Dia adalah Anhar

145 4 2
                                    

Hari itu, aku, Nanang, Agus, dan fajar masuk ke dalam kelas dan melihat Mei Lien, Atikah, Bulan, serta furqon sedang mengerjakan tugas piket. Ada yang menyapu, ada yang
membersihkan meja guru, tampak si furqon sedang menghapus papan tulis. Aku berjalan melewati mereka didampingi oleh nanang, agus, dan fajar.

Yang nama nya Mei Lien yang mana, ya? Ucap dilan

Mei Lien yang sedang menyapu. Aku bertanya seperti kepada diriku sendiri sambil sedikit menengadahkan kepalaku di atas.

Aku melihat semua orang menoleh ke arahku. Begitu pula denga Mei Lien. Tak ada satu pun dari mereka yang menjawab.

Kalau kamu Atikah, kan? Tanyaku sambil bergerak ke arah furqon dan menatapnya.

Furqon menoleh dengan sedikit merengut, "saya furqon."

Oh kataku Lupa!

Nanang, Agus, dan fajar menertawakanku.

Pura-pura lupa, itu mah! Ucap bulan tiba-tiba berkomentar sambil membersihkan jendela kelas dengan menggunakan kemoceng.

Iya! Aku mah cuma ingat Allah, ucap dilan

Dia mah inget Allah, tapi lupa shalat ucap nanang

Gak boleh begitu! Ingat Allah itu harus dengan menjalankan perintahnya, kataku sambil merangkul nanang dan membawanya berjalan menuju bangku tempat duduk kami.

Aku sadar betul, saat itu terjadi, Mei Lien pasti kesal tapi gak apa-apa kalau aku malah suka melihat dia begitu. Tidak lama setelah aku duduk, lonceng tanda masuk berbunyi. Beberapa siswa yang masih ada di luar pada masuk ke dalam kelas dan duduk di bangkunya masing-masing. Setelah salam penghormatan diberikan, Bu dewi meminta semua siswa untuk menyerahkan pekerjaan rumah.

Silahkan PR-nya dikumpulin! Ucap bu dewi

Aku segera membuka tasku untuk mengambil buku yang berisi hasil pekerjaan rumahku lalu mendengar Mei Lien berbicara.

Bu, PR aku ketinggalan di rumah, ucap Mei Lien

Lain kali jangan ketinggalan lagi, ya, ucap Bu dewi memandang Mei Lien yang sedang kupandang juga, kemudian aku mengangkat tangan.

Bu! Ucap dilan

Iya, dilan ucap bu dewi

PR, kan, perkerjaan rumah, Bu! Ucap dilan

Iya, kan? Ucap bu dewi

Terus kenapa harus dibawa ke sekolah, Bu? Ucap dilan

Semua siswa tertawa mendengar pertanyaanku.

Coba tanya Bunda, kenapa? Ucap bu dewi

Aku melihat Mei Lien melirik ke arahku sejenak. Mudah-mudahan dia menyadari bahwa apa yang aku katakan tadi itu adalah sebagai aksi untuk membela dirinya. Tapi aku tidak melihat ada tanda terima kasih di wajahnya.

Setelah bubaran sekolah, seperti biasa aku pulang bersama Nanang, Agus, dan fajar menggunakan sepeda.

Di perjalanan, aku melihat Mei Lien sedang berjalan pulang bersama Atikah, Euis, Yayah, Furqon, dan Dedi. Mereka berjalan kaki sambil ngobrol dan tertawa-tawa ingin rasanya ikut ngobrol dengan mereka dan menyuruh Nanang membawa sepedaku, Tapi tidak aku lakukan.

Engga tahu kenapa. Aku, Nanang, Agus, dan fajar terus melaju, mengayuh sepeda, menyusul mereka.

Sesampainy di tikungan jalan menuju kompleks perumahan, aku mendengar suara seseorang, berteriak ke arah kami , HEI dari arah warung. Di mana saat itu Mei Lien, Atikah, furqon, Yayah, Dedi masih sedang berjalan jauh di belekang.

Aku menoleh ke arah suara itu dan melihat ada beberapa anak berseragam SD sedang berkumpul di depan warung rokok. Aku menghentikan sepedaku begitu pula dengan fajar, Nanang, dan agus. Aku berhenti karna ingin tahu ada apa sehingga mereka memanggilku. Beberapa saat kemudian, seseorang yang tidak kukenal, mengenakan seragam SD, berjalan menghampiriku.

DILAN wo ai ni 1983Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang