja tidak akan memaafkan orang itu.

"Eja, ini Kirman dari Mbak Ainun, ya." Seperti biasa, setiap hari anak dari mendiang Pakde dan Budenya datang ke rumah ini memberikan Eja sedikit makanan. Untung saja letak rumah mereka tidak begitu jauh, jadi tidak begitu merepotkan mereka meski Saja pernah menolaknya.

"Iya makasih, Mas. Tolong sampaikan ke Mbak Ainun." Eja kemudian menaruh makanan itu ke meja makan, dan menutupnya dengan tutup saji. Sejak tadi ia memang sedang berada di dapur, masak nasi lalu membersihkan dapur, seperti yang biasa bunda lakukan setiap harinya.

Bagi Eja, hanya mereka yang ia punya sekarang. Maka dari itu, Eja berusaha sebisa mungkin menerima kebaikan hatinya, sebelum nanti mereka bosan dan sudah tidak peduli padanya.

Eja tidak ingin berburuk sangka tapi ia juga harus bersiap untuk kemungkinan terburuknya. Hari ini hari Minggu, sudah lebih dari sebulan rumah ini tidak pernah dibersihkan. Awalnya Eja tidak ingin membersihkan rumah ini dan memilih memanggil jasa pembersihan menyeluruh, namun rasanya Eja harus bersiap dan menjadi kuat mulai dari sekarang. Semenjak kecelakaan maut yang merenggut semua isi di mobil itu, Eja tidak pernah masuk ke kamar orang tuanya. Ia takut tidak akan sanggup melihat semua yang telah menjadi kenangan.

Tapi Eja harus melakukannya. Karena jika tidak, sampai kapanpun ia tidak akan pernah siap menerima. Jadi sekarang adalah waktu yang tepat untuk mencoba kuat dan menghalau semua hal akan sakitnya rasa kehilangan. Eja menghela napas berkali-kali sebelum akhirnya membuka kamar itu, pertama kali yang Eja lihat adalah kamar kedua orang tuanya yang rapi sekali. Namun karena memang tidak pernah dimasuki siapapun sejak kematian mereka, Eja bisa melihat banyak sekali debu di sana. Untung saja ia telah siap membawa sapu sejak tadi.

There's No Place Called Home (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang