Pelakon

1 0 0
                                    

Setelah lulus dari sekolah dasar, aku terpaksa harus meninggalkan kota Bogor. Ibuku memintaku untuk ikut bersamanya tinggal di Bandung. Situasinya terlalu terburu buru, aku tak sempat mengucapkan salam perpisahan pada teman temanku. Dan aku tak sempat mengutarakan perasaanku pada Juan.

Setelah pindah ke kota Bandung, aku tak pernah lagi berkomunikasi dengan teman temanku. Sebagian mereka hilang dari ingatanku, tapi tidak dengan Juan. Wajahnya, suaranya, tawanya, semua tentangnya melekat pada jiwaku.

Sampai akhirnya aku kembali bertemu dengan Juan di kesempatan lain. Saat itu kami masih duduk di bangku SMA.
Seperti angin segar, salah satu teman sd kami membuat grup di salah satu jejaring media sosial. Yang akhirnya kembali menemukanku dengan Juan.

Aku sangat bahagia akhirnya bisa kembali bertemu dengannya. Dan dalam kesempatan itu, sepertinya Juan memanfaatkan waktu dengan sangat baik. Juan pada akhirnya mengaku bahwa ia menyimpan rasa untukku, sama seperti yang aku lakukan untuknya sejak dulu. Kemudian setelah saling mengungkapkan, kami resmi berpacaran.

Meski tidak terlalu intens, sebab Juan tumbuh menjadi atlit sepak bola. Sejak dulu ia memang sangat tertarik dengan olah raga. Sepertinya ia menekuni nya dengan cukup baik, sampai akhirnya ia dapat mencapai salah satu impiannya, yaitu menjadi pesepak bola.

Sesekali Juan menghampiriku sampai ke kota Bandung. Hanya untuk sekedar menikmati batagor bersama, kemudian ia kembali pulang. Walau begitu, setiap pertemuan terasa begitu berkesan. Meski rasanya dengan rindu yang begitu dalam, dibayar hanya dengan beberapa jam dalam sebulan itu sama sekali tidak sepadan.

Satu waktu, ibu mengetahui kedekatanku dengan Juan. Ibu mencoba menegurku. Mengingatkanku bahwa aku hanya boleh berjodoh dengan sesama orang Jawa. Ya, orang tuaku adalah keturunan Jawa ningrat yang masih sangat menjaga garis keturunan mereka. Aku hanya boleh menikah dengan laki laki berdarah biru dari suku Jawa. Demi menjaga kehormatan dan martabat keluarga, begitu jelas ibu padaku.

Sedangkan Juan, ia adalah laki laki biasa. Juan juga bukan merupakan laki laki dari suku Jawa. Ibuku tahu akan hal itu, dan ibu langsung mengingatkanku.

"Tidak usah menaruh cinta pada hal yang tidak bisa kau miliki pada akhirnya." Kalimat yang ibu ucapkan kala itu.

Aku bisa apa?

Setelah kelulusan sekolah, aku berkeinginan untuk melanjutkan pendidikanku di luar kota. Aku ingin melanjutkan kuliah di Surabaya. Sebab disana, Juan melanjutkan pendidikan sepak bolanya. Tapi ibu menolak permintaanku mentah mentah. Alih alih kuliah, ibu malah menjodohkanku dengan salah satu cucu dari keluarga keraton.

Sekali lagi, aku bisa apa?

Aku menerima apapun keputusan yang ibu buat. Karena sedari kecil, aku hanya punya ibu. Ayahku meninggal dunia saat aku berusia 8 tahun. Itu sebabnya ibu memutuskan untuk pindah dari Yogyakarta ke Bogor, dan akhirnya aku pindah ke sekolah dimana aku bertemu dengan Juan.

Aku menyaksikan sendiri perjuangan ibu membesarkanku dan kedua adikku. Semua ibu lakukan demi bisa menghidupkan anak anaknya. Rasanya terlalu durhaka jika aku menentang keinginannya, meskipun pada akhirnya bahagiaku lah yang harus jadi korbannya.

Cinta PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang