8

79 14 5
                                    

Pertandingan semifinal berlangsung sengit dan menguras tenaga, skor yang berbeda tipis menuntut semua pemain untuk bekerja ekstra di lapangan.

Roi dan Hexa membangun kerjasama yang sempurna di menit-menit akhir pertandingan guna menambah poin bagi team mereka.

"Roi! Lepas!"

"Oke!"

Prrriittt

Keduanya pun berhasil mencetak poin tambahan hingga membuat penonton bersorak ramai dan --- pertandingan pun selesai.

Kini Hexa dan kawan-kawan sedang bersenda gurau di ruang ganti. Semuanya heboh memulas pertandingan hari ini, hingga ketiga pelatih tampan itu masuk dan keadaan pun mendadak hening.

"Kalian kenapa? Kok tegang gitu mukanya? Santai aja." Ucap Richard terkekeh melihat wajah-wajah tegang di hadapannya.

"Kita udah siapin camilan sama air buat kalian di luar. Sebelum pulang kalian bisa ambil bingkisannya terlebih dahulu." Lanjut Marco.

"Camilan doang nih pak? Mana cukup..." Celetuk Roi dengan nada kecewa.

"Terus kalian maunya apa?"

"Ya... Apa kek gitu...? Kan kita sudah berjuang keras membela nama baik sekolah, masa cuma dapet snack risol nyender sama roti piscok dua ribuan. Sekali-kali naspad mah bolehlah... Ya ga gaes?" Suara Roi pun di dukung keras oleh teman-temannya yang lain.

"Wah, kalau itu saya harus bicarakan dulu dengan kepala sekolah. Soalnya, saya ga dikasih buget lebih sama beliau untuk traktir kalian makan." Marco menggaruk tekuknya yang tak gatal.

"Yaaahhh...." Para peserta pun kecewa.

"Saya akan traktir kalian." Sela Arlingga tiba-tiba, seolah membangkitkan kembali jiwa-jiwa yang sudah diambang kepunahan.

"Wah!! Serius!! Pak Arlingga mau traktir kita semua?!"

"Ya ---- tapi ada syaratnya." Ucap Arlingga seraya tersenyum miring dengan tatapan yang terfokus penuh pada sang kapten basket.

"Hexa... Harus mau jadi pacar saya.." Tegas Arlingga dengan tatapan mata penuh keyakinan.

Mata Hexa membulat, jantung yang muda juga berdegup kencang. Mungkinkah semua ini hanya mimpi? Bagaimana bisa seorang Arlingga menyatakan perasaannya pada seonggok mahluk bernama Hexa selanntang itu di hadapan semua orang? Pikir yang muda.

"Gimana Dedek Eca? Maukan, jadi pacar kakak Lingga?"

"GAK!!" Sahut Hexa cepat.

"Si goblok!" Umpat Rifki kesal.

"Hilang sudah nasi padangku yang nikmat, gara-gara mulut ga berakhlak Renzana Hexa." Roi meringis sedih.

"Beneran ga mau? Kesempatan ga dateng dua kali loh?" Arlingga menaik turunkan alisnya, seolah sedang mempermainkan keteguhan prinsip yang muda.

"Ga! Gua ga mau!" Tegas Hexa.

"Ya sudah. Kalau gitu traktiran dibatalkan." Tutur Arlingga enteng, seraya berbalik dingin.

"Eeehh!! Eehh!! Pak Ar jangan pergi dulu! Semua ini bisa di bicarakan baik-baik kok!" Bujuk Roi dan Rio yang kompak menghalangi jalan yang dewasa.

"Ga bisa! Pokoknya traktiran batal. Saya kan sudah bilang ga ada kesempatan kedua. Minggir kalian!"

"Bapak tenang, kita dan Hexa sudah berteman dekat sejak lama, saking dekatnya udah kaya kembar sial. Jadi --- bapak tunggu sebentar biar saya yang bantu bicara sama sicebong, oke?!"

"Sure." Jawab Arlingga singkat.

"Ya ellah pake bahasa inggris lagi, udah tau bahasa inggris gua jebot! Aah dasar bule depok!" Gerutu Roi pelan.

[BL] Batas WarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang