Sepadan

0 0 0
                                    

Tiba hari bahagia itu. Aku sibuk memoles riasan di wajahku yang lagi lagi harus luntur sebab air mataku yang tak kunjung berhenti mengalir.
Aku sudah berjanji, dan aku akan menepati.

Sesampainya aku disana, kulihat dari kejauhan panggung pelaminan yang megah nan indah. Terdapat sepasang pengantin yang sedang sibuk bercengkerama. Sepertinya mereka lupa, bahwa dunia masih menonton mereka.

Langkahku terhenti tepat dibawah janur kuning yang melengkung. Tiba tiba seorang wanita menghampiriku.

"Syahnia? Kau Syahnia kan?" Tanya nya.

"Iya, betul." Jawabku heran.

"Aku Lestari. Kau lupa ya?" Wanita itu coba mengingatkanku akan dirinya.

Ah, aku ingat. Lestari merupakan sepupu dari Juan. Rumah mereka berdekatan. Lestari juga merupakan kakak kelasku dulu. Kami memang tidak terlalu dekat, namun seingat ku Lestari sangat baik dan ramah padaku.

"Oh, iya aku mengingatmu. Lestari. Sudah lama sekali kita tidak bertemu." Ujarku.

"Dengan siapa kau kemari?" Tanya Lestari.

"Aku sendiri. Sengaja ingin menghadiri pesta ini." Jawabku.

"Ayo, biar kuantar menemui mempelai." Ajak Lestari.

Aku melangkah ditemani Lestari. Sambil terus menguatkan diri sendiri. Tuhan yang tau betapa aku sangat berusaha menahan air mata supaya tidak kembali tumpah.

Sampai di depan pelaminan, Lestari memintaku untuk naik sendirian. "Sampai sini saja ya, aku harus mengurus keperluan lain. Nanti aku temani kembali." Ucapnya Lestari lalu ia pergi.

Juan menatapku. Aku menaiki pelaminan itu. Setengah mati kucoba untuk tetap tersenyum.
Dihadapan mereka, kuucapkan rasa bahagia.
"Selamat ya, semoga terus berbahagia." Jelasku.

Kemudian aku pergi. Aku tak sekuat itu, aku tidak seberani itu.

Lestari kembali mengejarku. Ia mengajakku untuk duduk bersama di rumahnya yang tak jauh dari tempat acara itu.

"Aku tahu betul perasaanmu saat ini. Tidak pernah terlewat satu hari pun tanpa adanya cerita tentangmu dari Juan. Ia sangat mencintaimu, aku tahu itu. Ia memikirkanmu setiap waktu. Ia tersiksa oleh rindu yang terus membelenggu. Aku tahu ini bukan salahmu, bukan salah sesiapa.

Aku menyayangi Juan seperti aku menyayangi adikku sendiri. Jangan biarkan semua jerih upayanya sia sia. Jangan urungkan niatnya untuk berbahagia. Jika memang cintamu itu nyata, maka relakan lah mereka." Jelas Lestari.

Aku terdiam menelaah kata demi kata yang di ucapkan nya. Seperti duri kecil yang menusuk hati, perlahan tapi pasti. Mungkin memang sudah saatnya, untuk ku tanggung segala deritanya. Derita miliknya, dan milikku juga.

Itu adalah pertemuan terakhirku dengan Juan. Setelah hari itu, aku memilih memutus semua jalan menujunya. Aku tidak ingin tahu, dan aku tidak ingin dia tahu apapun lagi tentangku.

Cinta PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang