Ngaji

115 6 0
                                    

Dengan menggunakan sepeda, sore itu aku pergi ke mesjid untuk ngaji. Di sana aku melihat sudah banyak anak-anak sedang bermain untuk menunggu tiba azan maghrib. Beberapa di antara mereka ada yang sedang bermain sarung, sondah, kelereng, dan lain-lain, yang dilakukan di halaman depan mesjid. Aku bertemu dengan nanang, fajar, dan agus kemudian duduk mengobrol dekat disimpan nya beduk mesjid.

Pimpinannya si Gigin, tuh! Ucap nanang di tengah kami sedang membahas perkalaihan tadi siang.

Gigin tuh, yang berantem sama aku? Ucap dilan

Itu si Anhar ucap fajar

Mereka suka malakin, ucap agus

Gigin yang mana? Ucap dilan

Yang jelek, ucap nanang

Kan semua jelek, ucap nanang

Berarti tadi Gigin semua! Kataku bersamaan dengan mendengar seseorang dari dalam mesjid yang menyuruh untuk memukul beduk sebagai tanda sudah tiba waktu maghrib, "Beduk! Katanya berteriak.

Aku langsung berdiri, sama saya! Kataku berteriak sambil mulai mengambil pemukul beduk yang tersimpan di bawah rak beduk.

Terus terang, sepanjang hidupku aku belum pernah memukul beduk sebagai tanda sudah masuknya waktu shalat. Jadi, aku memukulnya dengan asal sejauh yang kubisa.

Yang bener mukul beduknya! Kata orang itu lagi sambil keluar dari dalam masjid. Aku monoleh ke arahnya sebentar dan mendengar dia bicara, "Teu baleg! Tong diheureuykeun! Pamali sia teh! Setelag itu aku melihat dia berjalan ke arah toilet.

Saha? Tanyaku ke agus setelah menyimpan pemukul beduk di tempatnya.

Udah setaun, jawab agus

Suka marah-marah, ucap nanang menimpali.

Marah-marah kenapa? Ucap dilan

Marah apa aja dia, mah, ucap agus

Anak-anak juga suka diusir kalau main di masjid, ucap nanang

Iya, anak-anak juga suka dilarang kalau lagi pupujian ucap agus.

Kenapa? Ucap dilan

Gak tau, ucap nanang

Punya utang ke ayahku ucap fajar

Belum bayar. Ucap fajar lagi

Setelah selesai shalat maghrib, aku berkumpul bersama anak-anak yang lain di tengah ruangan masjid untuk belajar mengaji bersama kakekku. Laki-laki dan perempuan duduk nya dipisah, terbagi dalam dua bagian, di kanan dan di kiri. Kakek duduk di depan dan mulai menyimak hafalan beberapa anak yang sedang membaca surah dari juz amma.

Begitulah situasinya. Aku suka merasakan kembali suasana seperti itu yang tidak aku dapatkan di Timor timur. Setelah selesai mengaji, kakek memberi beberapa wejengan untuk anak-anak seputar masalah budi pekerti dan kemudian bertanya,

Sebelum bubar ada yang ditanyaiin? Ucap kakek

Kek, bener gak, kita harus mencari ilmu sampai ke negeri china? Tanyaku.

Oh iya itu. Sebagian ulama mengatakan memang itu ada hadistnya tapi sebagian ulama yang lain mengatakan hadistnya lemah. Tapi gini, sebagai umat islam, kita harus semangat terus menuntut ilmu, sejauh-jauhnya, ya kalau perlu sampai ke negeri china.

Oooh, kataku. Kalau chinanya ke sini, kita bisa belajar sama orangnya ya, kek? Ucap dilan

Ya bisa, unzhur maa qaala wa laa tanzhur man qaala.... lihatlah apa yang dikatakam dan janganlah kamu melihat siapa yang berkata. Jika itu baik, ikuti. Jika itu buruk, jangan ikuti.

Pasti si Mei Lien. Aku mendengar nanang berbisik ke fajar yang disambut oleh suara cekikikan dari agus dan nanang.....

Di sekolah, aku dipanggil ke ruang guru, dan di sana sudah ada orang yang kemarin berantemn denganku. Ya, dia adalah Anhar sedang ngobrol dengan ibu kepala sekolah. Aku disuruhnya duduk di samping Anhar, yang sudah duduk di kursi sofa. Setelah menghela nafas secara dramatis ibu kepala sekolah berkata,

Sekarang ibu mau tanya, ari kalian, tuh, kenapa? Anhar diam, aku juga.

Anhar? Dilan? Tanya kepala sekolah lagi menunggu salah satu dari kami menjawab.

Saya disuruh gigin, bu, kata Anhar akhirnya menjawab.

Ya kalau disuruh yang tidak benar, jangan diikutin atuh! Jawab kepala sekolah. Kumaha sih?

Iya, Bu. Ucap Anhar

Kepala sekolah diam. Aku dan Anhar juga diam.

Ya udah atuh, sekarang kalian bermaafan, katanya kemudian. Sok atuh salaman!

Aku berdiri dan mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan Anhar yang langsung disambut oleh Anhar tanpa berdiri.

Saya minta maaf. Ucap Anhar

Saya juga, kujawab

Nah, begitu atuh, kata kepala sekolah.

Setelah aku melepas jabat tanganku dengan Anhar, aku masih berdiri dan bersiap ingin pergi, tapi ibu kepala sekolah bicara, Dilan.

Iya, bu, kujawab langsung

Masukkin bajunya! Ucap ibu kepala sekolah

Ke tas, Bu? Ucap dilan

Ke celana, jawab ibu kepala sekolah kesal. Masa ke tas?

Oh. Ucap ku

Pada jam istirahat, aku masuk ke ruang kelas bersama agus, nanang, fajar. Di dalam kelas, aku melihat Mei Lien, Atikah, Furqon, Euis sedang menikmati bekal makan siang yang mereka bawa dari rumah. Nanang menyenggol lenganku, memberi tahu apa yang sedang terjadi. Karna aku juga sudah melihatnya sendiri, jadi untuk duduk di bangku deretan belakang.

Makin dekat aja sih Furqon, kata nanang setelah kami duduk. Dia memberitahuku dengan suara lembut.

Iya. Ucap agus

Eh tau gak, semalem aku dengar si Furqon request lagu ke radio Oz. Terus ngirim salam buat Mei Lien.....

DILAN wo ai ni 1983Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang