3

100 17 4
                                    

"Woy! Ada perempatan nih? Belok kanan? Kiri? Apa lurus?" Tanya Arlingga pada sosok di sampingnya. Namun setelah menunggu sekian lama jawaban yang ditunggu tak kunjung keluar dari bibir yang muda.

Arlingga pun menepikan mobilnya guna memperhatikan lebih dekat apa yang telah terjadi pada Hexa.

Dengan berbalutkan jaket hitam milik Arlingga, Hexa tidur dengan begitu nyaman di kursi penumpang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan berbalutkan jaket hitam milik Arlingga, Hexa tidur dengan begitu nyaman di kursi penumpang.

"Bangunin jangan sih? Kasian tapi..." Ujar Arlingga meragu.

Tangan Arlingga kembali menyentuh kening Hexa.

"Waduh! Makin panas! Gimana ini?!" Arlingga panik.

"Akh! Bodo amat gua bawa pulang dulu! Abis itu gua tanya bokap enaknya gimana?"

Arlingga pun memutar balik arah mobilnya menuju kediamannya yang hangat.

Tak lama kemudian, mobil Arlingga memasuki pelataran rumah yang tak cukup luas namun tertata dengan baik.

"Xa! Hexa!" Arlingga menggoyangkan tubuh yang muda perlahan.

"Uunngghh!! Papa..." Keluh yang muda sembari menggeliat.

"Turun yuk! Lu bisa jalankan?"

"Ng? Ke --- pala --- Esa berat Papa... Esa mau ganti kepala aja.., ngh..?"

"Yah! Nih anak mabok kayaknya? Gimana nih?"

Arlingga turun lebih dahulu dari mobil, lantas berjalan menuju sisi lain mobil untuk membantu Hexa.

"Xa! Turun yuk!" Ajak Arlingga sambil melepaskan sealt belt yang mengekang pergerakan yang muda.

Hexa mengangkat kedua tangannya. Dengan mata yang masih tertutup rapat, Hexa menggumam.

"Papa gendong... Esa cape... Mau gendong..." Rengek Hexa.

"Hanjer! Gua bukan bapak lu! Jalan sendiri! Emang beneran masih bau ketuban nih anak!" Sahut Arlingga emosi.

"BURUAN BANGUN!! JALAN! AARGH!!" Arlingga menarik paksa tubuh yang muda, hingga Hexa berdiri tegap sesaat. Namun tak lama kemudian tubuh kecil itu ambruk dalam dekapannya.

"Xa! Bangun Xa! Lu nyusahin sumpah!" Umpat Arlingga.

Tiba-tiba Hexa tersedu, air mata pun mengalir deras dari wajahnya yang kian memerah menahan hawa panas dari dalam tubuhnya.

"Maaf.... Esa.. ga apa-apa... Esa... Bisa... Sendirian, juga ga apa-apa... Esa udah biasa... Maaf... Maaf... Esa nyusahin..."

"Lu ngomong apaan sih?! Eh! Lu itu lagi demam bukan lagi mabok! Coba tolong bedain! Aduh mana berat banget lagi! Kebanyakan dosa sih lu!" Arlingga tak henti-hentinya mengeluh.

Hexa tak lagi menjawab, kini keadaan yang muda sudah benar-benar lemah. Arlingga pun terpaksa mengangkat tubuh yang muda di punggungnya dan berjalan memasuki rumah.

[BL] Batas WarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang